Jakarta, CNBC Indonesia - BPJS Kesehatan menegaskan bahwa penyakit hemofilia dan thalassemia dijamin oleh Program JKN. Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, memastikan bahwa seluruh peserta JKN berhak mendapatkan terapi hemofilia maupun thalassemia tanpa biaya, sepanjang mengikuti prosedur pelayanan yang berlaku di fasilitas kesehatan. Ia menuturkan bahwa hemofilia dan thalassemia sejak awal telah menjadi bagian dari layanan yang dijamin oleh Program JKN. Menurutnya, komitmen pemerintah melalui Program JKN tidak hanya difokuskan pada pelayanan dasar, tetapi juga pada penyakit berbiaya katastropik yang membutuhkan penanganan jangka panjang. BPJS Kesehatan mencatat bahwa hemofilia dan thalassemia termasuk dalam kelompok penyakit katastropik, kategori penyakit yang membutuhkan biaya besar dan penanganan berkelanjutan sepanjang hayat.
Rizzky mengatakan bahwa pemanfaatan layanan hemofilia terbilang tinggi, yakni sebanyak 253,89 ribu kunjungan dengan total pembiayaan yang telah dikeluarkan mencapai Rp2,88 triliun di sepanjang tahun 2023 hingga September 2025. "Sementara itu, untuk thalassemia, jumlah kasus yang ditanggung dari tahun 2023 hingga September 2025 mencapai 982,17 ribu kunjungan, dengan total pembiayaan mencapai Rp2,17 triliun. Angka tersebut menempatkan penyakit tersebut sebagai salah satu penyakit berbiaya katastropik pada Program JKN," terang Rizzky.
BPJS Kesehatan juga melakukan simplifikasi prosedur layanan agar pasien tidak terbebani proses administratif yang berulang. Rizzky mengatakan pasien hemofilia dan thalassemia sudah tidak lagi diwajibkan kembali ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk memperpanjang rujukan. Perpanjangan dapat dilakukan langsung di rumah sakit rujukan dengan hanya menunjukkan KTP dan surat kontrol dari dokter.. "Rujukan tersebut berlaku hingga 90 hari sehingga pasien dapat menjalani transfusi, terapi, atau kontrol lanjutan secara lebih efisien. Simplifikasi layanan ini dilakukan agar pasien tidak perlu bolak-balik mengurus administrasi," ujar Rizzky. Sementara itu, dokter umum dan influencer kesehatan, Gia Pratama menjelaskan bahwa hemofilia dan thalassemia merupakan kelainan genetik pada darah yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, teratur, dan tidak boleh terputus. Menurutnya, hemofilia terjadi karena tubuh kekurangan faktor pembekuan darah, sehingga luka sekecil apa pun dapat memicu perdarahan yang sulit berhenti. Kondisi ini membuat pasien rentan mengalami lebam, perdarahan pada persendian, pembengkakan, serta nyeri hebat yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. "Hemofilia ini bukan penyakit yang muncul karena pola hidup atau gaya hidup, dan ini murni kelainan genetik. Penderitanya sering kali mengalami perdarahan spontan, bahkan tanpa trauma. Jika tidak ditangani, pendarahan sendi yang berulang dapat merusak sendi permanen dan menurunkan kualitas hidup," jelas Gia.
Pada thalassemia, kata Gia, masalah utama terletak pada proses pembentukan hemoglobin yang tidak normal. Hemoglobin adalah komponen penting dalam sel darah merah yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Ketika produksi hemoglobin terganggu, sel darah merah menjadi rapuh dan mudah hancur, sehingga pasien mengalami anemia kronis.
"Pasien thalassemia umumnya tampak pucat, mudah lelah, sesak, sering infeksi, bahkan bisa mengalami keterlambatan pertumbuhan. Karena usia sel darah merah hanya sekitar 120 hari, anemia akan terus berulang. Inilah sebabnya pasien harus rutin menerima transfusi darah sepanjang hidupnya," ujar Gia. Gia menambahkan, transfusi darah harus dilakukan rutin, ada yang dua minggu sekali, ada yang sebulan sekali. Menurutnya, kalau tidak ada jaminan kesehatan, biaya transfusi, kelasi zat besi, hingga perawatan lanjutan bisa sangat mahal dan nyaris tidak terjangkau. "Karena terapi ini seumur hidup, bukan hanya satu kali tindakan saja. Terapi ini wajib diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi akibat transfusi berulang yang dapat merusak organ vital seperti jantung, hati, dan endokrin. Karena itu, memastikan keberlanjutan terapi adalah hal yang krusial. Transfusi tidak boleh berhenti, obat tidak boleh putus, dan pasien tidak boleh kehilangan akses layanan," tutup Gia.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
5 Operasi yang tidak Ditanggung BPJS Kesehatan, Cek Sebelum Berobat


















































