Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mulai mematangkan arah insentif otomotif untuk 2026. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan skema stimulus yang diusulkan kali ini tidak lagi bersifat umum, melainkan jauh lebih terperinci dibandingkan periode pandemi Covid-19.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, usulan insentif otomotif sudah disampaikan ke Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Namun, ia memberi sinyal ada sejumlah perbedaan pendekatan dibandingkan kebijakan sebelumnya.
"Soal otomotif usulan insentif stimulus yang sudah kami kirim ke Pak Menkeu. Ada spill sedikit lah, ada perbedaan. Di sini kita akan kenakan, di sini yang kita usulkan itu lebih detail, lebih detail dibandingkan dengan periode kita menghadapi Covid yang lalu, dari segmen, dari teknologi, dari sisi TKDN, bobot TKDN dan sebagainya itu kita buat lebih detail," ujar Agus.
Seperti diketahui, pada masa Covid di 2021 lalu pemerintah memberikan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) secara bertahap untuk kendaraan bermotor baru dengan kapasitas mesin hingga 1.500 cc, yang memenuhi syarat kandungan lokal minimal 70%.
Karenanya detail kebijakan bertujuan agar stimulus benar-benar tepat sasaran, terutama untuk mendorong produksi kendaraan yang lebih ramah lingkungan. Agus pun menanggapi adanya kemungkinan kendaraan listrik berbasis baterai LFP (lithium ferro phosphate) mendapat stimulus lebih kecil, sedangkan EV dengan bahan baku nikel mendapat stimulus lebih besar.
"Tapi yang paling penting, bagi kita untuk memproduksi kendaraan yang ramah lingkungan itu juga lebih detail lagi insentifnya," tegasnya.
Ia menjelaskan, prinsip utama dalam usulan terbaru ini adalah keterikatan insentif dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dan batas emisi. Artinya, tidak semua kendaraan otomatis mendapatkan stimulus.
"Prinsipnya adalah yang kami usulkan mereka yang mendapatkan manfaat terhadap insentif dan stimulus itu harus memiliki TKDN, dia harus memenuhi nilai emisi maksimal sekian. Jadi TKDN dan emisi," kata Agus.
Foto: Penjualan Kendaraan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Sales marketing menawarkan produk mobil di Tunas Daihatsu Tebet, Jakarta, Selasa (16/6). Pandemi corona membuat angka penjualan mobil di Indonesia mengalami penurunan drastis. Penjualan mobil bulan lalu anjlok hingga 95 persen bila periode yang sama tahun 2019.Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang diperoleh detikOto dari PT Astra International Tbk, pada bulan kelima tahun 2020, industri otomotif hanya mampu mengirim 3.551 unit mobil baru. Angka ini merosot 95 % dibanding bulan Mei 2019, di mana saat itu mencapai 84.109 unit. Angka ini merupakan penjualan berupa wholesales atau distribusi dari pabrik ke dealer. Seperti diketahui, banyak pabrik otomotif di Indonesia yang berhenti produksi sementara di tengah pandemi COVID-19. Wajar jika distribusinya pada Mei 2020 anjlok drastis. Adapun mengatasi penurunan banyak pabrikan otomotif menawarkan paket penjualan khusus demi mendongkrak penjualan. Rendi selaku supervisor di Tunas Daihatsu Tebet mengatakan "untuk memberikan diskon hanya sesuai parameter dari pusat tidak jor joran sebab ya percuma untuk pembelian kendaraan pun tidak akan bisa mendongkrak penjualan kendaraan saat ini atau akibat pandemi corona". Memasuki bulan Juni Rendi juga mengatakan sudah ada sedikit kenaikan dari pembeli "Untuk bulan masuk era New Normal ini pengunjung mulai bergeliat, dan karyawan di sini juga sudah mulai masuk dan nerima kunjungan calon pembeli" katanya. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Tak hanya itu, pemerintah juga mulai mengatur batas harga kendaraan di tiap segmen sebagai syarat penerima insentif. Langkah ini disebut Agus sebagai upaya menjaga agar manfaat kebijakan benar-benar dirasakan masyarakat.
"Dan kita dalam usulan baru ini kita menetapkan harga. Harga yang kita tetapkan dari masing-masing segmen agar mereka bisa mendapatkan manfaat. Dan tentu yang harus digarisbawahi ini adalah kami sangat memperhatikan konsumen," ujarnya.
Khusus untuk kendaraan listrik, Agus menegaskan fokus pemerintah adalah mendorong pembeli pertama agar adopsi electric vehicle (EV) semakin luas.
"Kalau kita bicara soal electric car, first buyers itu menjadi prioritas kami. Angka-angkanya nanti bisa spill pelan-pelan," tambahnya.
Di sisi industri, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) berharap insentif tetap berlanjut karena dinilai mampu menopang pasar otomotif. Namun, asosiasi menegaskan tidak berada di posisi penentu kebijakan.
"Ya kita sih berharap ya stimulus-stimulus itu tetap ada kan. Ya kalau kalau ada mungkin itu bisa membantu," kata Ketua Umum Gaikindo Putu Juli Ardika kepada CNBC Indonesia, Rabu (31/12/2025).
Saat ditanya apakah Gaikindo ikut terlibat dalam diskusi spesifik soal kendaraan listrik, Putu memilih melemparkan kembali ke pemerintah.
"Enggak, saya nggak tahu itu, sudah bisa ke bapak menteri lah itu nanyanya. Kita nggak nggak ikut-ikutan di sana. Karena masukan-masukan mungkin dari kita tapi finalnya kan di kementerian perindustrian emang apa yang dibutuhkan. Ya kita menunggu hasilnya aja itu kan butuh proses," ujarnya.
Putu juga menegaskan Gaikindo tidak secara resmi mengajukan proposal insentif. Peran asosiasi lebih sebatas memberikan pandangan umum saat diminta.
"Nggak gitu ya konsepnya. Kita kita cuma memberikan masukan sedikit pada saat prosesnya. Bukan bukan kita kita usulan gitu bukan. Kita diajak di ini aja di ajak diskusi untuk brainstorming untuk melihat insight-nya seperti apa," jelasnya.
Terkait isu bahwa kendaraan listrik berbasis baterai LFP (lithium ferro phosphate) disebut-sebut bakal mendapat insentif lebih kecil, Putu mengaku tidak mengetahui detailnya.
"Oh saya nggak tahu tuh, itu nggak tahu sama sekali, itu kementerian perindustrian lah, pak menteri ya," sebut Putu.
(fys/wur)
[Gambas:Video CNBC]


















































