Ini 10 Pemegang Terbesar Obligasi AS, China dan Jepang Kini Menjauh

2 days ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemegang surat utang Amerika Serikat (AS) semakin berkurang tahun demi tahun. Penurunan ini mencerminkan semakin turunnya kepercayaan terhadap dominasi ekonomi Amerika.

Surat utang negara AS (US Treasuries) menunjukkan perilaku yang tidak biasa karena imbal hasilnya meningkat di tengah gejolak pasar, menimbulkan keraguan terhadap statusnya sebagai aset aman (safe haven) di tengah perang dagang AS-China.

Saat pasar saham global merosot akibat perang tarif yang dipicu oleh Presiden AS, Donald Trump, terjadi pergeseran mengejutkan pada salah satu aset paling dipercaya di dunia dalam situasi krisis: US Treasuries.

Secara tradisional, surat utang ini dianggap sebagai tempat perlindungan yang andal ketika terjadi gejolak keuangan. Namun kali ini, Treasuries menunjukkan perilaku yang tidak biasa.

Dalam kondisi ketidakpastian geopolitik dan ekonomi, investor biasanya meninggalkan aset berisiko seperti saham dan beralih ke obligasi demi keamanan, yang biasanya mendorong imbal hasil obligasi turun. Namun, yang terjadi kali ini justru sebaliknya.

Dilansir dari Refinitiv, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun pada 14 April 2025 tercatat sebesar 4,36% bahkan sempat menyentuh level 4,49% pada 11 April 2025. Padahal sebelumnya atau tepatnya pada 4 April 2025, imbal hasilnya terpantau di posisi 3,99%.

Surat Utang AS Dijual Investor

Berdasarkan data dari ticdata.treasury.gov, Jepang masih menjadi negara dengan kepemilikan surat utang AS terbesar di dunia yakni sejumlah US$1.079,3 miliar per Januari 2025.

Sementara posisi kedua ditempati oleh China yang punya sebesar US$760,8 miliar dan Inggris di posisi ketiga yang memiliki sebanyak US$740,2 miliar.

Pantauan CNBC Indonesia Research, dua negara besar yang kepemilikannya cenderung mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir yakni Jepang dan China yang masing-masing tergelincir sebesar 16,97% dan 26,4%.

Sementara negara-negara lainnya, seperti Inggris, Luksemburg, Belgia, Kanada, hingga Swiss tampak cenderung mengalami kenaikan atau dengan kata lain, negara-negara tersebut memperbanyak pembelian US Treasury.

Aksi jual surat utang AS semakin jelas terlihat jika ditarik lebih jauh, khususnya bagi China yang mencatatkan aksi jual secara konsisten sejak 2014 hingga akhir 2024.

Untuk diketahui, sejak 2014, porsi kepemilikan China terhadap US Treasury cenderung mengalami penurunan. Pada 2014, China memiliki US Treasury sekitar US$1,3 triliun dan terus menurun bahkan tak sampai US$800 miliar pada 2024.

Kemudian pada Januari 2025, China hanya memiliki sebanyak US$760,8 miliar atau senilai Rp 12.758,62 triliun.

US Treasury selama ini menjadi symbol kedigydayaan dan "kesombongan" AS. Meski punya utang triliunan dolar, AS tetap dipandang sebagai tempat aman untuk investasi. Buat sebagian orang, ini kelihatan seperti kesombongan sistemik kaeena seolah dunia tak punya pilihan selain tetap percaya pada obligasi pemerintah AS.

MacroMicroFoto: World - Major Economies' Holdings of US Debt
Sumber: MacroMicro

US Treasury selama ini menjadi symbol kedigdayaan dan "kesombongan" AS. Meski punya utang triliunan dolar, AS tetap dipandang sebagai tempat aman untuk investasi. Fenomena ini kelihatan seperti kesombongan sistemik karena seolah dunia tak punya pilihan selain tetap percaya pada obligasi pemerintah AS.

Namun, apa yang terjadi dalam sepekan terakhir menunjukkan jika obligasi AS pun bisa diobral dan lambang kesombongan AS kini mulai luntur.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |