Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka di kasus pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gadungan yang mencoba memeras mantan Bupati Rote, Leonard Haning. Percobaan pemerasan ini melibatkan oknum aparatur sipil negara (ASN) di Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebagai informasi, awalnya tiga orang pria diamankan oleh penyidik KPK di sebuah hotel di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (6/2). Ketiganya diamankan oleh KPK setelah ketahuan memalsukan surat perintah penyidikan (sprindik) KPK yang ditujukan kepada Leonard Haning.
Ketiga orang pria tersebut, yakni AS (45), JFH (47), dan AA (40). Penyidik KPK kemudian melimpahkan perkara tersebut ke Polres Metro Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil pemeriksaan, salah satu yang sempat diamankan yakni AS dipulangkan dan berstatus sebagai saksi. AS dipulangkan karena tidak terbukti ikut dalam dugaan pemerasan tersebut.
Hasil pemeriksaan polisi kemudian berkembang. Kasus percobaan pemerasan terhadap Leonard Haning itu ternyata melibatkan seorang ASN pada Dinas Kehutanan (Dishut) Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Tersangka itu, yakni FFF (50). Dia berperan menyiapkan dokumen-dokumen terkait dugaan korupsi Dana Silpa dengan kerugian negara Rp 20 miliar, yang mana saat itu Leonard Haning menjabat sebagai bupatinya.
Ketiga tersangka yakni JFH, AA, dan FFF kini ditahan di Mapolres Metro Jakarta Pusat. Mereka terancam pidana 12 tahun penjara. Simak fakta-faktanya yang dirangkum detikcom, Sabtu (8/2/2025).
Tiga Orang Jadi Tersangka
Polisi menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus pemerasan bermodus pegawai KPK gadungan. Dari tiga orang tersangka, satu di antaranya adalah ASN di Dinas Kehutanan Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Jadi totalnya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tiga orang," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro kepada wartawan, Jumat (7/2).
Secara terperinci, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus merinci, tiga orang tersangka tersebut adalah JFH (47), AA (40), dan FFF (50). Tersangka FFF mengaku sebagai ASN di Pemprov NTT.
"Yang sebelumnya ditangkap dan sudah jadi tersangka itu inisial dua orang itu AA dan JFH. Satu lagi FFF. Keterangan dia (FFF), dinas di kehutanan Pemprov NTT. ASN iya," ujarnya.
Keterlibatan ASN Pemprov NTT
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP M Firdaus mengungkapkan peran tersangka FF, yang bekerja sebagai ASN di Dinas Kehutanan Pemprov NTT. FFF berperan menyiapkan sejumlah dokumen terkait dugaan korupsi dana Silpa yang kemudian dijadikan alat para tersangka untuk memeras Leonard Hening.
"Peran tersangka FFF, ASN di Dishut Provinsi NTT, perannya menyiapkan dokumen-dokumen terkait dan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan Bupati Rote, yaitu dalam anggaran dana Silpa yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 20 miliar dan mengirimkan kepada tersangka JFH," jelas Firdaus.
Baca informasi selengkapnya di halaman selanjutnya
Peran Dua Tersangka Lain
Polres Metro Jakarta Pusat menggelar konferensi pers terkait kasus pegawai KPK gadungan yang melibatkan oknum ASN Pemprov NTT. (Maualan Ilhami Fawdi/detikcom)
"Yang kedua, tersangka AA membuat surat penyelidikan, yang selanjutnya, meyakinkan kepada korban untuk menunjukkan screenshot percakapan WhatsApp terkait dengan surat perintah penyelidikan dan surat panggilan, yang ditujukan kepada mantan Bupati Rote," ucapnya.
Sedangkan tersangka JFH berpesan mengaku sebagai penyidik KPK. JFH juga bertugas meyakinkan korban dengan menunjukkan dokumen seolah-olah benar.
"Peran JFH, mengaku sebagai penyidik KPK yang menemui saksi Adelheid Da Silva, kemudian mengatakan bahwa saat ini sedang ada laporan atau penanganan di KPK, serta untuk meyakinkan hal tersebut, tersangka menjelaskan dan menunjukkan dokumen berupa surat bukti laporan atau dokumen lainnya, agar dipercaya bahwa benar ada proses di KPK terhadap mantan Bupati Rote," ujarnya.
Tersancam 12 Tahun Penjara
Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Metro Jakarta Pusat. Ketiganya dijerat dengan Pasal 51 juncto Pasal 35 UU ITE dan juga Pasal 263 KUHP
"Dengan ancaman pidana 12 tahun penjara," kata Firdaus.
Bunyi Pasal 35 UU ITE:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 51 UU ITE:
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Bunyi Pasal 263 KUHP:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Baca selanjutnya: modus operandi pegawai KPK gadungan
Catut Nama Ketua KPK di Profil WA
Polres Metro Jakarta Pusat menggelar konferensi pers terkait kasus pegawai KPK gadungan yang melibatkan oknum ASN Pemprov NTT. (Maualan Ilhami Fawdi/detikcom)
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP M Fridaus mengungkap modus operandi ketiga pegawai KPK gadungan tersebut. Untuk meyakinkan korban, salah satu tersangka memasang profil di nommer WhatsApp seolah-olah adalah pimpinan KPK.
"Tersangka AA membuat akun WhatsApp (seolah-olah) Ketua KPK Setyo dengan menggunakan handphone-nya dan menunjukkan kepada korban untuk meyakinkan bahwa dokumen sprindik dan surat panggilan itu adalah seolah-olah benar," kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakpus AKBP M Firdaus dalam konferensi pers di Polres Metro Jakpus, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (7/2).
Palsukan Sprindik Eks Bupati Rote
Polisi mengungkapkan, tersangka AA membuat surat perintah penyidikan (sprindik) berkop surat KPK balsu. Sprindik tersebut diedit dengan menggunakan aplikasi edit foto, Pixellab.
"Jadi modus operandi mereka melakukan pemalsuan Itu mereka menggunakan aplikasi Menggunakan aplikasi Pixellab. Mereka menggunakan aplikasi Pixellab dengan membuat surat undangan, khususnya amplopnya yang ada gambar KPK itu menggunakan aplikasi Pixellab," ujarnya.
"Jadi seakan-akan memang benar surat panggilan terutama amplopnya ini seakan-akan benar dan asli jadi inilah modus operandinya mereka," sambungnya.
Motif Pembuatan Sprindik Palsu
Adapun modus ketiga tersangka memalsukan sprindik KPK palsu ini adalah untuk memeras mantan Bupati Rote Leonard Haning. Akan tetapi, transaksional belum terjadi.
"Tujuan para tersangka ini untuk mendapatkan keuntungan dari tindak pidana pemalsuan ini. Jadi ini kan mereka masih berproses ya, seakan-akan mereka meyakinkan mantan Bupati Rote ini bahwasanya memang benar proses penyelidikan dan surat panggilan ini seakan-akan benar," kata Firdaus dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2025).
"Nah mungkin dari sprindik dan juga surat panggilan tersebut yang nantinya akan dilanjutkan dengan proses tahap selanjutnya, yang diharapkan orang ini mungkin transaksional ataupun negosiasi terkait dengan angka atau yang diduga terjadinya nantinya akan terjadi pemerasan," sambungnya.
Tim hukum Leonard Haning yang mendapatkan sprindik dan surat panggilan itu mengonfirmasi hal ini kepada KPK yang kemudian dinyatakan palsu. Para tersangka pun belum mendapatkan keuntungan dari permalusan dokumen tersebut.
"Mereka belum mendapatkan keuntungan apapun, dalam artinya mereka belum mendapat uang sepeserpun dari perbuatan pidana yang para tersangka lakukan," jelasnya.
(mea/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu