Dunia Dibuat Kaget! Harga Batu Bara Terbang Hampir 7%, Tembus US$ 100

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah sekian lama, harga batu bara kini kembali ke level US$100/ton dengan apresiasi yang signifikan selama sepekan terakhir.

Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara 29 April 2025 tercatat sebesar US$100/ton atau naik 1,46% apabila dibandingkan penutupan perdagangan 28 April 2025 yang sebesar US$99/ton.

Apresiasi ini juga memperpanjang kenaikan harga batu bara yang terjadi selama lima hari beruntun atau sejak 23 April 2025. Harga penutupan kemarin adalah yang tertinggi dalam delapan hari terakhir. Dalam lima hari, harga batu bara sudah terbang 6,7% atau hampir 7%. Padahal, harga batu bara sempat ambruk dengan penurunan mencapai 6,4%.

Dikutip dari oilprice.com, China masih membangun kapasitas pembangkit listrik bertenaga batu bara baru di luar negeri meskipun telah berjanji pada  2021 untuk menghentikannya dan fokus pada teknologi transisi.

Menurut laporan baru oleh lembaga pemikir iklim Global Energy Monitor, China terlibat dalam 88% proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru di negara-negara anggota BRICS yang baru.

"Perusahaan-perusahaan China mendukung 7,7 GW pembangkit listrik tenaga batu bara baru, yang hampir semuanya berada di Indonesia, meskipun Presiden Xi berjanji untuk mengakhiri dukungan terhadap proyek-proyek pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri," kata Global Energy Monitor.

Namun, China juga mendukung banyak kapasitas transisi, yang mencakup sekitar setengah dari kapasitas tenaga surya yang sedang dibangun, atau 947 MW, serta hampir 90% dari kapasitas tenaga angin, atau 601 MW. Anggota BRICS yang baru adalah Indonesia, Belarus, Bolivia, Kazakhstan, Kuba, Malaysia, Thailand, Uganda, Uzbekistan, dan Nigeria.

Proyek pembangkit listrik baru di seluruh anggota BRICS baru sebagian besar merupakan bentuk kapasitas hidrokarbon, lembaga pemikir iklim tersebut juga melaporkan, mencatat bahwa total kapasitas minyak, gas, dan batu bara yang sedang dibangun di 10 anggota baru berjumlah 25 GW.

Di sisi lain, kapasitas tenaga angin dan surya yang sedang dibangun hanya 2,3 GW. Hampir dua pertiga dari semua kapasitas baru yang sedang dibangun di anggota BRICS baru, hidrokarbon dan alternatif, merupakan perusahaan milik negara China, Global Energy Monitor juga melaporkan.

"Ada risiko nyata yang mengarahkan negara-negara ini ke jalan yang salah dengan berinvestasi pada batu bara, gas, dan minyak," kata manajer proyek Global Energy Monitor untuk Global Integrated Power Tracker milik lembaga pemikir tersebut kepada Reuters.

Laporan tersebut juga mengakui bahwa China, Brasil, dan India termasuk di antara para pemimpin global dalam bidang tenaga angin dan surya, tidak seperti anggota baru blok BRICS, yang mengandalkan batu bara, gas, dan minyak untuk pembangkit listrik.

BRICS secara keseluruhan memiliki dua kali lebih banyak tenaga angin dan surya yang sedang dibangun dan direncanakan dibandingkan dengan kapasitas pembangkitan berbasis hidrokarbon.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |