Jakarta -
DPR RI menutup 2025 dengan serangkaian langkah koreksi internal yakni menghapus tunjangan, memperkuat mekanisme etik, dan mempercepat legislasi. Berbagai kebijakan ini menandai era baru DPR di bawah kepemimpinan Puan Maharani untuk membangun kembali kepercayaan publik.
DPR RI tengah memasuki fase transformasi yang dipicu tuntutan publik. Respons terhadap demonstrasi mahasiswa, desakan '17+8', dan kritik atas fasilitas pejabat mendorong langkah-langkah pembenahan.
"Prinsipnya kami DPR akan terus berbenah dan memperbaiki diri. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat pasti akan kami jadikan masukan yang membangun," tutur Ketua DPR RI Puan Maharani, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah DPR yang paling mencuri perhatian adalah penghapusan tunjangan rumah dinas anggota sebesar Rp50 juta per bulan. Keputusan ini diambil setelah adanya aspirasi dari mahasiswa melalui aksi demonstrasi, meski kemudian menuai kritik.
Selain menghapus tunjangan perumahan, DPR juga menghapus tunjangan perumahan, listrik, telepon, komunikasi, dan transportasi, serta memberlakukan moratorium perjalanan dinas luar negeri kecuali undangan kenegaraan. Menurut pakar, langkah ini diperkirakan menghemat anggaran negara sedikitnya Rp260 miliar per tahun dalam APBN.
Kemudian, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menjatuhkan sanksi kepada Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya, sebagai bentuk penguatan mekanisme etik. Keputusan ini diambil karena respons mereka terhadap aksi demo dinilai kurang sensitif terhadap kondisi publik.
Di bidang legislasi, DPR RI juga sudah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang sebagai bagian dari reformasi peradilan. Kebijakan tersebut berkaitan langsung dengan tuntutan mahasiswa terkait akuntabilitas aparat penegak hukum.
DPR pun membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Aparat Penegak Hukum untuk memperkuat pengawasan terhadap Polri dan lembaga penegak hukum. Selain itu, dimasukkannya RUU Perampasan Aset ke Prolegnas Prioritas menegaskan komitmen DPR dalam reformasi hukum.
Selain itu, DPR juga semakin responsif terhadap isu-isu sosial, seperti harga pangan, perundungan, perlindungan anak dari kelompok radikal, hingga mitigasi bencana dan tanggap darurat bencana.
Dalam respons bencana, DPR mendesak Pemerintah mempercepat penanganan banjir dan longsor di Sumatera serta menindak perusahaan sawit dan tambang yang merusak ekologi dan biodiversitas.
DPR RI juga telah mengirimkan bantuan logistik seberat 15 ton yang terdiri dari mie instan, biskuit, beras dan telur untuk korban bencana Aceh-Sumatera yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad pada Minggu (30/11) lalu.
Untuk memastikan pemberian bantuan tepat sasaran, Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal turut ikut ke lokasi bencana mengantarkan bantuan sekaligus meninjau kondisi para korban.
Berbagai hal yang dilakukan DPR itu pun sejalan dengan upaya transformasi DPR yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.
"Saya sendiri yang akan memimpin Reformasi DPR," kata Puan pada awal September lalu.
Puan menegaskan DPR selalu terbuka untuk evaluasi dan berkomitmen melakukan transformasi kelembagaan agar selaras dengan harapan rakyat.
"Prinsipnya kami DPR akan terus berbenah dan memperbaiki diri. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat pasti akan kami jadikan masukan yang membangun," tuturnya.
Dalam sejumlah kesempatan, Puan menyampaikan permintaan maaf atas kekurangan DPR, termasuk atas sikap dan pernyataan beberapa anggota yang dinilai menyinggung publik.
Foto: Istimewa
Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas, menilai DPR tengah memasuki fase perubahan signifikan. Sejak September, DPR mulai menjalankan arah baru dalam merespons kritik publik.
"Saya melihat DPR RI memasuki fase koreksi yang cukup signifikan. Mulai dari gelombang demonstrasi mahasiswa, tuntutan '17+8' hingga kritik publik terhadap gaya hidup pejabat telah menjadi faktor pendorong munculnya langkah-langkah pembenahan internal," ucap Hairunnas.
Ia menilai, sejak September hingga Desember DPR menunjukkan pola baru dengan menjadikan kritik publik sebagai pemicu perubahan, bukan sebagai ancaman.
Hairunnas pun mengapresiasi langkah MKD DPR RI yang menjatuhkan skorsing kepada beberapa anggota DPR. Ia menilai hal ini menunjukkan mekanisme etik yang mulai berjalan secara lebih tegas.
"Dari perspektif kelembagaan, ini bukan sekadar sanksi individual, tetapi sinyal bahwa DPR mulai membangun budaya integritas yang lebih kuat," jelas Hairunnas.
Dalam hal anggaran, DPR dinilai juga telah melakukan koreksi dengan mengurangi jumlah titik reses dari 26 menjadi 22 per daerah pemilihan. Sebelumnya anggaran reses terakhir mencapai Rp702 juta per dapil.
Hairunnas menekankan pengurangan titik reses ini akan sangat berdampak nyata terhadap pengurangan fasilitas anggota dewan.
"Keputusan ini menunjukkan kesediaan DPR untuk meninjau ulang privilese dan struktur biaya internal salah satu tuntutan besar dalam gerakan '17+8'. Transparansi lebih lanjut tetap diperlukan, tetapi ini langkah awal yang memberi pesan positif," paparnya.
Di ranah legislasi, pengesahan KUHAP baru dipandang sebagai agenda krusial yang sejalan dengan tuntutan mahasiswa soal akuntabilitas aparat penegak hukum. Hairunnas menegaskan, pembaruan KUHAP merupakan bagian dari reformasi peradilan yang lama terhenti dan kini kembali relevan dengan aspirasi publik.
"Di sisi lain, DPR juga telah membentuk Panja Reformasi Aparat Penegak Hukum, yang sejalan dengan aspirasi mahasiswa untuk memperkuat oversight DPR terhadap POLRI dan penegak hukum lainnya," imbuh Peneliti Spektrum Politika Institute tersebut.
Lebih lanjut, masuknya RUU Perampasan Aset ke dalam Prolegnas Prioritas menjadi sinyal tambahan bahwa DPR mulai menyentuh akar permasalahan korupsi.
"Jika prosesnya berjalan serius, ini akan menjawab tuntutan publik mengenai pemberantasan korupsi yang lebih sistemik," sebut Hairunnas.
Ia juga menegaskan, konsistensi dan keberlanjutan reformasi perlu menjadi agenda utama DPR RI pada 2026. Hairunnas menilai banyak langkah DPR masih bersifat simbolik sehingga memerlukan pengawasan publik secara terus-menerus.
"Secara keseluruhan, 2025 dapat dibaca sebagai tahun perubahan arah. Ada kemajuan yang patut diapresiasi, tetapi juga pekerjaan rumah besar yang harus dijaga. Ini momentum yang tidak boleh hilang jika DPR ingin membangun kembali kepercayaan publik secara lebih substansial," pungkas Hairunnas.
(akn/ega)


















































