Ukuran Rumah Subsidi Maruarar Ditolak Hashim, Pengusaha Beri Saran Ini

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Luas rumah subsidi bakal semakin mengecil, hal itu terungkap dari draft Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Nomor/KPTS/M/2025. Dari draf aturan terbaru, luas bangunan rumah subsidi menjadi hanya 18-36 meter persegi, sedangkan luas tanahnya di 25-200 meter persegi.

Aturan tersebut memang belum memasukkan nomor keputusan yang dimasukkan, namun akan memuat aturan mengenai Batasan Luas Lahan, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait pun buka suara. Menurutnya luas lahan rumah subsidi yang tidak terlalu luas sangat sesuai dengan kebutuhan dan lahan yang semakin terbatas.

Kata dia dengan desain yang baik, rumah subsidi meskipun lahannya terbatas bisa dibangun bertingkat dan sesuai kebutuhan konsumen. Berdasarkan hasil kunjungannya ke lapangan, ternyata banyak konsumen yang membeli rumah subsidi ini masih single atau yang baru menikah. Selain itu desain rumah subsidi selama ini tidak banyak berubah sehingga tidak banyak pilihan bagi konsumen apalagi di kawasan perkotaan harga lahan semakin mahal.

"Sekarang saya mau lihat desain-desainnya. Bisa buat tingkat nggak? Soalnya tanahnya kan mahal. Masak kita kalah dari masalah? Kalau tanahnya mahal, selama ini ruang bisa dibangun tingkat jadi kita jangan mau kalah dari masalah? Desain-desain rumahnya dari dulu gitu-gitu aja. Kita bikin desain yang bagus. Nanti tunggu kejutannya. Saya akan expose desain-desain rumah yang bagus," tegas Ara dalam keterangannya.

Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.

Sebelumnya, dalam aturan lama luas bangunan terkecil rumah subsidi di 21 meter persegi, dan maksimalnya 36 meter persegi. Begitupun untuk luas tanah, minimum 60 meter persegi, namun kini berkurang menjadi 25 meter persegi. Dengan aturan lama, banyak pengembang perumahan yang membangun rumah dengan luas terkecil sebesar 21 meter persegi, utamanya di wilayah Bodetabek, namun ada juga yang membangun dengan luas 30 meter persegi.

Aturan lama tertuang dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 995/KPTS/M/2021 Tahun 2021 tentang Batasan Penghasilan Tertentu, Suku Bunga/Marjin Pembiayaan Bersubsidi, Masa Subsidi, Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah, Batasan Luas Tanah, Batasan Luas Lantai, Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dan Satuan Rumah Susun Umum, dan Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka.

Usulan ukuran rumah subsidi Maruarar pun tidak mendapatkan persetujuan dari Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo.

"Benar (tidak setuju rumah subsidi diperkecil) setelah saya konfirmasi ke beliau (Hashim) dan dari London Beliau mengucapkan tidak pernah ada menyetujui perubahan itu," kata Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Bonny Z Minang kepada CNBC Indonesia.


Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengembangan dan Pemasaran Rumah Nasional (Asprumnas) M. Syawali mengungkapkan bahwa luas bangunan 18 m2 pada rumah subsidi sebenarnya sudah pernah sejak lama.

"Dulu itu malah tahun 1996, luas bangunan rumah subsidi itu 18 m2 memang. Tapi akhirnya perkembangan kebutuhan kemanusiawian ditingkatkan menjadi 21 lah ya. 21 m2 itu usulan asosiasi," kata dia kepada CNBC Indonesia, Minggu (8/6/2025).

Padahal manusia memerlukan ruang yang cukup untuk bisa bergerak. Jika lebih kecil dari standar maka menimbulkan ketidaknyamanan karena terlalu sempit.

"Secara hitung-hitungan normal, kehidupan manusia itu kan setelah diteliti, satu orang nyawa membutuhkan 9 meter ruang. kalau 2, berarti yang 18 m2 oke, ideal, minimal kan itu. Ya makin besar kan lebih bagus," sebut Syawali

"Namun, dengan 18m2 itu diterapkan, jika mereka rumah tangga, punya anak, kan mjncul masalah lagi. Kemudian, kalaupun mau diperlebar lagi, kan nggak mungkin lagi ada. Karena Koefisien Dasar Bangunan (KDB)-nya itu dengan tanah 25m2, bangunan 18m2, itu kan udah lebih dari 60 persen KDB-nya. Nah, 18 aja itu udah keluar dari jalur KDB, jalur normal KDB," lanjutnya.

Ia pun tidak terlalu mempermasalahkan dengan luas bangunan sebesar 18m2. Namun pengembang mengusulkan agar luas tanah yang semula 60m2 menjadi 25m2 agar dikaji ulang.

"Luas bangunan 18 silahkan. Tapi luas tanah ya jangan 25 meter. Karena saat nanti anaknya tumbuh atau perlu ruang tamu lah, itu kan butuh tambahan 9 meter kan, luasannya Jadi 27m2. Kalau tanahnya 40m2 masih bisa, walaupun itu agak dipaksakan, tapi masih bisa," sebut Syawali.


(wur/wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Menteri Ara: Dana FLPP Untuk 350 Ribu Rumah Sudah Tersedia

Next Article Gerak Cepat Pemerintah Semua Orang RI Bisa Beli Rumah, Termasuk MBR

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |