Trump Sebut Tarif Rendah Bikin Depresi Besar, Ekonom Ungkap Faktanya

1 day ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu lalu mengumumkan babak baru tarif global. AS memberlakukan pungutan minimum 10% atas barang-barang yang diimpor dari berbagai negara di seluruh dunia. Menurutnya, kebijakan tarif itu diharapkan akan memperkuat ekonomi AS dan memperbaiki apa yang disebutnya sebagai "praktik perdagangan yang tidak adil."

Mengutip CNBC Make It, dalam sambutannya pada Rabu, Trump mengatakan krisis ekonomi global yang dikenal dengan sebutan The Great Depression atau Depresi Besar (1929-1939) tidak akan pernah terjadi jika AS mempertahankan kebijakan tarif yang kuat saat itu. Pemerintah AS kemudian disebutnya berusaha memberlakukan kembali tarif untuk menyelamatkan negara, tetapi tarif itu sudah tidak berlaku lagi.

Namun, klaim Trump tersebut dibantah oleh Dean Baker, ekonom senior dan salah satu pendiri Pusat Penelitian Ekonomi dan Kebijakan.

"Kami (AS) belum pernah mengakhiri kebijakan tarif sebelum Depresi Besar," katanya kepada CNBC Make It, dikutip Minggu (6/4/2025).

"Ada penurunan yang sederhana, dan itu terjadi beberapa dekade sebelumnya."

DPR AS memang mengesahkan Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley pada tahun 1930, yang menaikkan tarif untuk mencoba meningkatkan pendapatan federal dan mengakhiri Depresi Besar. Tetapi para sejarawan dan ekonom secara umum sepakat bahwa undang-undang tersebut memiliki efek sebaliknya, yakni itu memperparah kekacauan dan menaikkan harga-harga.

"Saya benar-benar tidak pernah mendengar ada orang yang mengatakan [kurangnya tarif menyebabkan Depresi] dan bahkan tidak dapat membayangkan bagaimana hal itu akan terjadi," kata Baker.

Gedung Putih tidak menanggapi permintaan komentar CNBC Make It.

Tarif gagal meringankan Depresi Besar

Ketika Senat AS meloloskan Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley pada tahun 1930, AS mengenakan tarif pada ribuan barang impor dalam upaya untuk mendukung petani Amerika yang berjuang untuk bersaing setelah produksi pertanian Eropa pulih setelah Perang Dunia pertama.

Beberapa undang-undang tarif sebelumnya difokuskan pada pertanian dan membantu petani Amerika, tetapi Smoot-Hawley mengambil langkah lebih jauh dan akhirnya menaikkan tarif di "semua sektor ekonomi," menurut Kantor Sejarawan Departemen Luar Negeri.

Namun, bea masuk tersebut menyebabkan perang dagang karena negara-negara menanggapi dengan menaikkan tarif mereka sendiri terhadap AS, yang pada akhirnya membekukan perdagangan internasional, sebagaiana dijelaskan Kantor Sejarah Senat.

Perdagangan global segera berakhir dan Depresi memburuk karena harga-harga barang penting seperti makanan meningkat.

"Hampir setiap ekonom setuju bahwa tarif Smoot-Hawley pada tahun 1930 memperburuk Depresi," kata Baker.

Bahkan pada saat itu, para ahli mendesak Presiden AS saat itu, Herbert Hoover untuk tidak menandatangani Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley menjadi undang-undang, dengan lebih dari 1.000 ekonom menandatangani petisi yang memohon kepadanya untuk tidak menandatanganinya. Namun Hoover tetap menandatanganinya.

Maju cepat ke tahun 2025. Sementara para ahli mengatakan ekonomi AS berada dalam posisi yang lebih baik daripada 100 tahun yang lalu, Baker mengatakan tarif Trump sudah mengancam pertumbuhan di masa depan dan "sangat meningkatkan risiko resesi."

Tarif berdampak langsung pada kantong masyarakat

Baker menjelaskan tarif dapat menyebabkan resesi dalam sejumlah cara. Pertama, tarif dapat berfungsi seperti pajak tambahan bagi konsumen.

"Ini adalah uang yang diambil langsung dari kantong masyarakat, sehingga mereka tidak punya banyak uang untuk dibelanjakan," katanya.

Selain tekanan dan ketidakpastian konsumen, bisnis dapat menarik kembali investasi hingga mereka memiliki gambaran yang lebih jelas tentang dampak tarif dan berapa lama tarif akan berlaku.

"Banyak orang menunda pembelian barang-barang mahal seperti mobil dan peralatan untuk menghindari tarif," tambah Baker.

Ia memperkirakan pengeluaran barang mahal akan melambat karena masyarakat "mengerem."

Lebih lanjut, Baker menilai kebijakan tarif ini kemungkinan tidak akan menghasilkan banyak pemenang.

"Akan selalu ada beberapa bisnis yang diuntungkan oleh hambatan perdagangan, tetapi ini akan menjadi minoritas," katanya.

Perusahaan yang tidak banyak menggunakan komponen impor mungkin bisa melewati periode ini dengan dampak minimal, tetapi Baker menyebut itu adalah kelompok yang relatif kecil.


(hsy/hsy)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bangga Produk Lokal, Fesyen Indonesia Mendunia

Next Article Viral Gerakan "4B" dari Korea hingga Amerika, Apa Maksudnya?

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |