Prancis Kena Hantam Fitch, Rating Jeblok-Utang Menggunung!

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Prancis kembali tersandung di panggung keuangan global. Fitch baru saja memangkas peringkat kredit negara itu dari AA- menjadi A+, level terendah dalam sejarah, di tengah krisis politik dan beban utang yang kian berat.

Langkah ini menjadi pukulan telak bagi Presiden Emmanuel Macron yang sudah diguncang lima pergantian perdana menteri dalam dua tahun terakhir.

Fitch memperingatkan defisit fiskal Prancis sulit kembali ke batas aman 3% dari PDB hingga 2029. Bahkan, rasio utang diproyeksikan naik dari 113,2% PDB pada 2024 menjadi 121% PDB pada 2027.

Dengan fragmentasi politik dan kegagalan adopsi anggaran ketat, investor kini menuntut imbal hasil lebih tinggi untuk memegang obligasi negeri Napoleon itu. Yield surat utang 10 tahun Prancis pun merangkak ke 3,47%, mendekati Italia yang selama ini dikenal sebagai pasien kronis zona euro.

Kondisi fundamental ekonomi sebenarnya tidak sepenuhnya suram. PDB Prancis masih tumbuh, mencapai US$3,16 triliun pada 2024, naik dari US$3,05 triliun di 2023. Namun, inflasi rendah dan suku bunga yang sedang dalam tren turun justru memperlihatkan paradoks: daya beli relatif terjaga, tapi kapasitas fiskal pemerintah menyempit akibat biaya bunga utang yang menumpuk.

Di sisi moneter, Bank Sentral Eropa (ECB) sudah mulai memangkas suku bunga sejak awal tahun. Dari level 3,15% pada Desember 2024, bunga acuan kini turun ke 2,15% pada September 2025. Artinya, ruang longgar bagi pembiayaan seharusnya tersedia. Sayangnya, ketidakpastian politik membuat relaksasi moneter tidak otomatis mengurangi risiko fiskal.

Inflasi justru mereda tajam. Data Agustus 2025 menunjukkan harga konsumen hanya naik 0,9% yoy, jauh di bawah rata-rata zona euro. Stabilitas harga ini seharusnya menjadi modal, tetapi Fitch menilai defisit struktural lebih mendesak daripada ancaman inflasi.

Sementara itu, neraca transaksi berjalan (current account) masih labil. Setelah sempat surplus di Februari-Maret 2025, defisit kembali melebar hingga -2,47 miliar euro pada Juli 2025. Tekanan eksternal ini makin memperlihatkan rapuhnya daya saing ekspor Prancis di tengah biaya energi dan politik yang bergejolak.

Dengan downgrade ini, PM baru Sébastien Lecornu menghadapi misi hampir mustahil: menyusun anggaran yang bisa diterima parlemen tanpa kehilangan dukungan internal Macron maupun oposisi. Negosiasi dengan Sosialis membuka opsi pajak baru untuk orang kaya, sementara konservatif mengancam hengkang jika reformasi pensiun dilunakkan.

Pasar kini menunggu giliran S&P Global yang akan merilis rating terbaru pada November. Jika peringkat kembali dipangkas, Prancis berpotensi masuk klub negara maju dengan status "under review," sejajar dengan Italia atau Spanyol di era krisis utang lalu.

CNBC Indonesian Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |