- Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam akhir pekan lalu, IHSG melemah, rupiah menguat hingga obligasi diburu investor
- Wall Street masih kompak melemah tipis akhir pekan lalu
- Libur pergantian tahun dan beberapa data ekonomi akan menjadi pendorong pasar hari ini hingga sepanjang pekan ke depan.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam pada perdagangan terakhir pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) harus melemah, namun berbeda dengan rupiah yang berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), serta pasar obligasi yang terpantau masih diburu investor.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan mampu menguat pada perdagangan awal pekan ini pasca libur perayaan natal dan menjelang pergantian tahun baru 2026. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Rabu (24/12/2025), IHSG ditutup melemah 0,55% ke level 8.537,91. Padahal, pada awal sesi perdagangan IHSG sempat menguat 0,31% hingga menyentuh 8.611,33, sebelum akhirnya berbalik tertekan hingga penutupan.
Total saham yang diperdagangkan mencapai 33,06 miliar lembar dengan frekuensi 2,52 juta kali transaksi.
Seiring pelemahan tersebut, kapitalisasi pasar ikut terkoreksi menjadi Rp15.603 triliun. Di tengah tekanan IHSG, investor asing justru mencatatkan net buy sebesar Rp2,08 triliun di seluruh pasar.
Dari sisi sektoral, 8 dari 11 sektor tercatat melemah. Pelemahan terdalam terjadi pada sektor basic materials yang turun 1,59%, diikuti sektor energi yang melemah 1,14%, serta sektor transportasi dan logistik yang terkoreksi 1,00%.
Sementara itu, 3 sektor mampu bertahan di zona hijau, yakni sektor properti yang menguat 0,38%, diikuti consumer non-siklikal naik 0,20%, serta sektor infrastruktur yang menguat 0,16%.
Dari sisi emiten, PT Barito Pacific (BRPT) menjadi pemberat utama IHSG setelah harga sahamnya terkoreksi 4,57%, dengan kontribusi -8,90 indeks poin. Tekanan juga datang dari PT Bumi Resources Minerals (BRMS) yang turun 6,06% dengan bobot -8,49 indeks poin, serta PT DCI Indonesia (DCII) yang melemah 2,70% dan menyumbang -6,54 indeks poin.
Di sisi lain, saham PT MD Pictures (FILM) tampil impresif dengan lonjakan 9,60%, sehingga mampu menahan pelemahan IHSG lebih dalam dengan kontribusi 8,45 indeks poin. Penguatan juga ditopang oleh PT Astra International (ASII) dan PT Mora Telematika Indonesia (MORA) yang masing-masing menyumbang 5,30 dan 2,35 indeks poin.
Beralih ke pasar valuta asing, rupiah mencatatkan kinerja berlawanan arah dengan pasar saham. Mengutip data Refinitiv, rupiah pada perdagangan terakhir, Rabu (24/12/2025) menguat 0,09% ke posisi Rp16.750/US$.
Penguatan tersebut berlanjut sejak pembukaan perdagangan pagi hari, dengan rupiah bergerak dalam rentang Rp16.740-Rp16.755 per dolar AS sepanjang sesi.
Penguatan rupiah pada perdagangan terakhir pekan ini seiring dengan dorongan dari pelemahan dolar AS di pasar global. Tekanan terhadap greenback tercatat berlanjut dalam tiga sesi perdagangan terakhir, mencerminkan menurunnya minat investor terhadap aset berdenominasi dolar.
Melemahnya dolar AS terjadi seiring meningkatnya ekspektasi pasar akan berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), pada tahun depan. Kendati data terbaru menunjukkan perekonomian AS masih tumbuh solid, sentimen pasar tetap mengarah pada prospek penurunan suku bunga, menyusul munculnya tanda-tanda pelemahan di pasar tenaga kerja.
Data terbaru mencatat produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal terakhir tumbuh 4,3% secara tahunan, melampaui proyeksi pasar sebesar 3,3%. Meski demikian, capaian tersebut belum cukup untuk menopang pergerakan dolar, lantaran pelaku pasar menilai fokus kebijakan The Fed ke depan akan lebih diarahkan pada menjaga momentum pertumbuhan dan stabilitas pasar tenaga kerja.
Saat ini, pasar memperkirakan peluang sekitar 87% bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya pada pertemuan akhir Januari mendatang. Di sisi lain, kontrak berjangka suku bunga AS menunjukkan bahwa pemangkasan suku bunga berikutnya baru berpotensi dilakukan pada Juni, dengan ekspektasi dua kali penurunan masing-masing 25 basis poin sepanjang 2026.
Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun tercatat turun 0,33% ke level 6,120%. Sebagai catatan, pelemahan imbal hasil mengindikasikan meningkatnya minat investor untuk kembali memburu SBN.


















































