Jakarta -
Selepas persidangan dengan agenda pembacaan putusan praperadilan yang diajukan tersangka Khariq Anhar terkait dugaan penghasutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), sempat terjadi keributan saat polisi mengambil alat peraga yang dibawa massa pendukung Khariq. Pihak kepolisian pun menegaskan bahwa hal tersebut dilakukan untuk menjaga marwah pengadilan.
Khariq Anhar merupakan mahasiswa Universitas Riau yang ditetapkan sebagai tersangka terkait penghasutan demo yang berujung ricuh beberapa waktu lalu. Singkatnya dia mengajukan praperadilan terkait status tersangka serta penyitaan tetapi hakim PN Jaksel menolak dalam persidangan yang berlangsung pada Senin, 27 Oktober 2025.
Sejumlah massa tampak berada di PN Jaksel sembari membawa alat peraga seperti poster. Mereka melakukan aksi solidaritas sembari berteriak meminta agar Khariq dibebaskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selepas putusan dibacakan, petugas pengamanan dalam (pamdal) PN Jaksel yang dibantu pihak kepolisian tampak mengarahkan agar massa keluar dari ruang sidang. Namun saat itu terjadi cekcok mulut.
Kapolsek Pasar Minggu Kompol Anggiat Sinambel yang juga berada di lokasi mencoba melerai. Pada momen tersebut, Kompol Anggiat juga berusaha mengambil poster yang dibawa massa yang berujung protes dari massa tersebut.
Berkaitan dengan hal itu, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicolas Ary Lilipaly memberikan penjelasan. Kompol Anggiat juga buka suara.
"Kapolsek Pasar Minggu lagi memberikan pelayanan pembacaan putusan di PN Jakarta Selatan terkait sidang praperadilan," kata Nicolas kepada wartawan, Senin (27/10/2025).
"Kita bukan arogan, itu kan SOP, kita menjalankan SOP. Pamdal nggak berani ambil, kita yang ambil. Kan nggak boleh bawa spanduk apa poster di persidangan, kapan sidangnya? Kita menjaga marwah persidangan," ujar Anggiat.
Diketahui bahwa Mahkamah Agung (MA) pernah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan. Salah satu poinnya menyebutkan bahwa pengunjung dilarang membuat kegaduhan di dalam maupun di luar sidang. Selain itu ada larangan juga terkait spanduk atau brosur.
"Dilarang menempelkan pengumuman/spanduk/tulisan atau brosur dalam bentuk apapun di lingkungan pengadilan tanpa ada izin tertulis dari ketua pengadilan negeri," demikian bunyi salah satu poin dalam surat edaran tersebut.
(mea/dhn)


















































