Meski Pasar Volatil, Cuan Saham Blue Chip Ini Tetap Kalahkan Deposito

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam kondisi penuh ketidakpastian, investor cenderung melakukan diversifikasi investasi dengan berburu deposito yang aman. Benarkah predikat saham blue chip kian tak relevan ketika pasar sedang fluktuatif?

Berdasarkan analisis historis, instrumen saham khususnya blue chip, secara jangka panjang justru mampu memberikan return yang lebih tinggi daripada investasi konvensional seperti deposito.

Sebagai contoh, saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang terhitung sebagai saham blue chip paling kuat di antara saham perbankan besar, karena masih defensif terhadap volatilitas dan tekanan pasar.

Sepanjang tahun berjalan (year to date/YTD) hingga akhir pekan ini (19/12/2025), saham BBNI ditutup di Rp4.340/saham atau hanya melemah 0,23% sejak awal tahun (YtD). Torehan ini jauh lebih stabil dari saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang ditutup di level Rp8.050 atau terkoreksi hingga 16,80% sejak awal tahun.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), saham BBNI dalam 5 tahun terakhir menguat di kisaran 31% (dari Rp3.300/saham pada Desember 2020 menjadi Rp4.340/unit pada Desember 2025).

Return sebesar 31% itu, setelah dikurangi faktor biaya dan pajak, hanya berkurang menjadi sekitar 30%.

Harap dicatat, penjualan saham di bursa efek berujung pada pajak penghasilan (Pph) final 0,1%, biaya broker rata-rata 0,25% dan pajak penjualan (PPN) 12% (dari fee broker).

Sebagai contoh: dana investasi Rp10 juta pada tahun 2020, jika dipakai untuk membeli saham BBNI bakal berujung pada keuntungan senilai Rp3,3 juta jika disimpan 5 tahun (karena harganya naik 31%). Jika kita jual sekarang, maka nilai penjualan saham BBNI adalah Rp13,1 juta.

Namun mari kita hitung investment cost-nya untuk mengetahui keuntungan riilnya.

Biaya transaksi saham di bursa meliputi pajak penghasilan (Pph) final 0,1% (dari nilai penjualan Rp13,1 juta, alias Rp13.100), lalu biaya broker yang rata-rata sebesar 0,25% (dari Rp13,1 juta, atau setara Rp32.750), serta pajak penjualan (PPN) 12% (dari fee broker, atau sebesar Rp3.930).

Pada kurun waktu yang sama, deposito sebagai tujuan investasi jangka panjang yang dianggap paling aman membagikan keuntungan sekitar 20% (setelah terpotong Pph final 20%).

Deposito berjangka waktu 5 tahun di Indonesia pada tahun 2020 membagikan suku bunga di kisaran 5%, yang berarti dana Rp10 juta jika pada 2020 ditanam ke deposito berjangka waktu 5 tahun, berujung pada keuntungan akumulatif Rp2,5 juta, atau kalah jauh dari keuntungan saham BBNI.

Jika investment cost deposito dihitung, yakni PPh final sebesar 20% dari bunga (setara Rp500.000, dari total pendapatan bunga Rp2,5 juta) maka keuntungan akhir deposito sangat jauh, yakni hanya Rp2 juta alias selisih sekitar Rp 1juta dari keuntungan saham BBNI.

Lebih lanjut lagi, memegang saham BBNI juga akan memberikan dividen kepada pemegang saham. Dengan asumsi investor memiliki 30 lot saham BBNI, maka dari akhir Desember 2025, total dividen yang diterima mencapai Rp 3.712.980 dari total dividen selama lima tahun senilai Rp 1.237,66 per saham.

Apabila diinvestasikan kembali ke pasar modal, dividen saham tidak dikenai pajak. Namun jika ditarik menajdi uang tunai akan kena pajak 10% yang artinya keuntungan bersih dari dividen mencapai Rp3.341.682.

Artinya ditambah dengan dividen dan keuntungan capital gain, saham BBNI dalam 5 tahun memberikan keuntungan bersih hingga 63% atau setara return bersih 12,6% setahun.

Posisi Fundamental Kuat

Koreksi BNI yang relatif dangkal di tengah tekanan pasar ini menunjukkan bahwa saham blue chip bergerak sesuai dengan kondisi fundamental yang ditunjukkan perusahaan penerbit saham tersebut di sektor riil secara organik.

Dengan rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio (LDR) rendah di angka 86,9%, serta cost of fund yang menurun dan kualitas aset yang membaik, BNI dianggap siap memasuki siklus pemulihan pada tahun 2026.

Laporan Bahana Sekuritas dan Ciptadana Sekuritas menilai BNI memang memiliki fondasi kuat menjadi pemimpin siklus pemulihan bank pada 2026. Prediksi tersebut terutama setelah keberhasilan BNI dalam 5 tahun dalam beberapa program jangka panjang.

Program-program tersebut adalah menurunkan eksposur risiko kredit, risiko operasional, dan risiko portofolio (de-risking) yang menurunkan cost of credit menjadi 1% dan menjaga angka pinjaman tidak lancar (NPL) stabil di 2%.

Pencapaian ini menunjukkan bahwa fondasi risiko BNI kini jauh lebih sehat dan stabil. Stabilitas inilah yang pada akhirnya menjadi faktor utama yang membuat saham BNI tetap menarik bagi investor jangka panjang dan menyandang status sebagai salah satu saham bluechip.

Tidak heran, konsensus 35 analis yang dikompilasi Stockbit memberi target harga rata-rata pada Rp5.120 untuk saham BBNI 12 bulan ke depan, yang mengindikasikan potensi kenaikan hingga 18% dari harga akhir pekan ini di Rp4.340 (19/12/2025).

Dari sisi valuasi, rasio harga per nilai buku (price to book value/PBV) saham BBNI kini berada di kisaran 0,97 kali.

(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |