Korban Baru Tarif Trump: Aktivitas Pabrik di China Terjun Bebas

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas pabrik di China mengalami kontraksi pada laju tercepat dalam 16 bulan pada April 2025. Menurut laporan terbaru, survei pabrik aktivitas yang anjlok terjadi setelah penetapan tarif oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Laporan Reuters pada Rabu (30/4/2025), mengutip data Biro Statistik Nasional (NBS), menyebut indeks manajer pembelian (PMI) resmi China turun menjadi 49,0 pada April dibandingkan dengan 50,5 pada Maret.

Ini merupakan angka terendah sejak Desember 2023 dan meleset dari perkiraan median 49,8 dalam jajak pendapat Reuters.

PMI nonmanufaktur, yang mencakup jasa dan konstruksi, turun menjadi 50,4 dari 50,8, tetapi tetap berada di atas angka 50 yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi.

Zhao Qinghe, seorang ahli statistik NBS, mengatakan bahwa penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh "perubahan tajam dalam lingkungan eksternal (China)," dalam sebuah catatan yang menyertai rilis tersebut.

Sebuah survei sektor swasta terpisah yang juga dirilis pada Rabu menunjukkan penurunan tajam dalam pesanan ekspor baru dan aktivitas pabrik secara keseluruhan melambat. Selain itu, yuan China sedikit melemah terhadap dolar setelah rilis data tersebut.

"Penurunan tajam dalam PMI kemungkinan melebih-lebihkan dampak tarif karena efek sentimen negatif, tetapi tetap menunjukkan bahwa ekonomi Tiongkok mengalami tekanan karena permintaan eksternal menurun," kata Zichun Huang, Ekonom China di Capital Economics.

"Meskipun pemerintah meningkatkan dukungan fiskal, hal ini tidak mungkin sepenuhnya mengimbangi hambatan tersebut, dan kami memperkirakan ekonomi hanya akan tumbuh 3,5% tahun ini."

Huang menambahkan bahwa sikap negatif di antara responden survei "mungkin membesar-besarkan dampak tarif," dengan mencatat bahwa "indeks pesanan ekspor baru turun kembali ke level terendah, selain gangguan COVID-19, sejak April 2012."

Keputusan Presiden AS Trump untuk mengenakan bea masuk sebesar 145% kepada Beijing muncul di saat yang sangat sulit bagi China, yang tengah berjuang melawan deflasi akibat pertumbuhan pendapatan yang lambat dan krisis properti yang berkepanjangan.

Beijing sebagian besar mengandalkan ekspor untuk menopang pemulihan ekonomi yang rapuh sejak berakhirnya pandemi dan baru mulai mengambil langkah untuk meningkatkan permintaan domestik pada akhir tahun lalu.

Dana Moneter Internasional, Goldman Sachs, dan UBS baru-baru ini merevisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi mereka untuk China selama 2025 dan hingga 2026, dengan alasan dampak tarif AS. Tidak satu pun dari mereka memperkirakan ekonomi akan mencapai target pertumbuhan resmi Beijing.


(tfa/tfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Diam-diam, China Mulai Melonggarkan Tarif Impor

Next Article 56 Negara Resmi Dapat Penundaan Tarif Balasan Trump, Ada Indonesia?

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |