Jaksa: Kadis Samosir Tersangka Korupsi Bantuan Rp 1,5 M Bungkam Saat Diperiksa

3 hours ago 1
Jakarta -

Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir menetapkan Kepala Dinas Sosial dan Pemerintahan Masyarakat Desa (PMD) Samosir, FAK, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bantuan bencana. Jaksa menyebut FAK menolak memberi keterangan.

Hal itu disampaikan Kajari Kabupaten Samosir, Satria Irawan, saat ditanya soal penggunaan uang diduga hasil korupsi oleh FAK. Dia mengatakan penyidik masih belum mengetahui aliran uang itu karena FAK tak bersedia diperiksa.

"Sampai saat ini, penyidik belum menemukan fakta hukum terkait penggunaan uang tersebut dikarenakan tersangka (FAK) belum bersedia diperiksa sebagai tersangka," kata Satria, Senin (29/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satria mengatakan FAK telah diberi hak untuk didampingi pengacara. Namun, katanya, FAK masih bungkam saat dimintai keterangan.

"Ketika ditetapkan sebagai tersangka, tersangka sudah diberikan hak untuk didampingi penasihat hukum untuk diperiksa. Namun tersangka menolak memberi keterangan," ujar Satria.

"Pada saat dijadwalkan kembali untuk diperiksa dengan didampingi penasihat hukum yang ditunjuk tersangka, tersangka tetap menolak untuk memberi keterangan sampai saat ini," ujarnya.

Duduk Perkara

FAK diduga mengubah sepihak cara penyaluran bantuan korban bencana alam sebesar Rp 1,5 miliar. Bantuan seharusnya berupa uang tunai Rp 5 juta, namun diubah sepihak dengan barang senilai Rp 3 juta.

Satria mengatakan Kementerian Sosial awalnya memberikan bantuan Rp 5 juta per keluarga terdampak bencana. Dia mengatakan Kemensos menggelontorkan dana Rp 1.515.000.000 untuk 303 keluarga korban bencana banjir bandang di Samosir pada tahun 2024.

"Bahwa pada tahun 2024, 303 kepala keluarga yang terkena dampak banjir di tiga desa di Kecamatan Harian, Samosir, menerima bantuan uang sebesar Rp 5.000.000 per KK dari Kementerian Sosial Republik Indonesia," jelas Satria.

FAK, selaku pengawas dan pemantau program bantuan tersebut, diduga mengubah cara penyaluran dana menjadi bentuk barang. FAK diduga menunjuk BUMDes-MA Marsada Tahi selaku penyedia barang yang akan disalurkan kepada korban.

"Barang yang dibelikan atau disalurkan ke masyarakat harganya sekitar Rp 3 juta sampai Rp 3,5 juta setiap KK-nya," tutur Satria.

Pengacara Bantah Kasus Dugaan Korupsi

Pengacara FAK, Dwi Natal Ngai Sinaga, menyatakan peningkatan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan pada 1 Juli 2025 dilakukan ketika hasil audit kerugian keuangan negara belum tersedia. Dia mengatakan harusnya penetapan tersangka dilakukan setelah ada perhitungan kerugian negara.

"Peningkatan status perkara tersebut dilakukan ketika belum ada hasil audit kerugian keuangan negara. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan dari aspek hukum acara pidana," kata Dwi Natal Ngai Sinaga dilansir Antara.

Pengacara juga membantah dugaan penerimaan fee sebesar 15% oleh kliennya. Menurut mereka, tuduhan tersebut tidak disertai bukti.

"Jika benar ada fee, tentu terdapat pihak yang memberi dan menerima. Namun menjadi pertanyaan mengapa hanya klien kami yang ditetapkan sebagai tersangka, sementara pihak lain tidak," kata pengacara FAK lainnya, Rudi Zainal Sihombing.

(ond/haf)


Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |