- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam, IHSG melemah sementara rupiah justru perkasa
- Wall Street libur, sementara bursa Eropa menguat dan Asia berakhir beragam
- Aksi demo, data inflasi hingga PMI serta kabar dari Amerika Serikat akan menjadi sentimen pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air berjalan tak seirama. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melemah, namun rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru menguat. Pergerakan tak seragam ini terjadi di tengah aksi demonstrasi pada 1 September 2025 di sejumlah kota berlangsung yang lebih kondusif.
Dalam pekan ini, pasar keuangan Tanah Air hanya dibuka dalam empat hari perdagangan, dikarenakan pada Jumat (5/9/2025) merupakan hari libur nasional untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Pergerakan pasar keuangan diperkirakan akan sangat volatile dan IHSG diperkirakan akan bergerak di zona penguatan hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin (1/9/2025)ditutup melemah 1,21% di level 7.736,07.
Pada perdagangan intraday kemarin, IHSG sempat menyentuh level 7.547,56. Namun, pada akhirnya IHSG mampu ditutup lebih tinggi dengan transaksi yang cukup ramai.
Sebanyak 557 saham turun, 185 naik, dan 214 stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp 23,32 triliun. Sebanyak 37,27 miliar berpindah tangan dalam 2,29 juta kali transaksi. Asing mencatat net sell sebesar Rp 2,16 triliun pada perdagangan kemarin.
Mengutip Refinitiv, hanya sektor kesehatan yang berada di zona positif dengan penguatan 1,5%. Sementara itu teknologi merosot paling dalam, yaitu 3,08% dan diikuti finansial turun 1,75%.
Sektor teknologi turun paling dalam seiring dengan saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang merosot 5,31% ke level 322.400. DCII tercatat menjadi pemberat utama dengan bobot indeks poin -19,5.
Kemudian sejumlah saham bank juga ikut menyeret IHSG ke zona merah. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyumbang -14,83 indeks poin, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) -10,5 indeks poin, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) -7,14 indeks poin, dan PT Barito Renewables Energy (BREN) -4,74 indeks poin.
Anggota Dewan Komisioner OJK Inarno Djajadi meminta investor betul-betul bijak dalam berinvestasi dan tidak berdasarkan rumor, melainkan fakta-fakta yang utama.
OJK juga menegaskan, pihaknya masih tetap memberlakukan ketentuan pembelian kembali saham (buyback) tanpa adanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan ini sendiri diambil ketika IHSG beberapa waktu lalu mengalami penurunan dalam.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengatakan bahwa pasar saham dipengaruhi oleh dua hal, yakni fundamental dan persepsi. Menurutnya saat ini pasar disengat oleh sentimen persepsi.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (1/9/2025) ditutup menguat 0,45% di level Rp16.410/US$1. Penguatan ini sekaligus menjadi sinyal positif bagi rupiah setelah tekanan besar pekan lalu.
Penguatan rupiah ditopang oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik.
Dari dalam negeri, dukungan datang dari intervensi Bank Indonesia (BI) yang terus menjaga stabilitas nilai tukar. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Erwin Gunawan Hutapea, menegaskan BI berada di pasar untuk memastikan rupiah bergerak sesuai fundamental.
"Bank Indonesia terus memperkuat langkah-langkah stabilisasi, termasuk intervensi NDF di pasar off-shore dan intervensi di pasar domestik melalui transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Erwin menambahkan, BI juga membuka akses likuiditas bagi perbankan melalui berbagai instrumen, termasuk repo, FX swap, pembelian SBN di pasar sekunder, serta lending/financing facility.
Langkah ini sekaligus memberi keyakinan tambahan kepada pelaku pasar bahwa rupiah tetap akan terjaga stabil di tengah gejolak politik dalam negeri.
Dari eksternal, dolar AS melemah karena investor memilih bersikap wait and see menanti rilis serangkaian data tenaga kerja Amerika Serikat pekan ini, termasuk laporan utama nonfarm payrolls Agustus yang akan diumumkan Jumat (5/9/2025). Data ini akan menjadi penentu besaran pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) pada FOMC 16-17 September.
"Pasar akan sangat memperhatikan rilis data tersebut untuk menilai kondisi pasar tenaga kerja. Jika data menunjukkan pelemahan, maka ekspektasi pemangkasan suku bunga akan meningkat, dan ini akan memberi petunjuk apakah pemangkasan hanya 25 basis poin atau bahkan bisa lebih besar 50 basis poin," ujar Carol Kong, currency strategist di Commonwealth Bank of Australia, dikutip dari Reuters.
Menurut CME FedWatch Tool, peluang The Fed memangkas suku bunga 25 basis poin bulan ini sudah mencapai 87,6%.
Namun di luar ekspektasi kebijakan moneter, dolar juga dibebani isu independensi The Fed menyusul upaya Presiden AS Donald Trump memecat Gubernur Lisa Cook, serta ketidakpastian soal keberlanjutan kebijakan tarif setelah pengadilan banding AS menyatakan sebagian besar tarif Trump ilegal.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (1/9/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun menguat 0,04% di level 6,1934%.
Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Pages