Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara bangkit setelah sempat turun tipis pada Rabu.
Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Kamis (6/11/2025) menembus US$ 114,7 per ton atau menguat 0,92%.
Harga hari ini adalah yang tertinggi sejak 8 Agustus atau tiga bulan terakhir.
Harga batu bara termal impor China naik karena pasar domestik mengalami lonjakan permintaan dan ketatnya pasokan. Lonjakan konsumsi listrik akibat cuaca lebih dingin dari normal serta peningkatan aktivitas industri memicu utilitas listrik China meningkatkan pembelian batu bara, termasuk dari pasar luar negeri.
Di pasar domestik, harga batu bara tambang mulut (mine-mouth) dan pasar spot di pelabuhan utama seperti Qinhuangdao dan Caofeidian mengalami kenaikan tajam.
Hal ini terjadi karena pasokan dari tambang lokal menipis, beberapa wilayah tambang menerapkan pembatasan produksi demi keselamatan, serta gangguan transportasi dari jalur kereta tertentu.
Akibatnya, utilitas dan trader China beralih ke batu bara impor, terutama dari Indonesia, Rusia, dan Mongolia. Permintaan yang meningkat ini mendorong harga impor di pelabuhan utara China menguat.
Importir bersaing mendapatkan kargo untuk pengiriman November-Desember, sehingga harga CFR (Cost & Freight) China untuk berbagai kalori naik. Selain faktor permintaan, pelemahan yuan terhadap dolar turut menambah tekanan biaya impor.
Harga batu bara termal di pelabuhan-pelabuhan utama China bahkan naik ke level tertinggi dalam setahun (intra-year high) karena para trader dan utilitas meningkatkan pembelian dengan ekspektasi bahwa pasokan akan semakin ketat dalam beberapa pekan ke depan.
Kenaikan harga terjadi terutama untuk batu bara 5,500 Kcal/kg dan 5,000 Kcal/kg di pelabuhan Qinhuangdao, Caofeidian, dan Jingtang. Sentimen pasar menguat karena stok pelabuhan turun dan cuaca musim dingin mulai mendorong konsumsi listrik.
Trader melakukan front-loading purchases karena memperkirakan output tambang akan ditekan oleh inspeksi keselamatan & kebijakan stabilisasi.
Potensi pengetatan transportasi batu bara akibat cuaca dingin menambah kekhawatiran supply.
Trader melaporkan bahwa persediaan di pelabuhan menurun dan tingkat inventori pembangkit listrik juga lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, sehingga utilitas lebih agresif mengamankan stok menjelang puncak musim dingin.
Dalam beberapa hari terakhir, harga batu bara termal di area tambang (mine-mouth) China juga melonjak tajam karena pembatasan produksi dan pengetatan pasokan di beberapa provinsi penghasil utama seperti Shanxi, Shaanxi, dan Mongolia Dalam.
Regulasi keselamatan tambang yang lebih ketat serta inspeksi pemerintah membuat sejumlah tambang mengurangi output atau menghentikan produksi sementara.
Pengurangan pasokan ini terjadi ketika permintaan dari pembangkit listrik dan industri tengah meningkat menjelang musim dingin. Akibatnya, harga batu bara di lokasi tambang naik beberapa yuan per ton dalam beberapa hari, dan seller menjadi lebih agresif dalam penawaran harga.
Selain itu, kendala logistik seperti keterbatasan kapasitas angkutan kereta, antrian gerbong, dan cuaca buruk yang mengganggu pengiriman semakin memperparah ketatnya suplai dari tambang ke pelabuhan.
Pembangkit listrik dan trader terpaksa mencari pasokan dari provinsi lain atau memperbesar pembelian impor sebagai alternatif. Kenaikan harga di tambang juga mulai mendorong kenaikan harga di pelabuhan utama China.
Selain China, permintaan dari India meningkat signifikan akibat pengisian ulang stok pembangkit listrik dan kenaikan harga domestik yang membuat impor lebih menarik. Di pasar Atlantik, utilitas Eropa meningkatkan pembelian setelah penurunan stok dan antisipasi cuaca lebih dingin.
Di sisi pasokan, beberapa faktor menekan pasokan global. Di antaranya cuaca buruk & masalah logistik di Indonesia dan Australia menghambat pengiriman.
Gangguan produksi di Afrika Selatan dan Kolombia akibat isu teknis & mogok kerja.
Ekspor RI Diramal Jeblok "Prediksinya akan turun sekitar 20-30 juta lah dibanding tahun lalu. Tahun lalu kan 500-an juta," kata Surya ditemui usai acara Coalindo Coal Conference, dikutip Kamis (6/11/2025). Menurut dia, penurunan ekspor terjadi salah satunya disebabkan oleh meningkatnya kapasitas produksi batu bara di negara China yang merupakan pasar utama RI. "Kalau dilihat sekarang produksi China naik. China juga impornya agak turun. India sih agak stabil. China terutama ya," ungkapnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi ekspor batu bara RI ke negara tujuan seperti China dan India pada tahun ini bakal menyusut 20-30 juta ton. Terutama apabila dibandingkan dengan realisasi ekspor batu bara RI pada tahun lalu.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) ESDM Surya Herjuna menjelaskan realisasi ekspor batu bara RI pada tahun 2024 mencapai sekitar 555 juta ton.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)


















































