Hakim terdakwa kasus suap vonis lepas perkara minyak goreng (migor), Djuyamto, mengatakan ada banyak intervensi terkait perkara tersebut. Djuyamto mengaku sempat ditawari Rp 20 miliar untuk mengabulkan eksepsi perkara migor tersebut.
Mulanya, Djuyamto mengatakan intervensi itu langsung datang kepadanya setelah ditunjuk sebagai ketua majelis yang menangani perkara migor. Namun, Djuyamto mengaku tidak menerima tawaran Rp 20 miliar untuk mengabulkan eksepsi perkara tersebut.
"Ini bagaimana ini bisa tiba-tiba ada keterangan Saudara di BAP (berita acara pemeriksaan) ini, ada uang penawaran Rp 20 miliar, keterangan siapa?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan waktu itu kenapa muncul angka 20 itu, itu sebetulnya seingat saya, ini saya buka Yang Mulia. Itu pasca saya ditunjuk sebagai ketua majelis, perkara sudah masuk ke eksepsi dari penuntut umum. Jadi selain dari katakanlah upaya-upaya yang kemarin sudah kita dengar dari pihak Pak Wahyu (Gunawan), kemudian dari Pak Rudi (Suparmono), sebetulnya ada dari banyak pihak yang berupaya intervensi ke saya khusus untuk perkara eksepsi, untuk kabulkan eksepsi tapi saya dan saya ingat termasuk ada yang menawarkan saya itu (Rp 20 miliar) tapi saya tidak mau," jawab Djuyamto yang diperiksa sebagai saksi mahkota yakni terdakwa yang bersaksi untuk terdakwa lainnya.
Djuyamto mengatakan tawaran Rp 20 miliar untuk mengabulkan eksepsi itu bukan dari mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
"Maksudnya yang menawarkan ini masih (Wahyu)?" tanya jaksa.
"Bukan, bukan Wahyu," jawab Djuyamto.
"Tapi untuk kepentingan perkara migor juga?" tanya jaksa.
"Iya, eksepsi minta dikabulkan," jawab Djuyamto.
"Kabulkan, kan termasuk kemarin juga kan yang sudah diterangkan oleh Pak Rudi (Suparmono) kan juga sama seperti itu," tambah Djuyamto.
Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.
Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.
Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
(mib/fca)