Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi. Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta, Prof. Juanda, menilai aturan itu mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau kita melihat Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia itu maka semangatnya dalam rangka untuk memperjelas dan menegaskan bahwa ada hal yang perlu diatur yang berkaitan dengan putusan MK 114/PUU-XXIII/2025," kata Prof Juanda kepada wartawan, Minggu (15/12/2025).
MK sebelumnya mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia atau Polri. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 28 ayat 3 UU Polri punya semangat atau substansi yang sama dengan pasal 10 ayat (3) TAP MPR nomor VII/MPR/2000. MK menyatakan kedua ketentuan itu menegaskan anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MK mengatakan jabatan yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian. MK menyatakan hal itu dapat diketahui dengan merujuk UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Prof. Juanda mengatakan telah mempelajari putusan MK itu. Dia mencermati terkait pertimbangan hukum dan amar putusan MK itu.
"Yang menjadi pokok perhatian saya adalah hanya di bidang pertimbangan hukum dan amar putusan, saya tidak membaca ada larangan terhadap anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar institusi Polri, tidak ada larangan," tuturnya.
"Kemudian saya tidak pernah membaca untuk tidak boleh merangkap jabatan, yang ketiga saya tidak pernah membaca larangan anggota Polri aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil, kenapa itu? Karena itulah apa adanya, jadi sebenarnya menurut saya sangat keliru kiranya kalau kita menafsirkan sesuatu tidak sesuai dengan dasar dan fakta hukum yang ada dalam putusan itu sendiri," kata Juanda.
Juanda kemudian memberikan pandangan terkait Perkap Nomor 10 tahun 2025 tersebut. Menurutnya, cara melihat apakah peraturan kepolisian itu bertentangan dengan putusan MK itu harus dilihat dari pertimbangan hukum dan amar putusan MK.
"Di pasal 28 ayat 3 UU 2/2022 itu, menegaskan bahwa anggota Polri itu harus pensiun atau mengundurkan diri dari kepolisian kalau mau menduduki jabatan di luar kepolisian, sementara apa yang dimaksud jabatan di luar kepolisian maka dijelaskan pasal 28 ayat 3, di situ yang dimaksud salah satunya adalah frasa 'atau tidak ada di luar penugasan Kapolri' hanya itu, sementara penjelasan jabatan di luar kepolisian itu adalah yang tidak ada sangkut pautnya di luar kepolisian," katanya.
Juanda menilai anggota polisi aktif yang menjabat di luar institusi kepolisian tidak perlu mundur jika jabatan tersebut masih ada sangkut pautnya dengan tugas Polri.
"Artinya kalau itu masih ada sangkut pautnya dengan tugas kepolisian maka tidak perlu mundur, maka tidak perlu pensiun, itu jelas. Kalau pertimbangan hukumnya mengatakan begitu, hakim mahkamah menegaskan seperti itu dalam pertimbangan hukumnya dan diakhiri di amar putusannya, tegas sudah jelas, kita tidak perlu tafsirkan lagi. Maka menurut saya bahwa polisi aktif masih boleh menduduki jabatan di luar kepolisian sepanjang masih ada sangkut pautnya dengan tugas-tugas kepolisian," ucap dia.
Dalam Perkap Nomor 10 tahun 2025 ini dimuat tentang jabatan untuk anggota Polri aktif di 17 kementerian/lembaga. Menurut Juanda, dalam aturan itu Kapolri menganggap bahwa 17 kementerian/lembaga itu masih ada sangkut pautnya dengan tugas kepolisian.
"Saya memaknai bahwa Kapolri, saya melihat Kapolri menanggap 17 itu masih ada sangkut paut dengan tugas-tugas kepolisian. Bagaimana menurut Profesor Juanda? Saya melihat sementara ini, itu bisa diterima sepanjang kita buktikan bahwa 17 kementerian/badan/lembaga itu benar-benar berkaitan dengan tugas-tugas kepolisian. Kalau argumentasinya seperti itu, maka menurut saya peraturan kepolisian nomor 10 itu tidak bertentangan dengan putusan 114," jelasnya.
Juanda menilai peraturan Kapolri itu mematuhi putusan MK. Menurutnya, peraturan itu dikeluarkan agar tidak terjadi polemik.
"Patuh, apalagi di dalam konsideransnya peraturan kepolisian itu menyantumkan putusan MK 114, berarti kepolisian mengakui itu. Nah untuk mengakui itu dijabarkanlah supaya tidak polemik, ini analisa hukum saya, jangan sampai terjadi polemik, maka sebagai sarana hukum antara dibuatlah peraturan kepolisian nomor 10 itu supaya tidak lagi berpolemik," ucapnya.
Lebih lanjut, Prof Juanda menyarankan agar jenis-jenis jabatan yang jabatan yang bisa diisi oleh anggota Polri aktif di luar institusi di dalam revisi Undang-Undang Polri nantinya.
"Kalau boleh saya sarankan, supaya tidak terjadi polemik berkepanjangan maka nanti harus diatur di dalam perubahan UU Kepolisian tentang jenis-jenis jabatan yang bisa diisi oleh anggota Polri aktif yang berada di luar institusi kepolisian itu diatur di dalam undang-undang," ucap dia.
"Yang terakhir, apakah ini sah atau tidak? Yang berwenang untuk menyatakan sah atau tidak itu pengadilan, bukan kita, bukan manusia, bukan pakar. Menurut saya sebelum diuji di Mahkamah Agung, dan Mahkamah Agung belum menyatakan ini adalah keliru atau cacat maka peratusan kepolisian nomor 10 ini sah berlaku, memiliki daya ikat, memiliki daya guna dan tentu daya keberlakuannya," tutur Juanda.
Polri Pastikan Sesuai Regulasi
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan peraturan tersebut mengatur mekanisme pengalihan jabatan anggota Polri aktif dari organisasi dan tata kerja Polri ke jabatan organisasi dan tata kerja kementerian/lembaga.
Dia menyebut pengalihan jabatan anggota Polri tersebut telah dilandasi berdasarkan beberapa regulasi. Salah satunya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
"Terdapat regulasi pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri pada Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya yang masih memiliki kekuatan hukum mengikat setelah amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025," kata Trunoyudo kepada wartawan, Sabtu (13/12/2025).
Selain itu, dia mengatakan ada juga Pasal 19 ayat (2) b UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada Pasal 19 ayat (2) huruf b disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi dari anggota Polri.
Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Trunoyudo mengatakan, pada Pasal 147 disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu di lingkungan instansi pusat tertentu dapat diisi oleh anggota Polri sesuai kompetensi.
Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada kementerian/lembaga/badan/komisi:
1. Kemenko Polkam,
2. Kementerian ESDM,
3. Kementerian Hukum,
4. Kementerian Imigrasi & Pemasyarakatan,
5. Kementerian Kehutanan,
6. Kementerian Kelautan dan Perikanan,
7. Kementerian Perhubungan,
8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,
9. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
10. Lembaga Ketahanan Nasional,
11. Otoritas Jasa Keuangan,
12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
13. Badan Narkotika Nasional,
14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,
15. Badan Intelijen Negara,
16. Badan Siber Sandi Negara, dan
17. Komisi Pemberantasan Korupsi.
(lir/knv)
















































