Gaya Presiden RI di Sidang PBB: Mega Pakai Kebaya-Jokowi Bahasa Campur

2 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia- Sidang Umum PBB (United Nations General Assembly/UNGA) adalah forum diplomasi tertinggi dunia, di mana 193 negara anggota memiliki hak suara yang sama. Setiap September, para kepala negara hadir di New York untuk menyampaikan pidato dalam sesi General Debate.

Bagi Indonesia, forum ini menjadi panggung penting untuk menunjukkan identitas, gagasan, dan arah politik luar negeri.

Dari Bung Karno hingga Joko Widodo, gaya penyampaian para pemimpin RI selalu mencerminkan zamannya, termasuk pilihan pakaian dan bahasa.

Soekarno

Presiden pertama RI, Soekarno, tercatat membuat sejarah pada 30 September 1960. Ia menyampaikan pidato monumental berjudul To Build The World Anew selama sekitar 90 menit di hadapan para pemimpin dunia.

Bung Karno menggunakan bahasa Inggris dengan gaya retorika yang berapi-api, menyerang dominasi Barat sekaligus menyerukan lahirnya tatanan dunia baru. Isi pidatonya memadukan kutipan dari kitab suci hingga analisis geopolitik, yang kala itu menggema kuat di tengah polarisasi Perang Dingin.

Penampilan Bung Karno saat itu pun meninggalkan kesan mendalam.

Ia hadir dengan setelan jas formal yang rapi, lengkap dengan peci hitam khas Indonesia. Pakaian tersebut memperlihatkan upaya menampilkan diri sebagai pemimpin modern, namun tetap membawa simbol nasional yang melekat erat dengan identitas Indonesia.

Kombinasi bahasa Inggris yang lugas dengan simbol kultural ini menjadikan kehadiran Bung Karno di PBB salah satu momen diplomasi paling diingat dunia.

Presiden Soekarno berpidato di Siang Umum PBB 1960Foto: UNESCO
Presiden Soekarno berpidato di Siang Umum PBB 1960

Soeharto

Dua puluh tahun kemudian, Soeharto juga tampil di Sidang Umum PBB. Gaya pidatonya berbeda jauh dengan Soekarno. Ia lebih tenang, teknokratis, dan tidak meledak-ledak.

Soeharto menyampaikan pidatonya dalam bahasa Indonesia, dengan penerjemah resmi PBB yang memastikan isi pesannya sampai ke audiens global. Pendekatan ini menunjukkan kehati-hatian serta preferensi untuk menekankan substansi alih-alih gaya retorika.

Presiden Soeharto berbicara di Sidang Umum PBBFoto: Kanalarsip
Presiden Soeharto berbicara di Sidang Umum PBB

Soeharto tampil dengan busana jas formal sebagaimana lazimnya forum internasional. Tidak ada unsur pakaian tradisional yang menonjol, mencerminkan gaya kepemimpinan yang konservatif dan berorientasi pada protokol diplomasi klasik.

Pidatonya cenderung menekankan stabilitas, pembangunan ekonomi, serta peran Indonesia dalam menjaga hubungan internasional. Dalam konteks politik Orde Baru, kehadirannya di PBB menjadi bagian dari strategi legitimasi global yang hati-hati dan penuh perhitungan.

Megawati Soekarnoputri

Memasuki era 2000-an, Megawati Soekarnoputri menghadiri Sidang Umum PBB pada 2001 dan 2003. Kehadirannya di tahun 2001 berlangsung dalam situasi sensitif, hanya beberapa hari setelah serangan 9/11 di Amerika Serikat.

Pesan yang ia bawa menegaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, di tengah meningkatnya gelombang Islamofobia

Megawati memilih bahasa Inggris untuk menyampaikan pidato. Dia menegaskan perlunya reformasi mendasar dalam tubuh PBB agar lembaga internasional ini dapat bekerja lebih efektif dan memberikan kontribusi nyata bagi kehidupan manusia.

Pada masa tersebut, pemimpin dunia memang tengah mendesak reformasi PBB.

Berpidato dalam bahasa Inggris di hadapan Sidang Tahunan Majelis Umum PBB di New York, Selasa waktu setempat (Rabu dini hari WIB), Megawati menekankan bahwa PBB harus berani mengkaji ulang dan memberdayakan badan-badan serta metode kerjanya.

"Kita harus punya keberanian untuk mengkaji ulang dan memberdayakan badan-badan serta metode kerja PBB," ujar Megawati dikutip dari video media.UN.org.

Selain isu reformasi PBB, Megawati menyoroti konflik berkepanjangan di Timur Tengah yang diyakininya menjadi akar munculnya aksi terorisme di seluruh dunia. Ia menyerukan agar para pemimpin dunia segera membicarakan dan menyelesaikan persoalan mendasar tersebut.

"Sebagai Kepala Negara dari negara Muslim terbesar di dunia, saya mengajak semua pemimpin dunia untuk memberikan perhatian yang serius pada masalah ini," tegasnya..

Presiden Megawati berpidato di Sidang Umum PBB 2003Foto: media.un.org
Presiden Megawati berpidato di Sidang Umum PBB 2003

Dari sisi pakaian, Megawati tampil dengan kebaya, busana nasional yang jarang ditampilkan di forum seformal PBB. Pilihan ini memperkuat simbol identitas budaya sekaligus memberikan perbedaan visual dibanding pemimpin negara lain yang mayoritas memakai jas

Kehadiran Megawati pada 2001 dianggap penting, bukan hanya untuk menegaskan posisi Indonesia, tetapi juga untuk mengirimkan pesan bahwa dunia Islam tidak bisa disederhanakan dalam narasi terorisme pasca 9/11.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hadir beberapa kali di Sidang Umum PBB, dan gaya yang ia pilih lebih mendekati standar internasional.

SBY kerap menggunakan bahasa Inggris secara langsung. Keputusan ini memungkinkan dirinya menyampaikan pesan tanpa perantara penerjemah, sekaligus memberi kesan presiden Indonesia mampu berbicara setara dengan pemimpin dunia lainnya. Gaya pidatonya rapi, diplomatis, dan sarat data, mencerminkan latar belakangnya sebagai perwira militer dan akademisi.

Presiden SBY di Sidang Umum PBBFoto: Detik
Presiden SBY di Sidang Umum PBB

Dalam hal penampilan, SBY konsisten mengenakan jas formal dengan dasi. Ia menonjolkan citra presiden yang profesional dan serius di panggung internasional.

Pidatonya biasanya berfokus pada kerja sama global, isu perubahan iklim, pembangunan ekonomi, dan perdamaian. SBY menjadikan forum ini sebagai sarana memperkuat citra Indonesia sebagai negara demokratis besar yang mampu memainkan peran konstruktif dalam hubungan internasional.

Joko Widodo

Berbeda dengan para pendahulunya, Presiden Joko Widodo tidak pernah hadir langsung di Sidang Umum PBB. Namun, Joko Widodo pernah berpidato dua kali pada Sidang Umum PBB yakni pada 2020 dan 2021. 

Selama masa jabatannya, ia lebih memilih menyampaikan pidato secara virtual pada 2020 dan 2021 ketika pandemi Covid-19 masih berlangsung.

Jokowi menggunakan bahasa Indonesia dan bercampur Bahasa Inggris.  Gaya penyampaiannya sederhana, lugas, dan tanpa retorika panjang. Dia fokus pada ajakan kerja sama dunia internasional akan penanganan Covid-19.

Karena tidak hadir langsung, pakaian Jokowi dalam forum ini tidak pernah menjadi sorotan utama. Rekaman pidato umumnya menampilkan dirinya dengan setelan jas sederhana.

Pesan yang ia sampaikan biasanya berfokus pada solidaritas global, penanganan pandemi, serta kerja sama dalam pemulihan ekonomi. Absennya Jokowi secara fisik di New York membuat kehadiran Indonesia terasa berbeda dibanding presiden sebelumnya yang tampil langsung di podium.

Wapres Jusuf Kalla

Wakil Presiden Jusuf Kalla  menggantikan posisi presiden Joko Widodo di periode pertama pemerintahannya dengan hadir langsung di Sidang Umum PBB pada 2015-2019.

Kehadiran pada 2015 dan 2019 menarik perhatian karena ia memilih mengenakan kemeja batik, berbeda dari tradisi jas formal. Pilihan ini memberi warna baru, memperlihatkan kepercayaan diri Indonesia membawa busana nasional ke panggung diplomasi dunia.

Dalam pidatonya, Jusuf Kalla menggunakan bahasa Inggris. Pesan yang dibawanya berfokus pada isu perdamaian dan peran Indonesia dalam berbagai misi internasional hingga isu Rohingya.

Kehadiran JK menjadi bukti bahwa simbol budaya bisa mendapat tempat di forum seformal Sidang Umum PBB, sekaligus menegaskan identitas Indonesia di mata dunia.

Pada 2016-2018, JK memilih berpidato dengan mengenakan pakaian sipil jas formal.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berpidato pada Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke 70, di General Assembly Hall, Markas PBB, New York, Amerika Serikat, Jumat (2/10/2015). (Dok. Setwapresri/jeriwongiyanto via Detikcom)Foto: Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berpidato pada Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke 70, di General Assembly Hall, Markas PBB, New York, Amerika Serikat, Jumat (2/10/2015). (Dok. Setwapresri/jeriwongiyanto via Detikcom)
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berpidato pada Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke 70, di General Assembly Hall, Markas PBB, New York, Amerika Serikat, Jumat (2/10/2015). (Dok. Setwapresri/jeriwongiyanto via Detikcom)

Kini, giliran Presiden Prabowo Subianto yang dijadwalkan berpidato perdana di Sidang Umum ke-80 PBB pada 23 September 2025. Prabowo akan berbicara setelah Presiden Brasil dan Presiden Amerika Serikat, menjadikannya salah satu pidato yang dinantikan. Prabowo tercatat sebagai presiden RI kelima yang berpidato langsung di podium PBB.

Meski detail busana dan pilihan bahasa belum diumumkan, pengalaman para pendahulu memberikan gambaran beragam. Ada yang memilih bahasa Inggris agar pesan tersampaikan langsung, ada pula yang memilih bahasa Indonesia dengan penerjemah resmi. Dari sisi pakaian, sebagian besar presiden memakai jas formal, sementara Megawati dan JK pernah menampilkan busana nasional. Kehadiran Prabowo akan menambah babak baru dalam tradisi panjang Indonesia di forum global ini.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |