Gara-Gara Laut Hitam, Harga Minyak Dunia Melemah Lagi

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak global kembali berada di zona merah pada awal pekan. Melansir Refinitiv, per pukul 10.30 WIB, Senin (17/11/2025) Brent (LCOc1) turun ke US$63,79 per barel, dari US$64,39 pada Jumat (14/11).

Sementara WTI (CLc1) melemah ke US$59,47 per barel, dibanding US$60,09 pada periode sebelumnya. Koreksi ini langsung menghapus kenaikan akhir pekan lalu ketika pasar sempat merespons gangguan pasokan di Rusia.

Pelemahan harga minyak terjadi setelah aktivitas pemuatan di pelabuhan ekspor utama Rusia, Novorossiysk, kembali pulih.

Pengiriman minyak dari pelabuhan Laut Hitam tersebut sempat terhenti selama dua hari akibat serangan Ukraina, sehingga memicu reli harga pada Jumat. Namun pemuatan kembali beroperasi pada Minggu, mengurangi kekhawatiran pasar terkait gangguan pasokan global.

Walau ekspor telah pulih, geopolitik Rusia-Ukraina masih menjadi variabel sensitif di pasar energi. Ukraina mengklaim telah menyerang kilang minyak Ryazan dan Novokuibyshevsk di wilayah Samara selama akhir pekan. Pelaku pasar kini menilai apakah serangan lanjutan dapat memicu gangguan pasokan baru terutama pada titik-titik produksi Rusia yang memiliki kontribusi besar terhadap suplai global.

Di tengah ketidakpastian konflik, sebagian pelaku pasar memilih mengambil keuntungan setelah reli lebih dari 2% pada Jumat. Analis menilai aksi ambil untung menjadi reaksi wajar setelah volatilitas tinggi pekan lalu. Ekspektasi kelebihan pasokan global akibat peningkatan produksi OPEC+ juga membuat investor berhati-hati, sehingga sentimen bullish sulit bertahan lama.

Dari sisi kebijakan internasional, perhatian pasar tertuju pada ancaman sanksi tambahan dari Amerika Serikat terhadap sektor minyak Rusia. Mulai 21 November, AS akan melarang transaksi dengan perusahaan energi besar seperti Lukoil dan Rosneft. Pemerintahan Trump juga sedang mengajukan aturan tambahan yang memungkinkan negara mana pun yang tetap berbisnis dengan Rusia ikut dikenai sanksi-bahkan membuka opsi memasukkan Iran dalam daftar.

Selain risiko geopolitik, faktor suplai juga menjadi bagian penting dari tekanan harga. OPEC+ sepakat menaikkan target produksi Desember sebesar 137.000 barel per hari, ukuran yang sama dengan peningkatan Oktober dan November. Namun untuk meredam tekanan harga, kenaikan produksi diputuskan akan dihentikan sementara pada kuartal I 2026, menandakan bahwa OPEC+ mulai menyadari risiko kelebihan suplai.

Dari Amerika Serikat, indikator suplai juga menunjukkan tren peningkatan. Jumlah rig minyak aktif bertambah tiga unit menjadi 417 rig dalam sepekan yang berakhir 14 November menurut Baker Hughes. Lonjakan jumlah rig sering kali dikaitkan dengan ekspektasi meningkatnya produksi AS dalam beberapa minggu ke depan, menambah tekanan terhadap harga.

CNBC Indonesia


(emb/emb)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Harga Minyak Stabil, Pasar Waspadai Iran & Penurunan Stok AS

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |