Fenomena Banyak 'Hantu' Muncul di Inggris, Gentayangan Malam Hari

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah fenomena "hantu gentayangan" tengah menjadi sorotan di Inggris. Namun, ini bukan soal takhayul atau makhluk halus, melainkan julukan bagi jutaan pekerja migran yang menggerakkan ekonomi malam Inggris di saat penduduk asli negara tersebut terlelap.

Mengutip AFP, para migran bekerja biasanya di sektor-sektor informal. Mereka melengkapi shift kerja sehingga kegiatan usaha dan kemasyarakatan bisa berjalan 24 jam.

"Kami adalah hantu di giliran kerja malam (night shift)," ujar Leandro Cristovao, migran asal Angola yang telah bekerja selama tujuh tahun di sebuah pasar di selatan London, dikutip Jumat (19/12/2025).

Leandro merujuk pada dirinya sendiri dan ribuan migran lain yang bekerja di sektor logistik, pembersihan, hingga perawatan kesehatan. Namun sosoknya seolah "tak kasat mata" bagi masyarakat luas.

Dalam satu dekade terakhir, tenaga kerja malam Inggris yang berjumlah sekitar sembilan juta orang semakin bergantung pada migran. Data resmi tahun 2022 menunjukkan bahwa warga pendatang memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk bekerja semalam suntuk dibandingkan warga kelahiran Inggris.

Julius-Cezar Macarie, profesor sosiologi dari University College Cork, menyebut peran mereka sangat esensial bagi keberlangsungan "masyarakat 24 jam". Tanpa mereka, restoran tidak akan bisa buka, kantor-kantor tidak akan bersih di pagi hari, dan layanan kesehatan akan lumpuh.

Taruhan Nyawa dan Kesehatan

Roxana Panozo Alba (46), migran asal Bolivia, harus membersihkan lebih dari 500 meja kantor di jantung distrik finansial London mulai pukul 22.00 hingga 07.00. Ia rela bekerja malam demi bisa menemani anak-anaknya di siang hari.

Dengan upah sekitar 13,85 pound (Rp 277.000) per jam, Roxana mengaku kesehatannya mulai terganggu. "Bekerja malam itu merusak kesehatan. Anda harus tidur siang hari, tapi tidak bisa. Sedikit suara saja membuat Anda terbangun," tuturnya.

Kondisi serupa dialami Omatule Ameh (39). Ia adalah perawat asal Nigeria di sebuah panti asuhan.

Dengan upah minimum sekitar 12,20 pound (Rp244.000) per jam, ia sering kali hanya tidur tiga jam karena harus menjaga anak-anaknya di siang hari saat istrinya bekerja. Secara mental dan emosional, tekanan ini mulai menggerogoti hidupnya.

Selain resiko kerja, para migran ini kini juga dihantui khawatiran akibat kebijakan baru Pemerintah Inggris yang memperketat izin kerja asing. Bulan lalu, pemerintah mengumumkan akan memperpanjang waktu bagi pekerja perawatan "kurang berkualifikasi" untuk mengajukan izin tinggal tetap (residency) dari 5 tahun menjadi 15 tahun.

Selain itu, kebijakan yang melarang pekerja perawatan membawa keluarga ke Inggris membuat banyak migran merasa sedih. "Sangat menyedihkan. Anda di sini untuk merawat keluarga orang lain agar mereka bisa hidup normal, sementara keluarga Anda sendiri harus berada jauh di sana," ujar Judith Munyonga, perawat asal Zimbabwe.

Jika "Hantu" Berhenti, Inggris Berhenti

Sandeep (21), seorang lulusan ilmu komputer asal Nepal yang kini bekerja sebagai koki di kafe 24 jam, menegaskan posisi tawar para migran ini. Ia terpaksa bekerja malam karena sulitnya mencari pekerjaan di bidang teknologi dan meningkatnya persyaratan gaji minimum untuk visa kerja.

"Jika kami tidak bisa melakukannya (bekerja malam), saya pikir bos harus menutup tempat ini untuk giliran malam," kata Sandeep.

Hal ini diamini oleh Martin Dykes, pemilik bisnis grosir di London. Ia mengaku sangat khawatir dengan pembatasan visa baru karena sangat sulit mencari warga lokal yang mau bekerja di waktu malam.

Saat lampu-lampu di apartemen mewah London padam, para "hantu" ini terus bekerja memastikan restoran mendapatkan pasokan sayuran segar dan kantor-kantor siap digunakan di pagi hari. Sebagaimana dikatakan Leandro Cristovao "saat mereka tidur, kami di sini".

(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |