Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara Eropa sedang galau antara memilih jorjoran mengejar pengembangan teknologi AI atau "setia" memegang komitmen menunda "kiamat" perubahan iklim akibat pemanasan global.
"Ini seperti ada di persimpangan jalan buat Eeropa. Mereka bisa bermain pada masa depan atau mengambil risiko kehilangan momen penting dalam teknologi ini," kata Dan Ives dari Wedbush Securites kepada CNBC International.
Permasalahan yang dihadapi oleh Eropa adalah kebutuhan listrik yang sangat besar dari data center AI. Di Amerika Serikat, perusahaan-perusahaan teknologi kembali mengandalkan listrik berbahan bakar fosil demi memenuhi permintaan. Di Eropa, regulasi soal energi hijau mengharuskan pengembang mengungkapkan tingkat efisiensi energi dan air.
Regulasi soal energi terbarukan di Eropa, menurut Ives, mendorong perusahaan teknologi dan startup untuk pindah ke wilayah AS, Timur Tengah, dan Asia.
"Di Inggris, kami sudah mulai mundur untuk sebagian komitmen kami," kata Paul Jackson dari Invesco. Jaringan listrik di Inggris sudah bebas dari batu bara, di Eropa masih ada pembangkit yang menggunakan batu bara.
Permasalahan soal data center bukan sebatas soal kebutuhan energi. Data center juga membutuhkan pasokan listrik yang konstan sehingga sulit dipenuhi oleh pembangkit listrik angin atau surya yang "setrum"-nya turun naik.
Eropa juga sedikit demi sedikit mundur dari komitmennya soal lingkungan. Pada 16 Desember, Uni Eropa meringankan aturan yang seharusnya melarang mobil bermesin BBM mulai 2035. Pada 9 Desember, Uni Eropa juga menunda penerapan sistem emisi untuk gedung, angkutan darat, dan industri kecil.
Pada pendukung pengembangan AI mengklaim peralihan ke energi fosil hanya sementara karena AI dalam jangka menengah akan membuat sistem energi menjadi lebih efisien dan berkelanjutan.
Di sisi lain, perubahan iklim merupakan ancaman bagi infrastruktur dan bisnis.
"Kita sudah tersudut, karena kita sudah ada di perjalanan menuju pemanasan global 3 derajat Celcius lebih tinggi. Jika Anda lihat teknologi hijau, sekarang malah digunakan untuk data center, bukan untuk menggantikan bahan bakar fosil," kata Kokou Agbo Bloua dari Societe Generale.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]


















































