Jakarta, CNBC Indonesia - Senyawa berbahaya semakin banyak mengancam manusia secara senyap. Selain mikroplastik, kita secara tidak sadar rentan terpapar timbal dari beragam macam produk sehari-hari yang mengandung timbal.
Tidak main-main, efek dari eksposur timbal bisa merusak organ vital dan sangat berbahaya bagi anak, bahkan pada kadar sangat rendah. Hal ini dipaparkan oleh Elvita dari Environmental Law Researcher, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dalam artikelnya yang ditayangkan di The Conversation pada 17 Desember 2025.
"Kita bisa terpapar zat kimia ini saat cat bangunan yang mengandung timbal mengelupas atau ketika partikel timbal terlepas dari produk sehari-hari. Misalnya, peralatan masak, pipa air, obat-obatan, mainan anak-anak, hingga kemasan produk pangan bertimbal," terang Elvita, dikutip Sabtu (20/12/2025).
Oleh karena itu, timbal kerap disebut sebagai racun pembunuh dalam senyap atau silent poison killer. Elvita mengatakan kita sering terpapar timbal tanpa menyadari dampaknya yang merusak dalam jangka panjang.
Adapun Data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2021 menunjukkan nyaris 8 juta anak Indonesia diperkirakan memiliki kadar timbal dalam darah di atas 5,2 mikrogram per desiliter (µg/dL)-melebihi ambang batas maksimum WHO sebesar 5 µg/dL.
Namun, tak ada tingkat 'aman' yang ditetapkan untuk konsentrasi timbal dalam darah. WHO menetapkan ambang batas 5 µg/dL sebagai batas maksimum pada anak-anak. Sementara di Indonesia, kadarnya sekitar 5,2 µg/dL.
Elvita menjabarkan data lokal, kadar timbal dalam darah anak jalanan di Kota Samarinda di Kalimantan Timur mencapai 28,6 µg/dL. Besarnya angka itu mencerminkan masalah timbal sangat serius dan harus segera diatasi.
Timbal masuk ke tubuh melalui pernapasan, pencernaan, dan sentuhan, lalu terakumulasi dalam darah, tulang, dan jaringan tubuh selama bertahun-tahun. Dampaknya meliputi gangguan pencernaan, ginjal, jantung, serta kerusakan kognitif dan neurologis, terutama pada anak-anak. Paparan rendah sekalipun dapat menurunkan kecerdasan, konsentrasi, serta memicu gangguan perilaku dan kesehatan mental. Tidak ada kadar timbal yang benar-benar aman bagi manusia.
Masalahnya, paparan timbal sering tidak bergejala pada tahap awal, sehingga baru terdeteksi ketika kerusakan sudah permanen. Selain itu, timbal juga mencemari lingkungan karena sulit terurai dan dapat kembali ke manusia melalui rantai makanan.
Di Indonesia, timbal masih dikategorikan sebagai B3 yang "dapat digunakan" dan pengaturannya cenderung berupa imbauan tanpa sanksi tegas. Standar seperti SNI pun bersifat sukarela, sehingga belum efektif mencegah timbal masuk ke produk sehari-hari.
Sebaliknya, Amerika Serikat telah menerapkan regulasi ketat sejak 1970-an, mulai dari pelarangan timbal dalam cat, kewajiban sertifikasi bangunan lama, hingga skrining rutin pada anak-anak. Upaya ini berhasil menurunkan paparan timbal lebih dari 90% dalam beberapa dekade, meski kasus masih sesekali muncul.
Pelajaran dari berbagai negara menunjukkan bahwa tanpa regulasi tegas dari hulu-pembatasan dan pelarangan penggunaan-paparan timbal akan terus berulang dan menimbulkan beban kesehatan yang jauh lebih besar di masa depan.
Tidak hanya timbal, manusia juga terancam dengan paparan mikroplastik. Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang berasal dari aktivitas manusia di perkotaan.
Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova menerangkan bahwa penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibu kota. Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.
Walau penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, studi global menemukan paparan mikroplastik dapat menimbulkan dampak kesehatan serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan. Pada aspek lingkungan, air hujan bermikroplastik berpeluang mencemari sumber air permukaan dan laut, yang akhirnya masuk ke rantai makanan.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]

















































