Bos DJBC Ungkap Setoran Cukai Tumbuh Meski Produksi Rokok Merosot

8 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Setoran kepabeanan dan cukai mengalami kenaikan, meskipun tarif cukai hasil tembakau, yang menjadi penyumbang setoran tak mengalami perubahan, serta produksi industri rokok yang merosot.

Per akhir September 2025, penerimaan kepabeanan dan cukai masih mampu tumbuh 7,1% dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi senilai Rp 221,3 triliun. Sedangkan setoran cukai naik 4,6% menjadi Rp 163,3 triliun.

Adapun per akhir September 2024, penerimaan kepabeanan dan cukai hanya tumbuh 5,7% dengan nilai saat itu hanya Rp 206,7 triliun. Penerimaan cukai saat itu juga hanya sebesar 3,69% dengan nilai sebesar Rp 156,1 triliun.

Dirketur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menjelaskan, catatan itu tak terlepas dari upaya pemerintah dalam memberantas peredaran rokok ilegal, sehingga meski tarif tak naik dan produksi rokok turun, penerimaan masih mampu dijaga pertumbuhannya.

"Untuk operasi yang kita lakukan secara ters menerus itu bisa menjaga penerimaan cukai tidak sampai terkontraksi atau malah terjadi pertumbuhan sampai dengan saat ini sekitar 7,1%," kata Djaka di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Djaka mengungkapkan, sebetulnya produksi IHT turun sebesar 2,9% per akhir September 2025 dibanding periode yang sama tahun lalu. Penurunan terutama terjadi di level produksi rokok golongan I.

"Produksi pabrik rokok yang sampai dengan saat ini terjadi penurunan, sehingga akan berpengaruh juga terhadap penerimaan cukai, terutama cukai rokok kelas 1 ini yang mengalami penurunan produksi," tegas Djaka.

Selain setoran cukai yang masih tumbuh kuat per akhir September 2025, komponen lainnya yang mengalami kenaikan adalah bea keluar yang mampu tumbuh signifikan hingga 74,8% menjadi Rp 21,4 triliun. Bea Keluar yang sudah 477,8% dari target APBN) itu didorong kenaikan harga CPO dan volume ekspor sawit dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga.

Sementara itu, komponen lain, yakni bea masuk justru mengalami kemerosotan sebesar 4,6% menjadi Rp 36,6 triliun. Bea Masuk yang terkontraksi itu dipengaruhi penurunan bea masuk dari komoditas pangan pangan dan utilisasi Free Trade Agreement (FTA).


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Terungkap! Perokok Terus Beralih ke Rokok Murah, Produksi Turun

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |