Biang Kerok Kudeta Tiba-Tiba Menang Pemilu, Terpilih Jadi Presiden

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemimpin kudeta Guinea, Mamady Doumbouya, resmi terpilih sebagai presiden dalam pemilihan umum pertama negara tersebut sejak pengambilalihan kekuasaan oleh militer pada tahun 2021. Berdasarkan hasil sementara yang diumumkan pada Selasa waktu setempat, Doumbouya meraih kemenangan telak dengan perolehan suara mencapai 86,72%.

Mengutip Al Jazeera, Rabu (31/12/2025), angka tersebut memberikan mayoritas mutlak bagi Doumbouya, sehingga ia dipastikan terhindar dari pemungutan suara putaran kedua.

Mahkamah Agung Guinea kini memiliki waktu delapan hari untuk memvalidasi hasil tersebut jika terdapat gugatan hukum. Pemilihan yang berlangsung pada 28 Desember lalu ini secara luas dipandang sebagai upaya formal untuk melegitimasi kekuasaan Doumbouya yang telah berjalan selama empat tahun.


Proses transisi politik ini merupakan puncak dari peristiwa penggulingan mantan Presiden Alpha Conde pada September 2021. Meskipun awalnya Doumbouya berjanji bahwa dirinya dan perwira militer lainnya tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu, sebuah referendum pada September lalu mengubah arah kebijakan tersebut.

Aturan baru tersebut tidak hanya mengizinkan pejabat militer untuk maju dalam kontestasi politik, tetapi juga memperpanjang masa jabatan presiden dari lima tahun menjadi tujuh tahun.

Kemenangan besar Doumbouya ini juga dipengaruhi oleh minimnya perlawanan politik yang signifikan. Para pengkritik menyebut rezim militer telah membungkam oposisi dan perbedaan pendapat, yang menyebabkan delapan kandidat lainnya tertinggal jauh.

Mantan Menteri Pendidikan di pemerintahan Conde, Yero Balde, berada di posisi kedua dengan perolehan suara hanya sebesar 6,51%. Sementara itu, tokoh oposisi utama seperti Alpha Conde dan Cellou Dalein Diallo hingga kini masih hidup dalam pengasingan di luar negeri.

Di sisi ekonomi, Doumbouya memfokuskan kampanye dan kepemimpinannya pada nasionalisme sumber daya alam. Guinea merupakan pemilik cadangan bauxite terbesar di dunia dan menyimpan deposit bijih besi Simandou yang sangat masif.


Pemerintahannya baru-baru ini memperketat kendali negara atas sektor pertambangan, termasuk mencabut lisensi anak perusahaan Emirates Global Aluminium, Guinea Alumina Corporation, dan memindahkan asetnya ke perusahaan milik negara. Langkah-langkah ini serupa dengan kebijakan di negara tetangga seperti Mali dan Burkina Faso yang bertujuan untuk memastikan negara mendapatkan keuntungan lebih besar dari kekayaan alam mereka.

Namun, kemenangan telak ini diiringi oleh keprihatinan internasional terkait pembatasan ruang politik. Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, menyatakan bahwa kampanye pemilu di Guinea ditandai dengan intimidasi terhadap aktor oposisi, penghilangan paksa yang bermotif politik, serta kekangan terhadap kebebasan media.

"Kampanye pemilihan sangat dibatasi, ditandai dengan intimidasi terhadap aktor oposisi, penghilangan paksa yang tampaknya bermotivasi politik, dan pembatasan kebebasan media," kata Turk, pekan lalu.

Dugaan kecurangan juga disuarakan oleh kandidat oposisi Faya Lansana Millimono. Ia mengeklaim bahwa proses pemungutan suara dinodai oleh praktik kecurangan sistematis dan para saksi dicegah untuk memantau penghitungan suara di lapangan.

"Pemilu tersebut dipengaruhi oleh praktik kecurangan sistematis dan mengatakan bahwa para pengamat dicegah untuk memantau baik pemungutan suara maupun penghitungan suara," kata pentolan oposisi Faya Lansana Millimono.

Meski demikian, dari total 6,7 juta pemilih yang terdaftar, Direktorat Jenderal Pemilihan melaporkan tingkat partisipasi masyarakat tetap tinggi, yakni mencapai 80,95%. Hingga saat ini, pemerintah Guinea belum memberikan komentar resmi terkait tuduhan kecurangan tersebut.

(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |