Jakarta -
Pembenahan tata kelola rumah sakit pemerintah di bawah komando Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sudah mulai membuahkan hasil. Hal ini terlihat dari Sakit Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta dan RS Kariadi (RSDK) di Semarang, Jawa Tengah.
Keduanya merupakan rumah sakit Kemenkes terbesar pertama dan kedua dari sisi pendapatan. Untuk pertama kalinya, RSCM dan RSDK membukukan kinerja keuangan yang positif tanpa menerima tambahan dana dari APBN untuk menopang operasional.
Menkes Budi telah memerintahkan agar seluruh RS Kemenkes memiliki pelayanan yang bagus, menjadi pusat pendidikan kesehatan dan berperan sebagai pengampu untuk rumah sakit daerah (RSUD). Tujuannya agar dokter disana dapat menangani masalah-masalah klinis yang kompleks tanpa harus dirujuk ke Jakarta atau ke Jawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pesan beliau untuk mencapai tiga tujuan tersebut keuangan rumah sakit harus sehat, tata kelola SDM harus efisien dan produktif, layanan klinis harus paripurna, pengadaan barang dan jasa harus transparan serta kualitas medis dan non-medis harus bagus dan akurat," kata Dirut RSCM dr Supriyanto Dharmoredjo, SpB, FINACS, MKes, dalam keterangan tertulis, Senin (22/9/2025).
RSCM membukukan pendapatan Rp 2.45 triliun di tahun 2024, dan mencatatkan rekor arus kas yang positif untuk pertama kali setidaknya dalam 10 tahun terakhir.
Sebelumnya, kondisi rumah sakit nyaris ambruk dengan utang yang menggunung. RSCM tahun lalu menghabiskan lebih dari Rp 839 miliar atau 34 persen dari pendapatan untuk mensubsidi pasien yang memiliki selisih biaya yang melebihi plafon tanggungan BPJS dan juga pasien yang tidak mampu yang tidak memiliki BPJS.
"Kalau kondisi keuangan kita tidak bagus, rumah sakit bisa ambruk dan pelayanan akan terganggu. Karena itu kita melakukan efisiensi dan meningkatkan produktifitas tenaga medis kita dengan melayani lebih banyak lagi pasien-pasien non BPJS sehingga selisih positif pendapatan dapat kita alokasikan untuk subsidi pasien-pasien tidak mampu," kata dr Supriyanto.
Tidak seperti rumah sakit swasta yang keuntungannya ditarik oleh pemegang saham, keuntungan di RS Kemenkes tidak ditarik oleh Pemerintah. Keuntungan tersebut digunakan untuk subsidi pasien BPJS, pengembangan infrastruktur dan peralatan, kesejahteraan para dokter dan pegawai serta untuk penelitian dan pendidikan.
"Jadi tuduhan RS Kemenkes itu kapitalis salah besar karena keuntungannya tetap berada di rumah sakit untuk digunakan sebagai subsidi masyarakat tidak mampu yang tidak memiliki kartu BPJS atau untuk menutup selisih negatif biaya riil dari klaim BPJS," tutur dr Supriyanto.
Serupa, Dirut RSDK dr Agus Akhmadi menegaskan transformasi RSDK dari yang hanya bertumpu pada pemasukan dari pasien BPJS, menjadi rumah sakit yang memiliki layanan layaknya rumah sakit swasta. Hal tersebut diperlukan mengingat dari pendapatan Rp 1,46 triliun tahun lalu, sekitar 30% atau Rp 440 miliar digunakan untuk mensubsidi pasien BPJS sehingga jika tidak ada terobosan, arus kas rumah sakit terancam negatif dalam 2 tahun ke depan.
"Dari Januari hingga Agustus tahun ini, pendapatan dari pasien non-BPJS meningkat menjadi sekitar 17 persen dari total pendapatan dibanding tahun lalu yang dibawah 4%. Diiringi dengan efisiensi dan produktivitas SDM yang meningkat, tata kelola keuangan RSDK sudah semakin sehat. Kalau tidak sehat nanti dampaknya kita tidak bisa melayani pasien," kata dr Agus.
"Semakin sehat rumah sakit semakin banyak pasien tidak mampu yang dapat kita subsidi," sambungnya.
RSCM dan RSDK merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang memiliki fleksibilitas dan kemandirian operasional agar tidak bergantung pada APBN. Kedua rumah sakit tersebut, bersama rumah sakit Kemenkes besar lainnya yaitu RSUP Sardjito, Pusat Kanker Nasional Dharmais, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono menghabiskan lebih dari Rp 3 triliun tahun lalu untuk mensubsidi pasien tidak mampu.
Kemenkes menaungi 41 rumah sakit di berbagai provinsi. Rumah sakit tersebut merupakan rujukan akhir untuk level nasional, daerah dan bahkan regional, yang artinya rumah sakit tersebut dilengkapi dengan peralatan paling mumpuni dan digawangi oleh dokter-dokter spesialis yang ahli dan senior.
Simak juga Video 'Menkes Budi Cari Mekanisme Pengajuan Tambahan Anggaran Kemenkes':
(hnu/ega)