Jakarta -
Ketua MPR RI ke-15 sekaligus Anggota DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai gaya kepemimpinan strategis Presiden Prabowo Subianto menjadi kunci penting dalam menjaga posisi Indonesia di tengah pusaran geopolitik dunia yang kompleks. Prabowo tampil dengan kombinasi gaya komunikasi yang tegas, negosiasi yang cerdas, dan strategi diplomasi yang mengedepankan kepentingan nasional tanpa kehilangan sisi kemanusiaan.
"Presiden Prabowo memperlihatkan kepemimpinan yang terukur dan percaya diri di forum-forum internasional. Beliau tampil dengan sikap seorang negosiator ulung yang paham betul kapan harus berbicara keras, kapan mesti memberi ruang dialog," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (11/11/2025).
Hal tersebut disampaikannya saat memberikan kuliah 'Kepemimpinan Strategis Dalam Komunikasi dan Negosiasi' Program Pascasarjana (S2) Fakultas Keamanan Nasional, Universitas Pertahanan, secara daring, di Jakarta, Selasa (11/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dosen Pascasarjana Universitas Pertahanan (Unhan), Universitas Borobudur dan Universitas Jayabaya ini memaparkan dalam berbagai kesempatan internasional, Presiden Prabowo menunjukkan kemampuan mengelola komunikasi strategis dengan pendekatan yang menggabungkan ketegasan dan empati.
Di Sidang Umum PBB 2025, misalnya, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya kedaulatan, keadilan global, dan perdamaian dunia, sekaligus mengaitkannya dengan visi Indonesia sebagai kekuatan moral global.
Gaya komunikasi Prabowo juga tampak pada KTT Damai untuk Gaza di awal tahun ini. Dalam forum itu, Presiden Prabowo berhasil menjembatani pandangan antara negara-negara Barat dan dunia Islam. Pendekatannya yang disebutnya sebagai humanitarian diplomacy tidak berbasis tekanan, melainkan rasa percaya dan kepedulian.
"Saat forum KTT APEC di Korea Selatan, Presiden Prabowo mendorong kerja sama ekonomi dan pertahanan berbasis kemandirian nasional, dengan fokus pada ketahanan pangan dan energi. Strategi ini merupakan bentuk kepemimpinan strategis yang menggabungkan komunikasi diplomatik dan negosiasi ekonomi. Presiden sedang membangun posisi tawar Indonesia yang tidak mudah diabaikan," jelas Bamsoet.
Ia memaparkan kepemimpinan Prabowo yang dikenal lugas dan patriotik akan semakin kuat jika dilengkapi dengan tata kelola komunikasi yang transparan dan partisipatif. Pemerintah juga perlu menjaga ruang partisipasi publik di tengah derasnya arus informasi digital.
Bamsoet menjelaskan dalam era yang ditandai dengan maraknya disinformasi dan polarisasi media sosial, komunikasi kepemimpinan tidak bisa lagi bersifat satu arah.
"Kepemimpinan strategis menuntut komunikasi yang inklusif, agar masyarakat ikut memahami dan merasakan manfaat dari setiap kebijakan besar. Komunikasi publik yang terbuka dan dialog dua arah akan menjadi fondasi kepercayaan," ungkapnya.
Bamsoet menambahkan kepemimpinan strategis dalam komunikasi dan negosiasi bukan tentang siapa yang paling keras berbicara, melainkan siapa yang paling mampu mendengarkan. Dunia akan menghargai pemimpin yang mampu mengubah kata menjadi kepercayaan, dan kepercayaan menjadi kekuatan.
"Beberapa pemimpin dunia sukses mengelola komunikasi strategis, seperti Angela Merkel dalam krisis migran Eropa dan Nelson Mandela dalam rekonsiliasi pasca apartheid. Dua figur ini mengajarkan bahwa komunikasi yang tenang bisa lebih kuat dari pidato berapi-api. Presiden Prabowo juga bisa sukses seperti itu dengan gaya khas Indonesia yang lugas, berani, serta tetap humanis," pungkasnya.
(akd/ega)


















































