Jakarta, CNBC Indonesia - Kisruh antara pemerintah provinsi (Pemprov) Aceh dan Sumatera Utara terhadap Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek berbuntut panjang.
Pemprov Aceh tak terima bahwa empat pulau tersebut beralih kepemilikan ke tangan Pemprov Sumatera Utara lewat Keputusan Mendagri yang terbit pada 25 April 2025. Pihak Pemprov Aceh pun akan memperjuangkan ulang keputusan tersebut agar keempat pulau kembali masuk wilayah administratif Aceh.
Pada sisi lain, Pemprov Sumatera Utara mengajak Aceh mengelola bersama empat pulau tersebut yang disebut-sebut memiliki kandungan migas. Namun, ajakan ini ditolak Pemprov Aceh. Panasnya hubungan antara kedua wilayah membuat Presiden Prabowo Subianto mengambil alih sengketa dan akan mengumumkan hasilnya pada pekan ini.
Sengketa kepemilikan pulau antar pemerintah daerah di Indonesia bukan hal baru. Sebelumnya, kasus serupa juga pernah terjadi antara Provinsi Kepulauan Riau dan Jambi terkait Pulau Berhala yang bisa menjadi pelajaran bagaimana sengketa bisa diselesaikan?
Pulau Berhala Diperebutkan Riau & Jambi
Pulau Berhala adalah pulau yang berada di Laut Natuna Utara dengan luas 2,5 Km2. Meski kecil, pulau ini memiliki letak strategis dan punya nilai ekonomi tinggi berupa sumber daya alam dan pariwisata.
Atas dasar ini, Pulau Berhala menjadi rebutan antara Provinsi Riau/Kepulauan Riau dan Jambi selama 30 tahun lebih. Meski begitu, duduk perkara kepemilikan pulau berakar dari masa kolonial.
Di masa kolonial, tepatnya sejak tahun 1600-an, Pulau Berhala awalnya dimiliki Kesultanan Jambi. Namun, pada pertengahan abad ke-19, pulau menjadi milik Kesultanan Lingga lewat penaklukan wilayah.
Kepemilikan Kesultanan Lingga atas Pulau Berhala kemudian mendapat keabsahan oleh pemerintah kolonial Belanda. Dalam Staatsblad van Nederlancsch Indie No.201 tahun 1924, pemerintah memutuskan Pulau Berhala masuk ke wilayah administratif Lingga (Onderafdeeling Lingga).
Keputusan ini kemudian terus bertahan ketika Indonesia merdeka. Pemerintah menetapkan Pulau Berhala menjadi bagian Provinsi Riau eks-Kesultanan Lingga. Pada titik inilah, polemik muncul, tepatnya sejak 1984.
Pemprov Jambi mengklaim sebagai pemilih sah Pulau Berhala karena faktor sejarah. Jambi menyebut Pulau Berhala sudah dikuasai lama oleh Kesultanan Jambi. Berbagai catatan klasik menunjukkan Pulau Berhala masuk ke kekuasaan Kesultanan Jambi.
Naskah kuno tahun 1211, misalnya, menunjukkan Pulau Berhala jadi bagian Jambi. Lalu, peta berjudul "scheetskaart residentie DJambi arangevende de plaatsnamen en qenzen schaal 1:70.000" menegaskan pulau masuk ke Jambi.
Pada sisi lain, klaim Pemprov Riau didasarkan atas Staatsblad (lembaran negara) tahun 1924. Aturan setara Undang-undang itu menetapkan Pulau Berhala menjadi milik Riau. Pemerintah Indonesia yang banyak mengadopsi aturan kolonial, jelas membuat keabsahan aturan itu makin jelas.
Mengutip riset "Pulau Berhala: Sengketa Wilayah Antara Riau dan Jambi" (2005), konflik semakin memanas setelah masing-masing provinsi, baik Riau maupun Jambi, secara berulang kali menerbitkan undang-undang yang memasukkan Pulau Berhala ke dalam wilayah administratifnya.
Alhasil, terjadilah gugat-menggugat aturan sampai akhirnya keluar putusan final dalam kurun 2012-2013.
Pada 2012, Mahkamah Agung menerima permohonan Pemprov Kepulauan Riau (Saat itu Riau sudah dimekarkan) yang tak terima Pulau Berhala masuk ke teritori Provinsi Jambi lewat Keputusan Kemendagri.
Lalu setahun kemudian, Mahkamah Konstitusi memperkuat keputusan MA. Bahwa, Pulau Berhala masuk ke dalam wilayah adminstratif Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau.
MK menyebut pemerintah Kepulauan Riau dinilai punya bukti kuat dari sisi historis dan yuridis, yakni aturan warisan zaman kolonial. Inilah yang tidak dimiliki Jambi untuk memperkuat bukti kepemilikan Pulau Berhala.
Dengan demikian, berakhir sudah sengketa Pulau Berhala selama 30 tahun lebih.
(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]