Trump Minta Akses Mineral Kritis RI, Ekonom Ingatkan Risiko Ini

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Hasil perundingan perdagangan hari ini antara Indonesia dengan AS menghasilkan kesepakatan pengecualian pengenaan tarif resiprokal untuk komoditas andalan ekspor Indonesia, a.l. teh, sawit dan kakao.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga mengatakan, dari hasil perundingan tarif dagang resiprokal antara dirinya dengan Ambassador United States Trade Representative (USTR) Jamieson Greer telah disepakati bahwa komoditas yang mendapat pengecualian dari pengenaan tarif resiprokal itu ialah kakao dan kelapa sawit.

Kepala Center for of Macroeconomics and Finance Indef M. Rizal Taufikurahman menilai pembebasan tarif untuk beberapa komoditas tersebut tidak serta-merta menjadi angin segar bagi kinerja ekspor nasional.

Menurutnya, dalam jangka pendek kebijakan tersebut terlihat menguntungkan. Kendati demikian, manfaatnya cenderung bersifat marjinal dan defensif untuk menahan penurunan daya saing akibat meningkatnya proteksionisme global ketimbang mendorong lonjakan ekspor baru.

"Pasar Amerika Serikat bukan pasar utama bagi sebagian komoditas tersebut, sehingga dampaknya terhadap struktur ekspor nasional relatif terbatas dan tidak bersifat game changer bagi pertumbuhan," ujar Rizal kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/12/2025).

Sebaliknya, tuntutan akses mineral kritis dari AS mengandung risiko struktural yang jauh lebih besar. Mineral seperti nikel dan kobalt adalah tulang punggung strategi industrialisasi dan transisi energi Indonesia. Menukarnya dengan konsesi tarif komoditas primer berpotensi mencerminkan ketimpangan nilai dalam perundingan seperti Indonesia melepas aset strategis jangka panjang untuk keuntungan jangka pendek yang relatif kecil.

"Ini mengulang pola klasik perdagangan Utara-Selatan, di mana negara berkembang tetap terjebak sebagai pemasok bahan baku," ujarnya.

Tak hanya itu, jika akses tersebut tidak disertai kewajiban hilirisasi, transfer teknologi, dan kepastian investasi manufaktur di dalam negeri, maka Indonesia berisiko mengalami premature de-industrialization. Ekspor mineral mentah atau semi-olah mungkin meningkatkan devisa sesaat, tetapi melemahkan pembentukan kapasitas industri, penciptaan lapangan kerja berkualitas, dan pendalaman struktur ekonomi dalam jangka menengah-panjang.

Pada akhirnya kesepakatan ini berpotensi merugikan Indonesia bila pemerintah gagal menjaga posisi tawar. Keuntungan tarif komoditas pertanian tidak sebanding dengan nilai strategis mineral kritis.

"Tanpa desain kebijakan yang ketat dan berpihak pada industrialisasi domestik, perjanjian ini bukan langkah maju dalam diplomasi ekonomi, melainkan kompromi jangka pendek yang berisiko mengorbankan kepentingan pembangunan jangka panjang," ujarnya.

Ekonom Center of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet pun juga menilai hasil perundingan lanjutan tarif dagang AS-Indonesia ini belum sepenuhnya menguntungkan Indonesia.

Dari perspektif ekonomi pembangunan berkelanjutan, tawaran tersebut masih relatif terbatas, karena komoditas yang dibebaskan umumnya adalah produk primer dengan nilai tambah rendah.

"Sementara itu, sektor strategis lain seperti tekstil dan produk manufaktur, yang menyerap tenaga kerja besar dan berkontribusi signifikan terhadap industrialisasi, justru belum masuk dalam ruang negosiasi," ujar Yusuf kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/12/2025).

Di sisi lain, Yusuf menilai permintaan AS untuk membuka akses terhadap mineral kritis Indonesia perlu disikapi secara hati-hati. Pasalnya, ini membuka peluang perluasan pasar dan posisi tawar Indonesia dalam rantai pasok global, terutama di tengah transisi energi dan industri hijau.

Namun, jika tidak dikaitkan secara tegas dengan agenda hilirisasi dan transfer teknologi, Indonesia berisiko kembali terjebak sebagai pemasok bahan mentah, yang bertentangan dengan tujuan pembangunan jangka panjang.

"Selain itu, negosiasi sejauh ini masih terlalu fokus pada aspek tarif, padahal hambatan non-tarif seperti standar lingkungan, ketentuan keberlanjutan, dan akses pasar yang adil justru sangat menentukan manfaat riil bagi Indonesia," ujarnya.

(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |