Sepak Terjang IHSG 2025 : dari Drama Trading Halt Sampai Pecah Rekor!

2 hours ago 4

BIG STORIES

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia

31 December 2025 11:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) resmi menutup tahun 2025 dengan posisi ciamik dan sempat mencetak All Time High (ATH) 24 kali, meskipun ada banyak huru-hara terjadi sepanjang tahun.

IHSG mengakhiri posisi perdagangan terakhir 2025 pada Selasa (30/12/2025) dengan menguat 0,03% ke level 8.646,94, nilai kapitalisasi pasar atau market cap mencapai Rp 15.871 triliun. Sepanjang tahun ini, IHSG sudah menguat 22,13%

Kalau di bagi menjadi dua periode, paruh pertama adalah masa di mana IHSG sakit-sakitan banyak tantangan dari eksternal dan internal, tetapi di paruh kedua adalah periode kebangkitan dan kesuksesan.

Mulai dari paruh pertama 2025 dulu, IHSG mengakhiri posisi dengan koreksi sekitar 2,15%. Meskipun koreksi ini terbatas, tetapi pergerakan indeks keseluruhan saham RI ini sangat volatile.

Pelaku pasar dibuat dag dig dug bagai menaiki roller coaster, apalagi sempat kena trading halt atau pemberhentian sementara dua kali yang membuat IHSG terjun ke bawah 6000 karena berbagai drama, mulai dari tensi perang di Timur Tengah, tarif resiprokal Trump, sampai persoalan internal yang mengakumulasi ketidakpercayaan masyarakat hingga memicu demo.

Awal Mula Pemerintah Baru 

Memasuki awal 2025 yang sekaligus sebagai tahun pertama efektif dimulai pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, ada banyak hal baru yang disoroti secara internal, bahkan tak dipungkiri sampai memicu krisis ketidakpercayaan masyarakat.

Selama dua bulan (Januari-Februari), IHSG mengalami penurunan lebih dari 10% akibat banyak faktor, mulai dari eksternal dan internal.

Investor pun menjadi lebih berhati-hati atau menarik dana. Asing pun juga banyak melakukan aksi jual, kuartal I/2025 menandai foreign outflow cukup besar mencapai Rp29,92 triliun.

Selain banyak huru-hara internal, risiko eksternal juga diperkuat dengan penurunan peringkat atau outlook investasi untuk Indonesia, seperti disebut oleh riset bahwa lembaga seperti Morgan Stanley Capital International (MSCI) memberikan outlook hati‐hati pada pasar Indonesia.

Trading Halt IHSG Pertama di 2025

Kemudian pada bulan ketiga 2025, tepatnya pada 18 Maret 2025. Pelaku pasar bisa dibilang bereaksi lebih tajam terhadap segala drama dan ketidakpastian global.

Selain itu, sentimen negatif juga datang dari penurunan peringkat pasar saham Indonesia oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs yang menilai risiko fiskal meningkat di bawah pemerintahan baru.

Goldman pada waktu itu juga menurunkan peringkat saham RI dari overweight menjadi market weight serta menurunkan rekomendasi surat utang BUMN tenor panjang menjadi netral.

Trading Halt IHSG Kedua, IHSG Ambles

Dan, untuk trading halt kedua terjadi pada 8 April 2025, waktu itu IHSG langsung ambles di awal perdagangan sampai 9,19% menuju level ke bawah 6000.

Sebagai catatan, 8 April adalah perdagangan pertama setelah IHSG libur panjang Lebaran Idul Fitri. Di tengah libur panjang. Presiden AS mengumumkan perang dagang pada 3 April sehingga dampaknya baru terasa setelah IHSG dibuka lagi.

BEI pada Selasa, 8 April 2025 bahkan langsung melakukan tindakan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan pukul 09:00:00 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).

Pada akhir Maret hingga awal April 2025, muncul kekhawatiran serius bahwa Presiden AS Donald Trump akan memberlakukan tarif impor yang luas, termasuk tarif timbal-balik terhadap semua negara.

Trump pun akhirnya memberlakukan tarif resiprokal terhadap beberapa negara mitra dagangnya dengan tarif yang cukup tinggi. Hal ini pun mendorong kekhawatiran pelemahan ekonomi sehingga mendorong kejatuhan pasar saham.

IHSG Bangkit Lagi Menuju 7000

Setelah koreksi tajam pada trading halt kedua itu, pasar mulai pulih dan cenderung tidak turun lebih dalam lagi, kalau ditarik dari 8 April - 2 Juni 2025 pasar pulih dengan penguatan sekitar 20% menembus level 7000.

Posisi ini membawa semangat baru pada pelaku pasar dan arah yang lebih baik, IHSG menuju rekor tertinggi-nya lagi.

Salah satu faktor penurunan tekanan terhadap risiko eksternal, seperti meredanya ekspektasi penguatan suku bunga di AS dan meredanya eskalasi konflik dagang, sehingga investor merasa risiko off sedikit teredam.

Bahkan salah satu laporan menyebut bahwa pasar saham Indonesia "seemingly defy gravity" di April meskipun arus modal asing masih keluar, karena kondisi global membaik dan sentimen risiko sedikit mereda. Dengan risiko global yang agak mereda, investor menjadi lebih siap mengambil posisi di pasar berkembang seperti Indonesia.

Laporan dari Schroders menyebut bahwa meski arus modal asing keluar sekitar Rp21 triliun di April, dukungan datang dari investor domestik yang memiliki ample cash dan melihat valuasi saham Indonesia di bawah level puncak pandemi sebagai kesempatan.

Selain itu pemangkasan suku bunga BI yang kembali terjadi pada Mei 2025 dengan pemangkasan 25bps menjadi 5,50%. Sehingga saat itu BI telah memangkas suku bunga dua kali pada Januari dan juga Mei, hal ini mendorong optimsme para pelaku pasar.

Kebijakan moneter yang sedikit longgar membuat biaya modal lebih rendah dan meningkatkan daya tarik investasi ke saham.

Pheim Asset Management menunjukkan bahwa salah satu pendorong rebound IHSG di Mei adalah aksi short covering oleh investor yang sebelumnya menjual atau hedging, ketika pasar mulai naik, mereka mulai menutup posisi negatif.

Paruh Kedua 2025 : Pertama Kali IHSG Sentuh 8000

Resmi memasuki paruh kedua 2025, setelah naik 20% pulih dari trading halt kedua tahun ini, IHSG sempat mengalami koreksi wajar akibat BI menahan suku bunga.

Keputusan itu sempat membuat pasar agak kecewa karena mengharapkan pemangkasan suku bunga untuk mendukung pemulihan ekonomi. Penahanan suku bunga menyebabkan saham-saham perbankan dan keuangan mengalami tekanan, yang kemudian menyeret IHSG ke bawah.

Namun, koreksi itu hanya sementara saja, pada 15 Agustus 2025 gerak IHSG kembali menguat dan hebatnya menembus level 8000, rekor pertama kali yang terjadi di IHSG pada tahun ini, dan itu terjadi tepat saat Presiden Prabowo Subianto menyampaikan Pidato Kenegaraan.

Bullishnya IHSG didorong oleh lanjutnya BI memangkas suku bunga pada Juli 2025 sebesar 25 bps (dari 5,50% menjadi 5,25%) dan pada Agustus 2025 yang menjadi pemangkasan keempat sebesar 25 bps (dari 5,25% menjadi 5,00%).
Langkah ini memberi sinyal bahwa biaya modal bisa turun, yang diharapkan mendorong sektor konsumsi, properti dan saham bank.

Selain itu, surplus neraca barang Indonesia pada Juli tercatat cukup besar US$4,2 miliar, naik dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini membantu memperkuat pandangan bahwa ekonomi domestik memiliki buffer terhadap tekanan eksternal, yang menjadi katalis untuk saham.

Kemudian, beberapa saham Indonesia masuk ke dalam indeks global seperti MSCI (Global Standard / Small Cap) yang mendorong minat asing.

Dan pasar global mulai mengantisipasi bahwa The Federal Reserve AS mungkin akan mulai menurunkan suku bunga, yang mendorong aliran dana ke pasar negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan suku bunga AS yang diperkirakan bisa diturunkan, imbal hasil relatif pasar Indonesia menjadi lebih menarik.

IHSG Sentuh 8200, BI Pangkas Suku Bunga ke-5 Kali

Berlanjut pada September, ternyata reli IHSG masih belum berhenti berkat efek Menteri Keuangan (Menkeu) baru, Purbaya Yudhi Sadewa dan efek BI yang kembali memangkas suku bunga lagi untuk yang kelima kalinya. Alhasil, indeks bursa saham ini menembus rekor baru ke atas level 8200.

Pemerintah juga mengumumkan sejumlah paket stimulus, dan ada komunikasi bahwa pasar modal tetap menjadi perhatian.

Seperti, komentar bahwa IHSG "can go to the moon" oleh Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa pada 9 Oktober 2025 memperkuat sentimen positif.

Walaupun bisa dibilang, pengangkatan Menteri Keuangan baru sempat menimbulkan ketidakpastian, secara keseluruhan kebijakan dirasakan mendukung ekonomi dan akhirnya mendorong optimisme pasar keuangan.

IHSG Rehat Dulu, Trump Berulah Lagi

Setelah IHSG tembus rekor, gerak-nya tak begitu mulus karena ada drama eksternal menyerang, lagi-lagi dari Trump yang berulah soal tarif.
IHSG kembali jatuh 4,06% hingga perdagangan 17 Oktober 2025 ke level 7.915,65. Pasar saham jatuh usai eskalasi ketegangan dagang AS-China meningkat. Trump mengumumkan potensi pengenaan tarif tambahan hingga 100% atas impor dari China sebagai tanggapan atas kebijakan ekspor rare earth dan kontrol teknologi oleh China.

Pengumuman tersebut memicu reaksi negatif di pasar Asia, karena risiko gangguan rantai pasokan global, ketidakpastian perdagangan, dan potensi perlambatan ekspor.

Dalam kondisi meningkatnya ketidakpastian global, investor cenderung mengecilkan posisi di aset berisiko seperti saham emerging markets. Kapasitas pasar Indonesia yang mengandalkan investor asing dan likuiditas global membuat IHSG rentan terhadap tekanan eksternal.

Jika tarif ke China memburuk, maka sektor‐ekspor dan komoditas bisa terdampak karena permintaan global bisa melemah, dan investor menilai prospek pertumbuhan regional lebih lemah. Selain itu, pelemahan ekonomi global bisa berdampak pada Indonesia melalui turunnya permintaan komoditas, investasi asing, dan arus perdagangan.

Kekhawatiran tentang dampak pertumbuhan global, mulai tarif dan konflik dagang besar bisa menekan pertumbuhan ekonomi global, yang pada gilirannya bisa menghambat ekspor, investasi, dan kinerja perusahaan di Indonesia.

IHSG Berjaya Lagi, Melaju Menuju Rekor-rekor Baru

Meskipun pada Oktober ada volatilitas yang cukup tinggi, tetapi secara bulanan IHSG masih ditutup hijau, dan penguatan juga masih lanjut pada November - Desember.

Memasuki dua bulan terakhir tahun ini, minat investor kembali mengalir ke pasar saham domestik, termasuk dari investor asing. Salah satu katalis utamanya berasal dari rebalancing indeks MSCI pada November 2025, yang memasukkan sejumlah saham Indonesia ke dalam indeks global.

Menariknya, waktu itu adalah masuknya saham Prajogo Pangestu, yang sudah dinanti-nanti setelah sekian lama dan berkali-kali gagal masuk MSCI.

Perubahan komposisi tersebut mendorong pembelian oleh investor institusi asing, sehingga menjadi pendorong signifikan bagi penguatan IHSG hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Ekspektasi penurunan suku bunga juga kian menguat memasuki Desember, dan ini terbukti dengan pemangkasan FFR untuk yang kedua kalinya pada 2025.

Selain faktor global dan arus dana asing, penguatan IHSG di paruh kedua 2025 juga ditopang oleh maraknya aksi korporasi saham-saham konglomerasi. Sejumlah grup besar aktif melakukan restrukturisasi, akuisisi, konsolidasi bisnis hingga rights issue, yang dipersepsikan pasar sebagai langkah ekspansi dan penguatan fundamental jangka panjang.

Aksi korporasi ini meningkatkan optimisme investor, mendorong minat beli pada saham-saham berkapitalisasi besar, sekaligus memberi dorongan signifikan terhadap pergerakan IHSG.

Secara keseluruhan, IHSG mampu mencetak rekor demi rekor sampai 24 kali ATH sepanjang tahun serta total market cap tertinggi baru, yang berhasil menyentuh nilai Rp 16.000 triliun.

Rekor tertinggi IHSG tersebut berhasil disentuh pada 8 Desember 2025. Di mana, IHSG berhasil mencapai level 8.711 dengan nilai kapitalisasi pasar alias market cap sebesar Rp 16.004 triliun.

Adapun berikut rekap sepanjang tahun yang terjadi di IHSG dari drama yang membuat trading halt sampai ambles ke bawah 6000 dan akhirnya sukses lagi sampai menembus ATH baru lagi :

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |