Saat Ahli Gizi dr Tan Shot Yen Kritik Keras MBG di DPR: Oh My God...

3 hours ago 3

Jakarta -

Dokter dan ahli gizi Tan Shot Yen mengkritik menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa daerah yang menghadirkan burger hingga spageti. Dokter Tan Shot Yen tidak habis pikir atas menu-menu seperti ini.

Hal itu disampaikan dr Tan Shot Yen dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025). Tan Shot Yen berharap 80 persen menu makan bergizi gratis berasal dari lokal.

"Alokasikan menu lokal 80% isi MBG di seluruh wilayah ya, saya pengin anak Papua bisa makan ikan kuah asam, saya pengin anak Sulawesi bisa makan kapurung," ujar Tan dalam rapat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tan menyentil olahan burger sebagai sajian makan bergizi gratis. Dia heran anak Indonesia malah dikenalkan dengan olahan gandum.

"Yang dibagi adalah, adalah burger. Di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia, nggak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia," kata Tan.

"Dibagi spageti, dibagi bakmi Gacoan, oh my god. Dan maaf, ya, itu isi burgernya itu kastanisasi juga, kalau yang dekat dengan pusat supaya kelihatan bagus dikasih chicken katsu," sambungnya.

Ia menyoroti Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang nakal bahkan menyajikan isi daging burger sembarangan. Tan mengingatkan kembali tujuan dari program MBG.

"Tapi coba kalau yang di daerah yang SPPG-nya juga sedikit main, dikasih itu loh benda tipis berwarna pink, saya aja nggak pernah mengatakan ini adalah daging olahan. Saya aja nista bilang itu daging olahan, saya nggak tahu itu produk apaan," ungkap Tan.

"Itu rasanya kayak karton, warnanya pink dan buat lucu-lucuan nih. Lalu anak-anak disuruh, oke, do it your own, DIY. Susun, ada sayurnya. Astaga, kan bukan itu tujuan MBG, punten," tambahnya.

Ia mempertanyakan sampai kapan menu burger ada di MBG. Tan Shot Yen menyebut tak semestinya dapur MBG mengikuti permintaan anak-anak yang tak sesuai dengan kebutuhan gizi.

"Akhirnya apa ini, mau sampai kapan makannya burger, gitu, lo. Ya, jadi saya setuju bahwa ada anak yang tidak suka dengan pangan lokal karena mereka tidak terbiasa, tapi bukan berarti lalu request anak-anak lalu dijawab oleh dapur, ya wislah.... Kalau request-nya cilok? Mati kita," ujar dr Tan.

(dwr/gbr)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |