Ranking Swasembada Pangan Dunia: Posisi RI Mengejutkan!

8 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah krisis pangan global dan perubahan iklim yang mengancam pasokan bahan makanan, kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri menjadi indikator penting dalam mengukur ketahanan nasional.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Food dan dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Göttingen (Jerman) dan Universitas Edinburgh (Skotlandia) menunjukkan, dari 186 negara yang diteliti, hanya Guyana yang berhasil mencapai swasembada penuh.

Daftar di bawah ini menunjukkan 10 negara yang paling mendekati swasembada pangan penuh.

Data ini berasal dari studi bulan Mei 2025 yang diterbitkan dalam Nature Food berjudul "Gap between national food production and food-based dietary guidance highlights lack of national self-sufficiency" oleh Stehl, J., Vonderschmidt, A., Vollmer, S. dan lain-lain.

Swasembada pangan direpresentasikan dengan peringkat 100% di setiap kategori. Angka di atas 100% menunjukkan kapasitas ekspor dan di bawah itu menunjukkan kebutuhan impor.

Para peneliti tersebut membandingkan produksi nasional dengan konsumsi menurut pedoman diet Livewell di tujuh kategori makanan utama: buah, sayur, kacang-kacangan, biji-bijian berpati, daging, ikan, dan produk susu.

Kapasitas tiap negara dalam memenuhi tiga kategori makanan, yakni buah, sayur, dan kacang-kacangan dijabarkan dalam daftar tersebut.

Livewell Diet adalah pola makan berkelanjutan yang dikembangkan oleh WWF (World Wide Fund for Nature) bersama para ahli nutrisi dan lingkungan. Tujuannya bukan hanya menyehatkan tubuh manusia, tetapi juga mengurangi dampak lingkungan dari sistem pangan seperti emisi karbon, penggunaan air, dan degradasi lahan.

Guyana merupakan satu-satunya negara yang mencatatkan skor sempurna di ketujuh kategori. Dapat dikatakan bahwa Guyana satu-satunya negara yang memiliki kemampuan untuk memberi makan dirinya sendiri sepenuhnya.

Dari 186 negara yang diikutsertakan dalam studi, dan di antara 50 teratas, hanya Guyana yang mencapai angka 100% swasembada pangan di ketujuh kelompok makanan.

Dataran aluvial yang subur di Guyana menghasilkan panen yang melimpah. Perikanan air tawar di sungai dan banyak peternakan di padang rumput yang luas mampu meningkatkan produksi daging dan ikan hingga melebihi kebutuhan 900.000 penduduknya.

Hasil endapan lumpur dari sungai besar seperti Sungai Demerara dan Essequibo sangat cocok untuk menanam padi, umbi-umbian, dan buah tropis. Variasi iklim tropis basah di sana mendukung panen tahunan, sehingga Guyana bisa melakukan lebih dari satu musim tanam per tahun dan menanam beragam tanaman dalam waktu bersamaan

Dengan jumlah penduduk yang sedikit dan permintaan pangan domestik Guyana relatif rendah, produksi dalam negeri dapat dengan mudah mencukupi seluruh kebutuhan nasional.

Sedikit negara lain yang masuk klub "bintang" dalam pencapaian swasembada pangan ini. Vietnam dan China mampu memenuh kebutuhan konsumsi dalam negeri dari enam kelompok makanan. Kedua negara berada pada peringkat kedua dan ketiga dalam daftar.


Di antara negara-negara peringkat teratas, Rusia hanya memenuhi 33% kebutuhan buah domestiknya, Latvia 13%, dan Estonia hanya 3%. Produksi sayuran tidak jauh lebih baik untuk tiga negara tersebut. Namun, Eropa Selatan cukup baik dalam hal ini.

Misalnya, Spanyol memproduksi empat kali jumlah buah dan sayuran yang dibutuhkan penduduknya dan mengekspor sisanya ke utara.

Defisit Susu Sapi di Asia

Untuk sebagian besar Asia, susu dan keju merupakan komoditas impor yang mewah. Vietnam dan China mencetak skor baik dalam lima kelompok makanan lainnya, tetapi swasembada susu hanya berada di 14% dan 29%, masing-masing.


Indonesia berada di posisi tengah, mampu mencapai swasembada pangan dalam empat dari tujuh kelompok makanan. Hal ini membuat Indonesia setara dengan Myanmar dan Thailand yang juga memenuhi empat dari tujuh kelompok makanan.

Indonesia mampu memenuhi kebutuhan buah sebanyak 108% dari total konsumsi nasional; sayur sebanyak 41%; kacang-kacangan 187%; biji-bijian berpati sebanyak 172%; daging sebanyak 90%; ikan sebanyak 166%; dan susu 0%.

Belum tercapainya swasembada penuh oleh Indonesia disebabkan tingginya jumlah penduduk, ketergantungan pada impor untuk pangan tertentu, alih fungsi lahan, distribusi tidak merata, dan produktivitas pertanian yang masih rendah.

Meskipun Indonesia mampu memenuhi beberapa kategori konsumsi dalam negerinya, impor masih menjadi jalan yang dipilih pemerintah untuk memasok kebutuhan. Hal ini dikarenakan untuk beberapa komoditas, harga barang impor lebih murah daripada harga produksi dalam negeri.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |