Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara dua raksasa minyak Teluk, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), mencapai titik didih. Pada Selasa (30/12/2025), Riyadh mengeluarkan pernyataan keras yang menyebut keamanan nasionalnya sebagai "garis merah" dan secara resmi memberikan tenggat waktu 24 jam bagi pasukan UEA untuk meninggalkan Yaman.
Langkah drastis ini diambil hanya beberapa jam setelah koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan udara ke pelabuhan Mukalla di Yaman Selatan. Serangan tersebut menargetkan apa yang disebut sebagai dukungan militer asing bagi kelompok separatis selatan yang didukung oleh UEA.
Presiden Dewan Kepemimpinan Kepresidenan Yaman yang didukung Saudi, Rashad al-Alimi, secara resmi membatalkan pakta pertahanan dengan UEA. Dalam pidato di televisi nasional, Alimi menuduh Abu Dhabi telah memicu perpecahan internal di Yaman.
"Sayangnya, telah dikonfirmasi secara pasti bahwa Uni Emirat Arab menekan dan mengarahkan Dewan Transisi Selatan (STC) untuk merusak dan memberontak terhadap otoritas negara melalui eskalasi militer," tegas Alimi, dilansir Reuters.
Pemerintah Arab Saudi mendukung penuh tuntutan pengusiran tersebut. Hingga berita ini diturunkan, Kementerian Luar Negeri UEA belum memberikan tanggapan resmi.
Pemicu utama serangan udara dan pengusiran ini adalah tibanya dua kapal dari pelabuhan Fujairah, UEA, di Mukalla pada akhir pekan lalu. Koalisi menyatakan bahwa kedua kapal tersebut masuk tanpa otoritas resmi.
Setelah berlabuh, kapal-kapal tersebut dilaporkan mematikan sistem pelacakan (tracking systems) dan membongkar muatan senjata serta kendaraan tempur dalam jumlah besar untuk mendukung pasukan separatis STC. Serangan udara koalisi kemudian menghantam area dermaga tempat pembongkaran muatan tersebut. Media pemerintah Saudi melaporkan tidak ada korban jiwa dalam serangan presisi itu.
Sebagai respons lanjutan, Alimi memberlakukan zona larangan terbang serta blokade laut dan darat di seluruh pelabuhan dan penyeberangan selama 72 jam, kecuali untuk pengiriman yang mengantongi izin koalisi.
Sementara itu, konflik ini berpusat di Provinsi Hadramout, wilayah timur yang berbatasan langsung dengan Arab Saudi. Hadramout memiliki ikatan budaya dan sejarah yang kuat dengan Riyadh, bahkan banyak tokoh terkemuka Saudi berasal dari wilayah ini.
Arab Saudi sebelumnya telah memperingatkan STC agar tidak melakukan manuver militer di Hadramout setelah kelompok tersebut mengklaim kontrol luas atas wilayah selatan. Perselisihan ini menyeret dua sekutu lama, Saudi dan UEA, ke ambang konflik terbuka, meski keduanya awalnya tergabung dalam koalisi yang sama untuk melawan gerakan Houthi yang bersekutu dengan Iran sejak 2014.
Eskalasi di Semenanjung Arab ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan global. Pada hari Senin, Presiden AS Donald Trump kembali memberikan peringatan bahwa Amerika Serikat dapat mendukung serangan besar lainnya terhadap Iran.
(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]

















































