Seorang pria menggendong anak di kamp pengungsian setelah evakuasi, di tengah bentrokan mematikan antara Thailand dan Kamboja di perbatasan yang disengketakan, Srei Snam, Siem Reap, Kamboja, Rabu (10/12/2025). Konflik kedua negara kembali memanas dan meluas ke lima provinsi, menewaskan sedikitnya 12 orang dan memaksa lebih dari 500.000 warga mengungsi akibat serangan udara, tembakan tank, dan penggunaan drone dalam beberapa hari terakhir menjadi eskalasi terbesar sejak ketegangan kembali muncul tahun ini. (REUTERS/Kim Hong-Ji)
Ketegangan kembali memanas setelah gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat runtuh. Kedua belah pihak saling menuduh sebagai pemicu pelanggaran kesepakatan. Mantan pemimpin Kamboja Hun Sen menegaskan bahwa pasukannya hanya merespons agresi dari Thailand. “Kami tidak membalas selama dua hari. Tapi setelah serangan udara dan rentetan tank, kami terpaksa bertahan,” ujarnya seperti dikutip AFP, Rabu (10/12/2025). (REUTERS/Kim Hong-Ji)
Di pihak Thailand, militer melaporkan lima prajurit tewas dan 29 luka-luka sejak awal pekan. Kamboja menyebut tujuh warganya turut menjadi korban dan lebih dari 20 lainnya terluka. Warga Thailand yang tinggal di dekat garis perbatasan mengaku semakin cemas seiring meningkatnya serangan. “Kapan ini akan berhenti? Saya ingin ini segera berakhir,” kata Samlee Tahan, seorang petani berusia 56 tahun dari Surin. (REUTERS/Kim Hong-Ji)
Sementara di Kamboja, arus pengungsian terus bertambah seiring meluasnya pertempuran. Poan Hay, warga Oddar Meanchey, mengatakan bahwa ini adalah keempat kalinya ia harus meninggalkan rumah demi menyelamatkan diri. “Saya tidak tahu kapan bisa kembali,” ujarnya. Situasi kemanusiaan yang memburuk mendorong Amerika Serikat kembali menyerukan penghentian permusuhan, sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengingatkan potensi eskalasi yang lebih besar. (REUTERS/Kim Hong-Ji)

















































