Jakarta -
Pemerintah tengah membahas rencana pemberian amnesti, abolisi, hingga rehabilitasi kepada sejumlah pihak. Salah satu pihak yang dikaji mendapatkan pengampunan mulai dari mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) hingga tahanan politik.
Wacana pemberian pengampunan ini dibahas dalam rapat tingkat menteri yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra. Rapat tersebut turut diikuti jajaran dari Kemenko Politik dan Keamanan, Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Hukum, Kementerian Dalam Negeri, BNPT, BNN, hingga Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan.
Rapat tersebut diketahui membahas daftar para pihak yang berpotensi diberi pengampunan oleh negara. Mereka di antaranya mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI), tahanan politik, serta aktivis dan mahasiswa yang ditahan akibat kerusuhan pada akhir Agustus lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah harus berhati-hati menentukan siapa yang layak menerima pengampunan negara. Amnesti dan abolisi sifatnya perorangan, bukan kelembagaan," kata Yusril kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
Salah satu aspek yang dilihat dalam pemberian pengampunan ini ialah calon penerima harus memenuhi pertimbangan kemanusiaan, keadilan dan rekonsiliasi nasional. Yusril mengatakan pemerintah juga akan memperhatikan kepastian hukum bagi mereka yang telah lama berstatus tersangka tanpa proses hukum lanjutan.
Kementerian Hukum mengusulkan empat kategori penerima amnesti, yakni pengguna narkotika, pelaku makar tanpa senjata, pelanggar UU ITE (penghinaan terhadap presiden atau kepala negara), serta narapidana berkebutuhan khusus seperti ODGJ, disabilitas intelektual, penderita penyakit berat, dan lansia di atas 70 tahun.
Sejauh ini belum ada keputusan resmi dari pemerintah terkait pihak-pihak yang akan mendapatkan pengampunan dari pemerintah. Namun, Yusril menyebut kebijakan amnesti dan abolisi harus berlandaskan pertimbangan kemanusiaan, keamanan nasional, dan kepastian hukum tanpa mengabaikan rasa keadilan korban.
"Langkah ini bukan sekadar pengampunan, tapi bagian dari konsolidasi hukum dan rekonsiliasi nasional," ujar Yusril.
(ygs/dhn)

















































