Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih terus melanda di Tanah Air. Data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) menunjukkan jumlah tenaga kerja yang mengalami PHK telah mencapai 26.455 orang per Mei 2025.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat sejak awal tahun hingga Maret 2025 ini, sudah ada sebanyak 73.992 peserta yang terkena PHK. PHK kini tidak hanya melanda industri tekstil, gelombang PHK juga merembet ke industri hospitality, ritel, restoran dan bahkan sektor konstruksi.
Ica, berusia 27 tahun, adalah seorang pekerja di bidang konstruksi perusahaan distributor paving baru saja menjadi salah satu korban dari PHK yang marak terjadi. Setelah bekerja selama dua tahun di perusahaan tersebut, Ica terkena pemutusan sepihak pada awal Juni 2025.
Sebelumnya, informasi mengenai akan adanya pegawai yang di PHK pada pertengahan Mei 2025. Menurutnya, PHK dilakukan oleh perusahaan karena omset perusahaan yang menurun drastis.
"Kebenaran untuk perusahaan tempat saya bekerja itu hanya ada 2 karyawan, dan saya salah satu yang handle hampir semua operasional kantor," ujar Ica kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/6/2025).
Ia pun menjelaskan bahwa dirinya tidak menerima pesangon dari perusahaan. Hidupnya hanya ditopang oleh gaji dari bulan terakhir. Saat ini, Ica tengah mencari pekerjaan lain namun dirinya mengaku kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Pasalnya, ia saat ini masih harus menyelesaikan kuliah. Selain itu, dia menduga banyaknya berita terkait PHK membuat proses mencari kerja semakin sulit.
"Semakin banyaknya berita badai PHK yang diunggah oleh beberapa portal berita, mungkin menjadi salah satu faktor susahnya untuk mendapatkan pekerjaan baru dalam waktu dekat," ujarnya.
Ica menilai badai PHK ini seharusnya sudah menjadi alarm yang serius dan menjadi perhatian untuk pemerintah. Karena tidak hanya mengenai kehilangan pekerjaan, tetapi juga dapat menimbulkan masalah sosial yang lain dalam jangka panjang.
"Saya berharap pemerintah cepat tanggap juga menangani hal ini dan memberikan bantuan nyata yang terfokus kepada orang orang yang terkena badai PHK secara mendadak," ujarnya.
Bantuan dari pemerintah terhadap korban PHK, menurut Ica, bisa saja dalam bentuk bantuan materi dan pelatihan bagi para pekerja.
"Pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan dan adanya perlindungan hukum supaya proses PHK yang terjadi ini dilakukan secara adil dan hak hak pekerja yang terpenuhi," ujarnya.
Sementara itu, Grace, umur 25 tahun, yang merupakan seorang pegawai swasta di suatu perusahaan media pun mengaku dirinya juga terkena PHK. Dia padahal baru bekerja selama 7 bulan dalam perusahaan tersebut. Alasan pemutusan hubungan kerja pun dikarenakan perusahaan tempatnya bekerja sedang kesulitan secara ekonomi.
Ia menjelaskan bahwa sebenarnya dirinya berada dalam ikatan kontrak yang seharusnya berlangsung selama setahun. Kendati demikian, Grace hingga diputuskan secara sepihak oleh perusahaan belum menandatangani perjanjian kontrak tersebut.
"Sebenarnya, posisi aku di sana itu harusnya kontrak satu tahun, sudah ada surat tapi belum tanda tangan," ujar Grace kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/6/2025).
Untuk masa kerja selama 7 bulan, Grace hanya menerima pesangon sebesar Rp 1 juta. Ia sangat menyayangi nominal yang diberikan tersebut. Menurutnya, dengan kondisi ekonomi saat ini dan lapangan kerja yang tak menentu, nominal yang diberikan tidak cukup untuk bertahan hidup setelah kehilangan pekerjaan.
Ditambah, dirinya saat ini hanya bekerja sebagai pekerja lepas atau freelance.
"Saat ini kerja freelance, Tapi kan tidak menutupi kebutuhan ya sebenarnya," ujarnya. Menurutnya, perusahaan dan pemerintah harus memiliki ketentuan yang jelas terkait pemberian pesangon.
"Tidak semua korban PHK bisa disamaratakan kan. Cuma kalau bansos si enggak, tapi at least dikasih pesangonnya yang wajar aja," tegasnya.
Dengan kehilangan pekerjaan, Grace mencoba untuk tetap optimis dan berpikir bahwa ini hanya jalan Tuhan untuk beristirahat sejenak.
Penyebab Badai PHK
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti menilai maraknya PHK terjadi karena beberapa hal. Salah satunya adalah pelemahan daya beli. Ini tercermin dari permintaan terhadap produk atau jasa tersebut yang berkurang.
Kondisi ini menyebabkan omzet perusahaan yang berkurang, atau perusahaan masih terlilit utang dan biaya operasional serta biaya produksi yang semakin tinggi karena pengaruh nilai tukar rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar AS.
"Mengakibatkan harga bahan baku impor lebih mahal dan utang luar negeri lebih mahal," ujar Esther kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/6/2025).
Tak hanya itu, dari sisi pemerintah yang memitigasi dengan mengeluarkan kebijakan yang ekspansif untuk sektor industri dan bisnis. Caranya mengeluarkan insentif tidak hanya untuk mendorong konsumsi rumah tangga tapi membuat sektor industri dan bisnis lebih bisa bernafas.
Contohnya subsidi suku bunga agar cicilan kredit lebih ringan, relaksasi pajak dengan menunda pajak dulu agar perusahaan bisa lebih bernafas
"Menurut saya jika kebijakan pemerintah tetap kontraksi dan hanya menyasar konsumsi rumah tangga saja maka ke depan PHK akan lebih besar," ujarnya.
Esther menilai saat ini pemerintah masih hanya konsen dengan kelompok masyarakat berpendapatan kecil dengan memberikan bantuan bansos dengan harapan dapat meningkatkan daya beli. Padahal sektor industri dan bisnis harus diperhatikan dan diberikan insentif juga.
Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Telisa Falianty, menjelaskan terdapat beberapa faktor penyebab badai PHK di Indonesia.
Salah satunya adalah perlambatan pertumbuhan perekonomian global. Pasalnya Indonesia sebagai 'open economy' masih sangat tergantung dengan pertumbuhan ekonomi global.
Selain itu, dari sisi digitalisasi, dengan berkembangnya AI, robotik dan lain sebagainya, juga mengurangi kebutuhan jumlah tanah kerja.
"Pola investasi itu trendnya memang lebih banyak investasi di digital sektor dan di sektor-sektor yang tidak padat karya," ujar Telisa kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/6/2025).
Sementara industri-industri padat karya yang seharusnya bisa menyerap banyak lapangan kerja justru terpuruk akibat banyak pesaing yang semakin kompetitif.
(Zahwa Madjid/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: DPR: "Bunuh" Industri & Bikin PHK, Permendag 8 Harus Direvisi
Next Article Petronas PHK Karyawan, Bakal Hilang 10 Tahun Lagi