Jakarta -
Bagi banyak orang, menjadi jaksa mungkin sekadar menjalankan hukum. Tapi bagi Kusufi Esti Ridliani, menjadi jaksa adalah menegakkan keadilan sekaligus memperjuangkan hak masyarakat.
Sufi merupakan satu dari sekian banyak jaksa yang menerima penempatan di Papua. Kini, ia menjabat sebagai Kasi D Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Papua. Meski Papua terletak di ujung timur Indonesia, namun bagi Sufi daerah ini istimewa.
"Kita Jaksa kan sudah berkontrak ya untuk bersedia ditempatkan di mana saja. Dan perlu disadari dari rekan-rekan Jaksa, bahwa bertugas dimana saja itu punya keistimewaannya masing-masing, punya cerita yang masing-masing," kata Sufi,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Papua itu istimewa, Tanah Tuhan yang terberkati itu Papua. Dan keyakinan dari masyarakat setempat bahwa kalau kita bekerja jujur, bekerja ikhlas, bekerja dengan baik di Papua, pasti kita akan sukses," imbuhnya.
Perjuangkan Hak Anak & Perempuan Papua
Bertugas sebagai jaksa di Papua tentu bukan perkara mudah. Dengan akses geografis yang terbatas, Sufi kerap menemukan berbagai tantangan. Tapi alih-alih mengeluh, Sufi memilih untuk menikmati setiap prosesnya.
"Secara geografis Papua itu memang luas, dan sangat luas sekali sebenarnya. Karena kita tidak bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain menggunakan jalur darat. Semua masih menggunakan via udara, dan itulah keterbatasan. Sebenarnya itu seninya, dari orang bilang 'ah mengerikan ya', itu menurut saya adalah satu tantangan tersendiri. Jadi dibawa happy, dibawa senang, karena semua pasti ada solusinya," katanya.
Selain akses geografis, persoalan yang masih menjadi tantangan bagi Sufi selama bertugas sebagai jaksa di Papua adalah kasus-kasus yang melibatkan perempuan dan anak-anak.
"Untuk masalah gender, anak-anak dan perempuan, memang masih perlu untuk edukasi lebih lanjut, karena di sini perempuan itu masih ditempatkan sebagai golongan dua. Jadi, mau berteriak sekencang apapun, susah untuk didengar, dan itu merupakan tantangan sendiri," katanya.
Selama bertugas sebagai jaksa, Sufi mengatakan ada satu perkara yang membuatnya merasa terpanggil, bukan hanya sebagai penegak hukum, tapi sebagai manusia. Saat itu,seorang anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Ironisnya, terdakwa dinyatakan bebas, sementara korban harus menanggung luka fisik dan batin.
"Jadi saat saya menangani satu perkara, terdakwa saat itu bebas, sedangkan korbannya anak-anak masih umur 6 tahun, dia menderita akibat perbuatan terdakwa, berupa penyakit kelamin. Kemudian, secara psikisnya dia juga kena," katanya.
"Kemudian dia tidurnya tidak mau sendiri lagi, gampang marah, kemudian mengompol lagi. Di situlah terketuk hati nurani saya. Di satu sisi terdakwa bebas, tapi di sisi lain, korban tidak ada yang perhatikan, tidak tersentuh oleh fungsi dari kejaksaan. Sedangkan berdasarkan pedoman Nomor 1 tahun 2021, jaksa memiliki kewajiban mengawal asas keadilan ini, baik kepada anak maupun perempuan," lanjutnya.
Saat itu, Sufi berdiskusi dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua agar pihaknya dapat mendampingi pemulihan korban. Ia pun berkoordinasi dengan pihak dinas sosial, rumah sakit hingga Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK).
"Alhamdulillah hingga hari ini, ada tiga korban yang tertangani. Jadi prosesnya, ketika mereka sudah berperkara, kita mulai dari penyidikan di polisi, kita sudah koordinasi dengan penyidik. Kita berkoordinasi sejauh mana penanganannya terhadap korban, baik secara psikis maupun kesehatannya. Kemudian, pendampingan dari pekerja sosial seperti apa. Jadi, kita pantau terus keadaan korban," jelasnya.
Di samping itu, Sufi juga kerap melakukan edukasi kepada masyarakat terkait hak-hak anak dan perempuan. Hal ini pun dilakukannya secara perlahan dengan menghargai nilai-nilai lokal.
"Jadi harus pelan-pelan, secara halus kita sampaikan bahwa perempuan dan anak itu memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Kita memiliki hak pendidikan, kita memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama, dan kesempatan yang sama, dalam bentuk apapun," paparnya.
Tuai Apresiasi Berbagai Pihak
Upaya Sufi dalam melindungi hak perempuan dan anak pun mendapat respons positif dari berbagai pihak. Direktur BLUD RSUD Abepura, Jayapura, dr. Daisy Urbinas mengaku bersyukur dengan program pendampingan ini, hak anak-anak dan perempuan semakin mendapat perhatian khusus.
"Jadi memang perempuan dan anak ini kan perlu dapat porsi khusus. Kami bersyukur dengan program kejaksaan yang ditangani langsung oleh Ibu Sufi ini memberi ruang yang luas kepada korban-korban kekerasan untuk tidak lagi merasa takut ke rumah sakit. Karena mereka bisa mendapat pelayanan gratis, dan juga bisa berani untuk mengakses perlindungan hukum," ucapnya.
Sementara itu, korban KDRT, Grace Rewang merasa sangat terbantu dengan pendampingan yang diberikan Sufi selama proses sidang. Bahkan, kini ia dapat mengembalikan kepercayaan dirinya.
"Ketika ada dalam masalah, saya cukup vakum lama. Untuk membangun kembali rasa percaya diri itu agak susah. Tetapi dengan bercerita, solusi yang Ibu Sufi berikan itu membangkitkan semangat saya kembali. Itu saya merasakan hidup," katanya.
detikcom bersama Kejaksaan Agung menghadirkan program khusus yang mengungkap realita penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Program ini tidak hanya menyorot upaya insan kejaksaan dalam menuntaskan kasus, namun juga mengungkap kisah dari dedikasi dan peran sosial para jaksa inspiratif.
Program ini diharapkan membuka cakrawala publik akan arti pentingnya institusi kejaksaan dalam kerangka pembangunan dan penegakan supremasi hukum di masyarakat. Saksikan selengkapnya di sini.
(prf/ega)