Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang Asia bergerak beragam terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang pengumuman hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed yang akan menentukan arah kebijakan suku bunga AS pada hari ini, Rabu (29/10/2025), atau Kamis (30/10/2025) dini hari waktu Indonesia.
Merujuk data Refinitiv pada pukul 09.15 WIB, sebagian besar mata uang Asia melemah tipis terhadap dolar AS, sementara beberapa lainnya justru menunjukkan penguatan walau terbatas.
Ringgit Malaysia tercatat menjadi mata uang dengan penguatan tertinggi sebesar 0,12% ke level MYR 4,190/US$, disusul yen Jepang yang naik 0,09% di posisi JPY 151,96/US$.
Sementara itu, baht Thailand menjadi yang paling tertekan dengan pelemahan 0,19% ke level THB 32,38/US$, diikuti peso Filipina yang terkoreksi 0,18% ke PHP 59,147/US$.
Adapun rupiah Garuda terpantau melemah 0,12% ke Rp16.620/US$, setelah pada pembukaan perdagangan dibuak menguat 0,03% di posisi Rp16.595/US$. Hal ini mencerminkan sikap hati-hati pelaku pasar jelang keputusan FOMC yang berpotensi mengubah arah arus modal di Asia.
Jelang Keputusan Suku Bunga Acuan The Fed
Pergerakan mata uang utama Asia pada perdagangan hari ini berlangsung hati-hati menjelang keputusan The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps). Sekaligus menjadikan penurunan kedua sepanjang 2025.
Ekspektasi ini muncul di tengah minimnya data ekonomi resmi AS akibat penutupan pemerintahan atau government shutdown yang telah berlangsung hampir sebulan. Membuat para pejabat bank sentral tidak memiliki banyak data terabaru yang dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan kebijakan moneter.
Meskipun begitu, data sektor swasta menunjukkan pelemahan nyata di pasar tenaga kerja dan perlambatan pertumbuhan upah. Laporan ADP mencatat penurunan lapangan kerja swasta sebesar 32.000 pada September, sementara Beige Book milik The Fed menggambarkan kondisi ketenagakerjaan yang semakin lesu.
Di sisi lain, inflasi AS justru mendingin menjadi 3,0% secara tahunan, lebih rendah dari perkiranaan pelaku pasar yang memperkirakan inflasi pada September sebesar 3,1%. Hal ini memberi ruang tambahan bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
Beberapa ekonom menilai keputusan FOMC kali ini akan menjadi penentu arah pergerakan mata uang Asia, termasuk rupiah, yen, won, dan baht.
Pemangkasan suku bunga biasanya menekan dolar AS, yang bisa memberikan sentimen positif bagi aset berisiko di Asia. Namun, ketidakpastian mengenai arah kebijakan berikutnya, terutama potensi pemangkasan tambahan pada Desember membuat volatilitas pasar masih tinggi.
"The Fed saat ini berada di posisi sulit. Inflasi belum benar-benar turun, sementara pasar tenaga kerja jelas melemah," ujar Patrick Harker, mantan Presiden The Fed Philadelphia.
"Kondisi ini terasa seperti stagflasi ringan, dan keputusan kali ini akan menjadi uji keseimbangan antara menjaga inflasi dan menopang pertumbuhan."
Analis memperkirakan bahwa mata uang Asia akan cenderung bergerak terbatas hingga hasil resmi diumumkan, dengan perhatian pasar tertuju pada pernyataan Jerome Powell dalam konferensi pers pasca FOMC untuk mencari petunjuk arah kebijakan berikutnya.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) di waktu yang sama, menunjukkan pergerakan yang cenderung menguat dengan terapresiasi 0,12% ke level 98,785.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)
















































