KPPU Ingatkan Bahaya Kolusi Algoritma, Desak Revisi UU Persaingan Usaha

2 hours ago 1

Jakarta -

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menegaskan pentingnya percepatan perubahan ketiga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa atau Ifan menilai, pembaruan regulasi ini menjadi langkah strategis untuk menjawab tantangan baru di era ekonomi digital, khususnya dalam mencegah dan menangani fenomena algorithmic collusion atau kolusi algoritma.

Ifan menekankan, revisi undang-undang tersebut penting agar Indonesia memiliki landasan hukum yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan model bisnis modern.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bentuk-bentuk dominasi pasar baru, seperti penyalahgunaan data pengguna, diskriminasi algoritmik, dan praktik predatory pricing berbasis kecerdasan buatan (AI), tidak lagi bisa dijangkau dengan instrumen hukum lama," ujar Ifan, dalam keterangan tertulis, Kamis (7/11/2025).

Ia menambahkan, kolusi algoritma kini dapat terjadi tanpa kesepakatan eksplisit antar pelaku usaha, ketika sistem harga otomatis saling menyesuaikan melalui pemantauan algoritmik.

"Akibatnya harga pasar bisa seragam tanpa ada pertemuan, dan ini sulit dibuktikan secara hukum," jelasnya.

KPPU menilai, tanpa reformasi hukum yang adaptif, potensi penyalahgunaan data dan algoritma dapat menimbulkan ketimpangan pasar, menghambat inovasi, serta mengurung konsumen dalam ekosistem digital yang bersifat monopolistik. Untuk itu, KPPU mengusulkan perluasan definisi "pasar bersangkutan" dan "penyalahgunaan posisi dominan" agar mencakup dominasi berbasis data dan algoritma.

Selain itu, KPPU juga mendorong penguatan sistem pembuktian dalam perkara persaingan usaha melalui pengakuan terhadap indirect evidence atau bukti tidak langsung, seperti data ekonomi dan komunikasi digital. Langkah ini dinilai penting untuk menyesuaikan penegakan hukum dengan karakteristik kasus di pasar digital yang kerap bersifat nonkonvensional.

KPPU turut menyoroti pentingnya pengaturan aspek kesekretariatan, kepegawaian, dan mekanisme penegakan hukum agar lembaga ini memiliki struktur birokrasi yang akuntabel dan efektif sebagai lembaga independen di bawah rumpun eksekutif.

Lembaga tersebut juga menekankan perlunya pemisahan fungsi yang jelas antara organ administratif dan organ fungsional, serta pembentukan kantor perwakilan di tingkat provinsi. Langkah ini dinilai penting sebagai bentuk nyata desentralisasi dan dekonsentrasi pelayanan publik, sehingga penegakan hukum persaingan usaha dapat berjalan lebih merata, responsif, dan sesuai dengan dinamika ekonomi di daerah.

Dalam kesempatan yang sama, KPPU menegaskan amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini bukan sekadar pembaruan regulasi, melainkan juga bagian dari arah besar kebijakan ekonomi nasional yang lebih adil dan kompetitif.

"Pertumbuhan ekonomi modern tidak bisa lagi hanya mengandalkan akumulasi modal dan tenaga kerja. Daya saing bangsa ditentukan oleh kemampuan berinovasi dalam sistem ekonomi yang kompetitif dan terbuka," jelasnya, mengutip gagasan dari pemenang Nobel Ekonomi 2025, Joel Mokyr, Philippe Aghion, dan Peter Howitt yang menghubungkan antara inovasi, persaingan, dan pertumbuhan ekonomi.

Dengan reformasi hukum yang tepat, KPPU yakin amandemen ini akan memperkuat keadilan ekonomi, membuka ruang bagi pelaku usaha kecil dan menengah untuk naik kelas, serta menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan.

"Pembaruan UU ini bukan semata kepentingan kelembagaan, melainkan kebutuhan nasional agar Indonesia siap menghadapi tantangan ekonomi digital global," tutupnya.

(ega/ega)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |