Hiruk-pikuk Sritex Gara-gara Utang Numpuk

1 day ago 2

Jakarta -

Polemik PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk menjadi sorotan akhir-akhir ini. Perusahaan yang dibangun sejak 1966 itu diduga melakukan pelanggaran hukum terkait pemberian kredit hingga tidak bisa membayarnya.

Dirangkum detikcom, Jumat (30/5/2025), pada Rabu, 21 Mei 2025, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan ada anomali yang ditemukan pada laporan keuangan Sritex. Kejagung menemukan keganjilan yakni keuntungan yang turun naik dalam 2 tahun.

Qohar tidak memungkiri kondisi itu terjadi saat pandemi COVID melanda. Untuk itu, Qohar masih mendalami kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itulah anomali yang saat ini kita dalami. Ya, tadi saya sampaikan, satu tahun untung yang sangat drastis. Tahun berikutnya, rugi yang sangat drastis," imbuh Qohar.

Roda bisnis berputar, pada Oktober 2024 Sritex dinyatakan pailit. Saat itu, nasib ribuan karyawan Sritex terkatung-katung.

Sritex juga terjerat kredit macet senilai Rp 3,5 triliun. Jaksa yang mengusut perkara ini menduga ada kongkalikong antara PT Sritex dan sejumlah bank milik pemerintah serta swasta.

Kejaksaan Agung (Kejagung) pun menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) Sritex Iwan Setiawan Lukminto, yang merupakan salah satu putra dari pendiri Sritex karena diduga berkongkalikong terkait pemberian kredit.

Tidak hanya Iwan, menurut Kejagung, ada dua bank yang terlibat dalam pemberian kredit ini. Bank itu adalah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Banten (BJB) dan PT Bank DKI Jakarta. Mereka yang terlibat dalam kongkalikong ini adalah ⁠Direktur Utama Bank DKI Tahun 2020 Zainuddin Mappa (ZM) serta Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata (DS).

Menurut Qohar, Zainuddin dan Dicky Syahbandinata memberikan kredit secara melawan hukum. Akibatnya, negara menjadi rugi.

"Terhadap adanya pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman TBK yang dilakukan secara melawan hukum dan mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara," katanya.

Mengapa negara ikut rugi? Sebab, PT Sritex merupakan perseroan terbatas dengan komposisi kepemilikan saham PT Huddleston Indonesia sebesar 59,03% dan masyarakat karena sudah TBK sebesar 40,97%.

Dalam laporan keuangan perusahaan, Sritex melaporkan adanya kerugian dengan nilai mencapai USD 1,08 miliar atau setara dengan Rp 15,65 triliun pada 2021. Padahal, setahun sebelumnya, Sritex masih memiliki keuntungan sebesar USD 85,32 juta atau setara dengan Rp 1,24 triliun.

"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan, kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," kata Qohar.

Karena kerugian ini, Sritex menjadi memiliki kredit senilai Rp 3,5 triliun. Lebih parahnya lagi, Iwan selaku Direktur Utama Sritex saat itu tidak menggunakan uang pinjaman itu untuk modal kerja perusahaan, tetapi malah menggunakan uang pinjaman itu untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif, seperti membeli tanah di Yogyakarta dan Solo.

"Terdapat fakta hukum bahwa dana tersebut tidak dipergunakan sebagaimana tujuan dari pemberian kredit yaitu untuk modal kerja, tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif, sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya," kata Qohar.

Lebih lanjut, selain kredit Sritex juga mendapat pemberian kredit dari 20 bank swasta, dari pemberian inilah mulai terjadi kongkalikong antara Iwan dan Zainuddin dan Dicky.

"Dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rezeki Isman TBK, ZM selaku Direktur Utama Bank DKI dan DS selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komisaris Komersial PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai dan mentaati prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan," terang Qohar.

Simak Video 'Bos Perusahaan Gelapkan Dana Jadi Salah Satu Alasan Sritex Bangkrut?':

Sritex Tak Bisa Bayar Kredit

Menurut Qohar, Sritex sejatinya tidak bisa menerima kredit karena Sritex tidak memenuhi syarat kredit. Sritex itu memperoleh predikat BB min atau risiko gagal bayar pinjaman.

"Yaitu salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga peringkat kit dan modis disampaikan disampaikan bahwa PT Sri Rejeki Isman TBK hanya memperoleh predikat BB min atau memiliki resiko gagal bayar yang lebih tinggi," sambungnya.

Idealnya, pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A.

Alhasil, kredit Sritex menjadi macet, tidak bisa terbayarkan. Aset perusahaan juga tidak bisa dieksekusi karena tidak dijadikan jaminan.

"Aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara, karena nilai lebih kecil dari nilai pemberian pinjaman kredit, serta tidak dijadikan sebagai jaminan atau agunan," katanya.

Akibat kredit macet ini, Kejagung pun menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Tiga orang tersangka itu adalah Iwan Setiawan, Lukminto, dan Zainuddin Mappa,

Ketiga tersangka itu diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Laptop hingga iPad Disita

Penyidik Kejagung juga telah melakukan penggeledahan di rumah tersangka. Lokasi yang digeledah adalah apartemen di Jakarta utara, rumah di Solo, Jawa Tengah.

Kemudian, rumah tersangka di Bandung dan di Makassar. Penyidik juga sudah menyita sejumlah barang bukti yang dinilai berkaitan dengan perkara ini.

"Kami telah menyita kurang lebih 15 barang bukti elektronik, laptop dan iPad, dan dokumen-dokumen," ungkapnya.

Simak Video 'Bos Perusahaan Gelapkan Dana Jadi Salah Satu Alasan Sritex Bangkrut?':

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |