Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kontrak Desember melemah. Ada perbedaan yang mencolok sentimen antara China, Amerika Serikat (AS), dan Indonesia.
Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Kamis (13/11/2025) ditutup di posisi US$ 111,5 per ton atau melandai 0,36%. Pelemahan ini berbandig terbalik dengan penguatan pada perdagangan Rabu.
Pasar batu bara termal domestik China di pelabuhan‐utara kini menunjukkan pergerakan yang sangat terbatas, dengan aktivitas perdagangan yang melambat.
Di sisi logistik dan persediaan, stok batu bara di pelabuhan pantai Bohai di utara China menunjukkan sedikit peningkatan atau stabil karena pasokan yang lebih tinggi dan permintaan yang lambat.
Meskipun transaksi lesu, beberapa faktor mendasarnya tetap mendukung harga agar tidak jatuh tajam: pasokan yang masih ketat, biaya produksi yang tinggi, dan harapan meningkatnya permintaan musim dingin.
Di sisi permintaan, pembangkit listrik (utilities) tetap berhati‐hati dalam pembelian, walaupun persediaan mereka mungkin cukup rendah dan musim dingin yang akan datang bisa memaksa mereka untuk lebih aktif membeli.
Harga batu bara termal mine-mouth (di lokasi tambang yakni pengiriman langsung dari tambang) di wilayah produksi utama di China juga mengalami penurunan hingga 13 November, karena minat beli melemah dan sentimen menjadi hati-hati.
Meskipun ada dukungan yang tersisa dari sektor non-pembangkit (non‐power), tetap saja tekanan permintaan dari pembangkit listrik dan industri berat membuat penurunan harga menjadi nyata.
Penurunan harga di lokasi tambang menunjukkan bahwa tekanan bukan hanya dari transportasi atau pelabuhan melainkan dari tingkat dasar permintaan domestik yang melemah.
Penurunan minat pembelian dari pembangkit listrik bisa jadi terkait musim, cuaca, atau kebijakan pemerintah yang mendorong efisiensi atau energi terbarukan.
Aktivitas perdagangan batu bara termal impor (via laut) di China juga melambat secara signifikan. Baik pembeli maupun penjual cenderung berhati-hati dan memilih menahan diri daripada aktif bertransaksi.
Harga domestik batu bara di China mulai menunjukkan tanda-tanda stabilisasi, yang membuat daya tarik impor menurun karena margin keuntungan impor mengecil.
Produksi RI Menurun, di AS Naik
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan produksi batu bara nasional pada tahun 2025 akan mengalami penurunan signifikan, terutama apabila dibandingkan capaian tahun sebelumnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan produksi batu bara hingga akhir 2025 diproyeksikan hanya mencapai sekitar 750 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah hampir 100 juta ton dari realisasi tahun 2024 yang mencapai 836 juta ton.
Dia juga mengatakan ada kemungkinanproduksi batu bara pada 2026 berada di bawah 700 juta ton. Namun, angka ini belum pasti.
Sementara itu, menurut data dari U.S. Energy Information Administration (EIA), produksi batu bara di AS diperkirakan meningkat pada tahun 2025. Contohnya, produksi mencapai sekitar 526 juta short tons (MMst) untuk 2025, naik sekitar 3% dari 2024.
Namun untuk tahun 2026, EIA memperkirakan produksi batu bara AS akan sedikit menurun menjadi sekitar 490 juta short tons, karena sejumlah pembangkit batu bara akan pensiun dan permintaan domestik serta ekspor mulai melemah.
Kenaikan produksi tahun 2025 dipicu oleh meningkatnya permintaan dari pembangkit listrik (karena harga gas alam yang lebih tinggi membuat batu bara menjadi lebih kompetitif) serta pengurangan stok yang sebelumnya tinggi.
Meski demikian, faktor-struktur seperti pensiunnya kapasitas pembangkit batu bara, peningkatan energi terbarukan, serta tekanan lingkungan dan regulasi membuat prospek jangka menengah menjadi lemah
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia,com
(mae/mae)


















































