Gencar Efisiensi Tapi Kok Utang Nambah, Ini Penjelasan Sri Mulyani!

8 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Defisit APBN pada tahun ini berpotensi membengkak ke level Rp 662 triliun (2,78% dari PDB) dari sebelumya ditargetkan sebesar Rp 616,2 triliun (2,53% dari PDB). Kondisi ini terjadi saat pemerintah melakukan efisiensi anggaran sejak awal 2025 melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.

Dengan makin besarnya tekanan defisit, otomatis kebutuhan pembiayaan pemerintah juga ikut naik, meski masih ada opsi lain melalui penggunaan saldo anggaran lebih atau SAL dalam APBN tahun anggaran 2024 yang masih tersisa Rp 457,5 triliun.

Kendati begitu, apa yang menyebabkan efisiensi anggaran sejak awal tahun ini tak mampu meredam pelebaran defisit APBN?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pelebaran defisit APBN ini dipicu oleh tekanan berat sisi pendapatan negara, khususnya dari sisi penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.

Dari sisi pendapatan negara, Sri Mulyani mengatakan, realisasinya berpotensi tertekan hingga hanya Rp 2.865,5 triliun dari target Rp 3.005,1 triliun, karena tak jadinya pemberlakuan kenaikan tarif PPN 12% secara luas dan dividen BUMN yang tak lagi masuk ke dalam APBN dalam pos PNBP.

Kedua masalah itu saja, dia sebut telah berpotensi mengurangi penerimaan negara sebesar Rp 150 triliun, dengan rincian Rp 70 triliun dari sisi PPN 12% yang hanya untuk barang mewah dan kekurangan Rp 80 triliun akibat dividen BUMN kini sepenuhnya masuk ke kas Danantara.

"Plus ditambah adanya restitusi dan sebagainya serta dari efek penurunan harga komoditas, seperti batu bara atau barang kena pajak lainnya yang itu di UU HPP. Itu semua masuk postur penerimaan yang tadi lebih rendah dari target yang pernah kita sampaikan," tutur Sri Mulyani saat rapat kerja di Badan Anggaran (Banggar) DPR, dikutip Senin (7/7/2025).

Dari sisi belanja negara, ia mengatakan, ada kebutuhan dari Presiden Prabowo Subianto untuk merealisasikan berbagai program-program prioritasnya pada tahun ini. Hal itu membuat potensi anggaran belanja mengalami penyesuaian lebih sedikit ketimbang mengimbangi pelemahan penerimaan negara yang merosot dalam.

Sri Mulyani memperkirakan, belanja negara sampai akhir tahun masih akan sebesar Rp 3.527,5 triliun, meski sedikit lebih rendah ketimbang target dalam APBN 2025 sebesar Rp 3.621,3 triliun.

"Sebetulnya kalau kita enggak melakukan efisiensi sementara presiden ada program-program prioritas yang beliau lihat lebih strategis harusnya defisitnya naik lebih tinggi lagi pak," papar Sri Mulyani.

Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah melakukan buka blokir anggaran efisiensi sebagai upaya menjaga belanja negara tidak bengkak untuk merealisasikan berbagai program prioritas pemerintah, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pembangunan sekolah rakyat, koperasi desa merah putih, hingga pertahanan semesta, maupun ketahanan pangan, program kesehatan, serta program 3 juta rumah.

Caranya ialah dengan menyesuaikan penggunaan anggaran yang telah diefisiensikan dengan kebutuhan presiden saat setiap rapat terbatas (ratas) dan tanpa harus melaporkan ke DPR karena sudah diatur mekanisme fleksibilitasnya dalam UU APBN 2024 Pasal 20 ayat 1 huruf H.

Presiden Prabowo Subianto pun telah setuju pembukaan blokir anggaran Kementerian atau Lembaga (K/L) hasi efisiensi untuk direalokasikan ke program-program prioritasnya itu. Hingga Juni 2025, anggaran yang telah dicairkan mencapai Rp134,9 triliun.

"Jadi dari sisi kekuatan hukum sama, yang satu inpres tertulis karena seluruhnya, sedangkan yang belanja tergantung presiden putuskan, oh kita ratas misal koperasi, maka dialokasikan segini, untuk rumah ditambah segini, ditambah MBG dilakukan, itu dilakukan sesuai arahan presiden," ujar Sri Mulyani.

"Pasti ada notulennya, kami tidak mungkin buka blokir karena saya pun sebagai menteri keuangan tidak memiliki kewenangan, makanya harus ada notulis dari presiden itu biasanya melalui rapat terbatas (ratas)," tegasnya.

Di sisi lain, pemerintah kata Sri Mulyani juga akan menggunakan SAL 2024 yang masih tersisa sebesar Rp 457,5 triliun dari sebelumnya Rp 459,5 triliun supaya pembiayaan anggaran tak perlu dilakukan dengan penarikan utang baru, alias gali lubang tutup lubang untuk meredam tekanan defisit hingga akhir tahun. Ia berencana memanfaatkan SAL 2024 sebesar Rp 85,6 triliun.

"Kami akan meminta persetujuan DPR untuk gunakan SAL Rp 85,6 triliun, sehingga kenaikan defisit itu tidak harus dibiayai semua dengan penerbitan surat utang namun menggunakan cash yang ada," ungkap Sri Mulyani.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Menkeu Beri Sinyal: Efisiensi Anggaran Jadi Budaya, Lanjut di 2026

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |