Catat Baik-Baik! Ini 4 Saham Menarik Dilirik Jelang Tutup Tahun 2025

2 hours ago 1

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia

23 December 2025 10:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Jelang tutup tahun 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang sudah berada di pucuk, tetapi masih ada beberapa saham yang menarik dilirik, baik untuk strategi trading maupun investing.

Sejumlah katalis diperkirakan masih berlanjut tahun depan, mulai dari ekspektasi pelonggaran kebijakan suku bunga, prospek pemulihan ekonomi dan konsumsi masyarakat, hingga potensi berlanjutnya aksi korporasi dan transformasi bisnis di berbagai sektor.

Berdasarkan pemetaan tersebut, kami merekap setidaknya ada empat emiten yang dinilai layak untuk mulai diakumulasi menjelang akhir tahun ini.

Ke-empat saham ini dipilih dengan mempertimbangkan kombinasi kinerja keuangan, prospek bisnis yang masih atraktif, serta potensi katalis positif hingga tahun depan, sehingga dinilai relevan untuk menghadapi dinamika pasar di 2026. Berikut rincian-nya:

SMGR

Pertama ada saham emiten produsen semen BUMN, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang potensi bisa bangkit tahun depan.

Gerak saham-nya memang sudah lama tertinggal, kalau ditarik selama lima tahun terakhir bahkan sudah terjun sekitar 70%. Namun, tahun depan kemungkinan saham ini akan menarik karena potensial dilirik Danantara.

CNBC Indonesia sebelumnya pernah memberitakan soal Danantara yang potensdial masuk pasar saham Indonesia pada tahun depan dengan modal awal sekitar Rp23 triliun.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengatakan"Jadi kami sedang menunggu, awal tahun depan Danantara akan mulai masuk pasar dengan Rp 23 triliun. Tanya nanti Pak Pandu (CIO Danantara Pandu Sjahrir), tanya saja Pak Pandu bener apa enggak. Kita akan perlu realistis ya," ungkapnya di Ritz Carlton Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Selama 20 hari terakhir, saham SMGR tercatat rata-rata diperdagangkan sebanyak sekitar 8,3 juta lembar per hari dengan harga di kisaran Rp2.720 per saham. Dengan asumsi tersebut, nilai transaksi harian rata-ratanya berada di level kurang lebih Rp22 miliar.

Artinya, apabila benar terjadi aliran dana sebesar Rp230 miliar, nominal itu setara dengan lebih dari sepuluh kali lipat nilai transaksi harian normal SMGR. Dalam situasi seperti ini, respons pasar hampir tak terelakkan, baik melalui peningkatan minat beli, lonjakan volume perdagangan, maupun pergerakan harga yang cenderung menjadi lebih agresif dan volatil.

Melansir data Stockbit, ada 9 dari 23 analis yang merekomendasikan beli saham SMGR, lalu sekitar 8 analis rekomendasi hold, dan 6 sisanya jual.

Target optimis saham SMGR diperkirakan bisa terbang ke Rp4500 per saham, tetapi target rata-rata dari 9 analis memperkirakan ke Rp3.121 per saham, dari posisi terkini di Rp2700 per saham, ada potensial upside sekitar 15,6%.

smgrFoto: smgr

DEWA

Saham kedua yang masih menarik dilirik adalah PT Darma Henwa Tbk (DEWA). Meski dari awal tahun sudah terbang lebih dari 400%, tahun depan diperkirakan masih bisa naik.

Saham DEWA tahun depan ditargetkan bisa menuju ke atas level Rp1000 per saham, artinya masih ada potensial upside nyaris dua kali lipat dari posisi terkini di level Rp575 per saham.

Salah satu faktor utama yang membuat saham ini menarik adalah peluang masuknya DEWA ke dalam indeks MSCI, yang kerap menjadi pemicu arus dana asing berskala besar.

Untuk MSCI Indonesia Small Cap, posisi DEWA saat ini terbilang sangat aman. Free float perseroan mencapai 56,9% , jauh di atas syarat minimum MSCI sebesar 15 persen.

Dari sisi ukuran, harga saham DEWA hanya perlu bertahan di atas Rp190 untuk memenuhi ambang kapitalisasi pasar free float-adjusted sebesar US$315 juta atau sekitar Rp5,2 triliun.

Faktanya, saat ini kapitalisasi pasar free float-adjusted DEWA sudah mencapai US$ 593 juta atau sekitar Rp9,8 triliun, hampir dua kali lipat dari batas minimum.

Likuiditas pun bukan isu, dengan rata-rata nilai transaksi harian 12 bulan terakhir mencapai US$7,8 juta atau setara Rp128,7 miliar per hari, jauh melampaui ketentuan MSCI Small Cap sebesar US$1,5 juta per hari.

Dengan parameter tersebut, peluang DEWA masuk ke MSCI Indonesia Small Cap dinilai cukup besar. Jika skenario ini terealisasi, potensi aliran dana asing pasif diperkirakan berada di kisaran US$18-30 juta atau sekitar Rp300-500 miliar.

Arus dana ini berpotensi menjadi pemicu re-rating harga saham, mengingat karakter investor MSCI yang cenderung membeli secara sistematis dan berjangka panjang.

Lebih jauh lagi, DEWA juga memiliki jalur menuju MSCI Indonesia Global Standard (Big Cap) dalam jangka menengah. Untuk masuk ke kategori ini, harga saham DEWA perlu naik ke kisaran Rp1.320 per saham, yang merepresentasikan kapitalisasi pasar free float-adjusted sekitar US$1,9 miliar atau Rp31,3 triliun.

Dari sisi likuiditas, DEWA dinilai sudah memenuhi syarat, karena nilai transaksi hariannya telah melampaui ambang minimum US$2,5 juta per hari. Jika kriteria ukuran dan likuiditas tersebut terpenuhi, potensi dana asing yang masuk diperkirakan melonjak signifikan hingga US$180-300 juta atau setara Rp3-5 triliun.

INET

Ketiga, ada emiten internet yang menarik dilirik, yaitu PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET). Secara kinerja keuangan tahun ini mereka berhasil mencetak kinerja ciamik berkat segmen bisnis ISP, bahkan ditahun depan akan ada aksi korporasi tambah modal untuk ekspansi besar-besaran.

Pada kuartal III 2025, pendapatan INET melonjak 190,5% secara tahunan menjadi Rp23,6 miliar, dengan kontribusi utama berasal dari segmen ISP. Secara kumulatif, laba bersih sembilan bulan 2025 mencapai Rp19,4 miliar atau tumbuh lebih dari delapan kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Perbaikan kinerja INET tidak hanya terjadi pada sisi pendapatan, tetapi juga profitabilitas. Margin EBITDA melonjak hingga 76,4% pada 3Q25, ditopang pergeseran bauran bisnis ke segmen bermargin tinggi serta efisiensi biaya operasional. Kondisi ini memperkuat fondasi pertumbuhan jangka menengah perseroan seiring skala bisnis yang semakin besar.

Ke depan, INET menyiapkan ekspansi agresif melalui right issue Rp3,2 triliun yang masih menunggu persetujuan OJK serta rencana penerbitan obligasi sekitar Rp1 triliun pada 2026.
Dana tersebut akan digunakan untuk proyek kabel laut, FTTH contracting, dan layanan internet berbasis node. Dengan strategi ini, laba bersih diproyeksikan melonjak menjadi Rp257 miliar pada 2026, terbang 849,2% yoy dan Rp736 miliar pada 2027, melejit 185,7% yoy.

Dengan prospek tersebut, target harga INET diproyeksi bisa melejit ke harga Rp1.350 per saham. INET dinilai menarik sebagai salah satu pemain ISP dengan pertumbuhan tercepat, meski risiko eksekusi ekspansi dan dinamika permintaan tetap perlu dicermati.

ARCI

Terakhir ada saham emiten yang related emas yaitu PT Archi Indonesia Tbk (ARCI).

Dari sisi kinerja keuangan, ARCI berhasil membukukan laba bersih sekitar US$71 juta pada kuartal III-2025, sebuah pembalikan dari rugi pada periode yang sama tahun sebelumnya, didorong oleh produksi emas yang melejit 23% secara tahunan.

Prospek moncer bisnis emas ARCI diramal masih akan lanjut pada tahun depan, mengingat emiten ini tidak terlalu banyak kena dampak dari bea ekspor yang akan berlaku sebentar lagi, mengingat ARCI punya proporsi penjualan ke domestik relatif besar sekitar 88%.

Katalis positif ARCI juga diperkuat oleh peluang masuk ke indeks VanEck Gold Miners, salah satu indeks global yang menjadi acuan ETF penambang emas terbesar di dunia. Indeks ini dihuni perusahaan tambang emas dengan kapitalisasi, likuiditas, dan free float yang memadai, sehingga inklusi biasanya diikuti aliran dana institusi global yang bersifat pasif.

Sejumlah riset menyebutkan ARCI mulai memenuhi kriteria utama, terutama setelah peningkatan free float ke kisaran 15% serta likuiditas perdagangan yang membaik. Jika masuk indeks tersebut, ARCI berpotensi menikmati peningkatan permintaan saham, likuiditas yang lebih dalam, dan visibilitas global yang lebih kuat

Di luar segmen emas, dalam upaya diversifikasi bisnis, ARCI juga turut terlibat dalam pengembangan energi terbarukan melalui usaha patungan geothermal (PT Toka Tindung Geothermal) bersama Ormat Geothermal Indonesia. Proyek ini telah memperoleh izin dan ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional, serta menargetkan pembangunan fasilitas panas bumi dengan kapasitas 40 MW di Sulawesi Utara.

Secara ringkas berikut sejumlah katalis yang potensial mengerek 4 saham pilihan di atas :

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |