Angkat Isu Digital Trafficking, Taruna Akpol Sabet Juara Asia di IUCP 2025

2 hours ago 1

Semarang -

Dua taruna Akademi Kepolisian (Akpol) Sultan Rekha Firdaus dan Vandya Daniela Latuheru meraih juara I (Academic Excellence Award) dalam ajang International Undergraduate Conference on Policing (IUCP) 2025 yang digelar di Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC). Keduanya mengangkat isu digital trafficking dalam perlombaan ini.

Tim Akpol memukau dewan juri dengan riset berjudul "Sold by Hope: The Indonesian Trafficking Network in Myanmar Cyber Fraud Factories". Penelitian tersebut membedah fenomena perdagangan manusia digital (digital trafficking) yang marak di Asia Tenggara. Dalam fenomena ini, korban disekap dan dipaksa bekerja dalam operasi penipuan siber di kawasan perbatasan Myanmar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Riset ini tak hanya mengungkap modus dan alur jaringan perdagangan manusia lintas negara, tetapi juga menawarkan rekomendasi kebijakan dan strategi penegakan hukum terpadu untuk menekan kasus serupa di masa depan.

"Isu digital trafficking ini menjadi tantangan baru di era kejahatan siber global. Kami ingin mendorong kolaborasi lintas negara untuk melindungi korban sekaligus memperkuat kapasitas kepolisian," ujar salah satu delegasi Akpol yang menerima penghargaan, Sultan, kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).

Kompetisi IUCP 2025 diikuti oleh tujuh finalis terbaik setelah melewati seleksi ketat sejak September lalu. Mereka berasal dari: Indonesian National Police Academy (Akpol), Philippine National Police Academy (PNPA), People's Police Academy (PPA), Vietnam, Korean National Police University (KNPU), Korea Selatan, People's Police University, Vietnam dan Royal Police Cadet Academy, Thailand.

Panel juri yang terdiri atas akademisi dan pakar kepolisian dari Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan menilai berdasarkan empat aspek: relevansi riset, kejelasan argumentasi, kemampuan presentasi, dan sesi tanya jawab.

Hasilnya, tim Akpol keluar sebagai juara pertama. Disusul PNPA Filipina di posisi kedua dengan riset mengenai perilaku perjudian daring, dan PPA Vietnam di posisi ketiga dengan penelitian soal misidentifikasi korban perdagangan manusia di Asia Tenggara.

Penghargaan diserahkan langsung oleh Presiden Korean National Police University, dengan total hadiah sebesar USD 2.200 untuk para pemenang.

Direktur Akademik Akpol Kombes Eko Suprihanto mengaku bangga atas pencapaian ini. Ia menyebut kemenangan tersebut sebagai hasil kerja keras tim lintas bidang, mulai dosen, guru besar, praktisi bahasa, hingga para taruna yang melalui proses seleksi ketat.

"Perjuangan luar biasa para tim IUCP Akpol akhirnya membuahkan hasil maksimal. Ini bukti bahwa Akpol berada di jalur yang tepat untuk menjadi World Class Police Academy," ujar Kombes Eko Suprihanto.

"Terima kasih kepada seluruh tim, para pengajar, dan tentunya talenta muda kita yang membuktikan bahwa Akpol mampu bersaing di level internasional."

Menurut Eko, keberhasilan ini bukan hanya soal prestasi akademik, tetapi juga menunjukkan kemampuan generasi muda Polri dalam memecahkan isu global melalui pendekatan ilmiah dan kolaboratif.

Kesuksesan Akpol dalam IUCP 2025 sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai motor penggerak kolaborasi kepolisian Asia. Para peserta konferensi dinilai berhasil menampilkan kualitas riset dan semangat solidaritas yang tinggi dalam menghadapi tantangan keamanan lintas negara.

Event PASFA dan IUCP tahun ini juga memperkuat komitmen negara-negara Asia untuk meningkatkan standar pendidikan kepolisian, riset ilmiah, dan praktik terbaik dalam penegakan hukum.

Melalui ajang ini, Akpol menunjukkan transformasi nyata menuju akademi kepolisian modern yang tidak hanya unggul di tingkat nasional, tetapi juga berkontribusi aktif dalam membentuk masa depan penegakan hukum regional.

"Ini bukan sekadar kompetisi, tapi wadah untuk membangun jejaring intelektual antarakademi kepolisian di Asia. Kami bangga bisa membawa nama Indonesia dan Polri di forum internasional," kata Vandya, delegasi Akpol lainnya.

Dengan torehan prestasi ini, Akpol menegaskan diri sebagai lembaga pendidikan kepolisian yang adaptif terhadap isu global, terutama dalam menghadapi bentuk-bentuk kejahatan modern, seperti cyber fraud dan human trafficking berbasis digital.

Langkah Akpol dalam mengangkat isu digital trafficking menjadi pesan kuat bahwa generasi muda Polri tidak hanya siap menjaga keamanan dalam negeri, tetapi juga siap menjadi bagian dari solusi global.

Diketahui, ajang bergengsi ini merupakan bagian dari Police Academy Student Festival in Asia (PASFA) 2025, yang diikuti oleh 12 institusi kepolisian dari 8 negara Asia, antara lain Korea Selatan, Mongolia, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Laos, dan Indonesia. Tahun ini, Akpol bertindak sebagai tuan rumah (host institution) dan berhasil membuktikan kualitasnya sebagai akademi kepolisian berkelas dunia.

(zap/aud)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |