Jakarta, CNBC Indonesia - Kelas menengah mungkin terlihat sejahtera secara finansial, dengan penghasilan cukup untuk hidup nyaman, membeli rumah, berlibur, dan pensiun dengan baik. Kendati begitu mereka pun tidak kebal terhadap kemiskinan.
Robert R. Johnson, CFA dan profesor keuangan di Heider College of Business, Creighton University, menjelaskan lima kebiasaan yang diam-diam bisa membuat kelas menengah sulit naik level secara finansial, dikutip dari Yahoo Finance:
1. Gaya Hidup Naik Seiring Gaji
Kebiasaan paling umum adalah lifestyle creep, yaitu pengeluaran ikut naik begitu pendapatan bertambah. Johnson mencontohkan, setelah mendapat kenaikan gaji, banyak orang langsung pindah ke apartemen lebih besar atau membeli mobil baru. Hidup terasa lebih nyaman, tetapi kondisi keuangan tidak bergerak maju, bahkan bisa memburuk jika semua itu dibiayai utang.
Ia menyarankan agar setiap kenaikan gaji langsung dialokasikan untuk investasi, seolah-olah kenaikan itu tidak pernah terjadi. Dengan asumsi seseorang menginvestasikan tambahan US$5.000 per tahun dengan imbal hasil 10 persen, nilainya bisa tumbuh menjadi lebih dari US$822.000 dalam 30 tahun.
2. Terjebak Jadi House Poor
Kesalahan lain yang dilakukan oleh sebagian orang kelas menengah adalah menghabiskan terlalu banyak uang untuk rumah, yang menurut Johnson merupakan bentuk menghalangi peluang investasi lainnya. Ia mengutip ekonom pemenang Nobel Robert Shiller yang menyatakan bahwa properti rumah secara tradisional bukanlah investasi yang baik karena memerlukan perawatan, mengalami depresiasi, dan bisa ketinggalan zaman.
"Banyak orang salah percaya bahwa properti adalah investasi yang baik dan aman. Mereka terjebak dalam cerita tentang nilai properti yang naik drastis dalam jangka waktu lama," katanya.
Walau begitu, ini bukan berarti jangan membeli rumah, tetapi berarti jangan menghabiskan lebih banyak uang untuk rumah daripada yang dibutuhkan, dan jangan mengorbankan peluang investasi lain seperti saham dan obligasi.
3. Terlalu Takut Ambil Risiko
Hati-hati itu penting, tetapi terlalu konservatif juga bisa menghambat pertumbuhan kekayaan. Johnson menilai banyak orang muda menaruh tabungan pensiun mereka dalam instrumen sangat aman seperti money market atau obligasi rendah risiko. Padahal, investasi jangka panjang paling efektif justru portofolio saham yang terdiversifikasi.
Ia menyarankan mulai berinvestasi sejak muda melalui reksa dana indeks atau ETF biaya rendah, dan rutin menabung terlepas dari kondisi pasar, strategi yang dikenal sebagai dollar-cost averaging.
4. Berusaha Mengakali Pasar
Sebagian orang yakin mereka bisa menghindari kerugian dengan keluar masuk pasar di waktu yang tepat. Johnson menegaskan, ini hampir mustahil dilakukan secara konsisten.
Daripada menebak-nebak pasar, ia menyarankan tetap berinvestasi rutin di indeks luas seperti S&P 500 melalui reksa dana atau ETF.
5. Terlalu Fokus Melunasi Utang
Melunasi utang penting, tetapi menjadikannya prioritas tunggal juga bisa merugikan. Banyak orang bahkan mengabaikan peluang investasi bernilai tinggi karena terlalu fokus pada pembayaran utang.
Contohnya, tidak ikut program pensiun perusahaan yang menawarkan matching dari pemberi kerja. Menurut Johnson, ini sama saja menolak "uang gratis."
Ia mengingatkan pentingnya keseimbangan yakni melunasi utang itu perlu, tetapi jangan sampai mengorbankan peluang tumbuhnya kekayaan lewat investasi.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 7 Kebiasaan Belanja Kelas Menengah yang Tak Dilakukan Orang Kaya


















































