Survei KedaiKOPI: Mayoritas Dukung Soeharto dan Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

3 hours ago 1
Jakarta -

Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia atau KedaiKOPI merilis hasil survei mengenai persepsi publik terhadap wacana pengangkatan Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional. Bagaimana hasilnya?

Survei dilaksanakan dengan metode CASI (Computer Assisted Self Interviewing) pada 5-7 November 2025 dengan melibatkan 1.213 responden. Pengumpulan data dilaksanakan 6 November 2025 secara daring melalui tautan/QR yang disebarkan, dengan partisipasi bersifat sukarela dan anonim. Dengan metode tersebut, KedaiKOPI mengklaim temuan survei dapat menjadi rujukan awal yang cepat, terukur, dan representatif untuk berbagai pemangku kepentingan.

Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio (Hensa), menyebut survei tersebut dilakukan untuk mengetahui persepsi publik terhadap wacana pengangkatan Soeharto dan Gus Dur sebagai pahlawan nasional dan mengetahui alasan publik di balik dukungan ataupun ketidaksetujuannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Survei ini tidak hanya mengungkapkan berapa persen publik setuju atau tidak setuju, namun juga kami ingin menyampaikan alasan publik di balik itu semua sehingga bisa juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk pengangkatan kedua tokoh itu sebagai pahlawan nasional," kata Hensa dalam keterangan tertulis.

Berikut hasil surveinya:

Persepsi terhadap pengajuan Soeharto sebagai pahlawan nasional:

- Mendukung Soeharto jadi pahlawan nasional: 80,7%
- Tidak mendukung: 15,7%
- Tidak tahu: 3,6%

Persepsi terhadap pengajuan Gus Dur sebagai pahlawan nasional:

- Mendukung Gus Dur jadi pahlawan nasional: 78%
- Tidak mendukung: 13,7%
- Tidak tahun: 8,3%.

Alasan Mendukung dan Tidak Mendukung

Hensa kemudian menguraikan alasan utama responden mendukung Soeharto. Dia menyebut responden yang mendukung menilai keberhasilan Soeharto dalam program swasembada pangan (78%) dan Pembangunan Indonesia (77,9%). Selain itu, memori sekolah dan sembako murah (63,2%) serta stabilitas politik yang baik (59,1%) juga menjadi pertimbangan responden yang mendukung.

"Yang terbanyak karena berhasil membawa Indonesia swasembada pangan, kemudian berhasil melakukan pembangunan di Indonesia, karena sekolah murah dan sembako murah, karena stabilitas politik yang baik, lainnya macam-macam ada perjuangan kemerdekaan dan militer," kata Hensa.

Hensa menjelaskan terdapat responden yang menolak pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional (15,7%). Dia mengatakan mayoritas yang tidak setuju pengangkatan Soeharto menjadi presiden karena adanya kasus korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) sebanyak (88%), isu pembungkaman kebebasan berpendapat dan pers (82,7%), dan isu pelanggaran HAM (79,6%).

"Jadi kita tidak bisa menyampingkan faktor kenapa ada masyarakat yang tidak mendukung Pak Harto sebagai pahlawan nasional. Dan memang dari alasan-alasan mereka, ini adalah alasan-alasan yang sangat krusial dan penting bagi sejarah Indonesia, dan ini harusnya juga bisa menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam kemudian memutuskan nantinya," kata Hensa.

Hensa juga menjelaskan alasan dukungan responden untuk Gus Dur. Alasan responden, katanya, Gus Dur berhasil mengawal toleransi dan demokrasi Indonesia (89,1%), presiden yang sederhana (57,1%), diplomasi Gus Dur (38,2%), dan kinerjanya saat menjadi presiden dirayakan.

"Mayoritas mendukung Abdurrahman Wahid sebagai pahlawan nasional karena berhasil mengawal toleransi dan demokrasi Indonesia, kemudian karena menjadi Presiden yang sederhana dan keluarganya tidak memanfaatkan jabatan, menjadi Presiden yang dihormati kepada negara lain dengan diplomasinya, kemudian kinerja saat menjadi Presiden dirayakan," kata Hensa.

Hensa juga mengungkapkan alasan publik tidak mendukung Abdurrahman Wahid menjadi pahlawan nasional. Berdasarkan hasil survei, responden menilai kinerja Gus Dur sebagai presiden tidak terasa (54,8%), karena belum waktunya masih ada tokoh lain yang seharusnya lebih dahulu menjadi pahlawan nasional (47,8%), dan hanya mewakili atau representasi kelompok tertentu (39,2%).

"Jadi jangan hanya dilihat hanya angkanya saja, tapi juga dilihat kenapa mereka tidak setuju, sebab hal-hal ini merupakan sebuah poin-poin penting sekali untuk dipertimbangkan dan dipertimbangkan, serta dipertimbangkan lagi," kata Hensa.

(haf/tor)


Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |