Jakarta, CNBC Indonesia - Bagi banyak perempuan, urusan hati kini tak bisa dipisahkan dari urusan politik. Sebuah studi global menunjukkan, perempuan di berbagai belahan dunia cenderung memilih tetap lajang ketimbang berpasangan dengan seseorang yang pandangan politiknya berbeda.
Penelitian yang dilakukan oleh University of Göttingen dan University of Jena di Jerman itu menganalisis jawaban dari 13.257 perempuan lajang di 144 negara melalui survei Ideal Partner Survey. Hasilnya, 47% perempuan berhaluan kiri ekstrem mengaku lebih rela hidup sendiri jika calon pasangannya tidak sejalan secara politik.
Di sisi lain, 41% perempuan konservatif atau berhaluan kanan juga menempatkan kesamaan politik di atas hubungan asmara. Namun, perempuan dengan pandangan moderat cenderung lebih fleksibel atau hanya 22% yang menganggap politik sebagai faktor utama dalam memilih pasangan.
Dalam penelitian itu dilaporkan, perempuan konservatif lebih menekankan agama, kesamaan etnis, keamanan finansial, dan kesuksesan karier, sedangkan mereka yang berhaluan kiri jauh lebih longgar terhadap nilai-nilai tradisional. Meski begitu, ada nilai yang tetap lintas ideologi yaitu kebaikan dan sikap suportif.
"Sifat penuh kasih sayang dan peduli adalah hal yang tidak bisa ditawar," ujar peneliti utama, Tanja Gerlach, seperti dikutip New York Post, Jumat (10/10/2025).
Selain politik, faktor fisik seperti tinggi badan juga masih menjadi pertimbangan penting. Hampir semua responden lebih menyukai pasangan yang lebih tinggi. Menariknya, perempuan konservatif menilai tinggi badan lebih penting dibandingkan rekan mereka yang liberal.
Dalam survei ini, perempuan berusia 18 hingga 67 tahun diminta menilai berbagai kriteria pasangan ideal mulai dari penampilan, kepercayaan diri, usia, hingga kesamaan pandangan politik, agama, dan etnis. Sebanyak 22% responden mengaku berhaluan kiri, 71% berada di tengah, dan hanya 7% berhaluan kanan.
Politik dan Cinta Kini Saling Bertaut
Menurut profesor ilmu politik dari Penn State University, Pete Hatemi, kesamaan pandangan politik kini menjadi faktor yang paling menentukan kecocokan pasangan.
"Selama 20 tahun terakhir, pasangan lebih sering cocok karena politik dibandingkan faktor lain," katanya. "Anda bahkan lebih mungkin hidup dengan orang yang tidak terlalu menarik ketimbang dengan seseorang yang punya pandangan politik berlawanan," imbuhnya.
Profesor Sean Westwood dari Dartmouth menambahkan, partisanship kini mencerminkan nilai-nilai lebih luas seperti keluarga, iman, dan komunitas. Di era aplikasi kencan, penyaringan pasangan berdasarkan ideologi politik pun semakin mudah dilakukan.
"Preferensi politik mengungkap banyak hal tentang karakter seseorang," ujar Westwood. "Menolak seseorang karena kandidat pilihannya mungkin terlihat sepele, tapi jika perbedaan itu mencerminkan pandangan hidup yang bertolak belakang, maka itu jadi hal yang besar," ujarnya melanjutkan.
Sosiolog dari University of British Columbia, Laura Nelson, menilai sulit memisahkan politik dari hubungan romantis.
"Perbedaan kiri dan kanan bukan cuma soal pilihan dalam pemilu. Itu berkaitan dengan pandangan moral dan cara seseorang memaknai hidup. Jadi wajar jika nilai-nilai politik ikut membentuk preferensi pasangan," kata ia
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 4 Hal yang Merusak Keintiman bersama Pasangan Menurut Sex Therapist