Sell in May and Go Away Tahun Ini Mitos, Malah Jadi Peluang Buy?

8 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena Sell in May and Go Away rasanya akan menjadi mitos pada tahun ini, justru bulan ini bisa menjadi kesempatan untuk beli lagi mengingat tren harga saham sudah mulai pulih setelah jatuh dalam April lalu.

Jika melihat data seasonality IHSG secara bulanan, semakin panjang periode yang ditarik malah fenomena sell yang terjadi di Mei semakin fifty fifty. Kami melihat dalam periode yang lebih panjang yaitu 20 tahun peluang IHSG ditutup merah dan hijau ada 50%.

Artinya Sell in May and Go Away tahun ini mulai tampak tidak relevan. Kenapa bisa gitu?

Ada beberapa alasan yang membuat kami meyakini momentum saat ini malah kontras dari tagline Sell in May and Go Away. Bisa jadi malah Buy in May and Stay ;

Risiko Mulai Price In

Kami menilai risiko-risiko yang ada di market seperti tarif Trump sampai laju cut rate yang melambat sudah mulai di pricing in oleh pelaku pasar.

Memang risiko itu tetap ada, tetapi kembali lagi pada prinsip market yang selalu forward looking. Pasar akan kembali recover.

Pelaku pasar kini memprediksi kekhawatiran yang akan terjadi adalah risiko resesi di Amerika Serikat (AS) dan perlambatan ekonomi secara global.

Jika story di awal tahun kita berbicara soal weaking China dan Amerika yang memimpin, tetapi sekarang story dengan cepat berubah menjadi perlambatan dari dua negara adidaya ini dan tentunya akan punya dampak secara global.

Di sisi lain, persoalan surat utang AS yang banyak dipegang Jepang dan China menjadi suatu hal yang tidak bisa dipungkiri, ini kemungkinan besar menjadi trigger Trump untuk bersikap melunak dalam negosiasi tarif.

Tekanan Asing Mereda

Selama beberapa bulan terakhir sejak IHSG mencapai All Time High (ATH) pada September lalu. Tekanan jual asing meluber dari pasar Tanah Air bahkan sampai puluhan triliun.

Ada banyak alasan asing menjual saham emerging market, termasuk Indonesia. Mulai dari kekhawatiran atas tarif Trump, risiko resesi AS, hingga perlambatan ekonomi global, dan laju cut rate yang melambat.

Namun karena sentimen pasar mulai pricing in, maka tekanan asing ini sudah mulai mereda. Bahkan sudah ada tercatat net buy selama tiga hari beruntun (30 April, 2 Mei dan 5 Mei). Jika dihitung selama seminggu terakhir sampai 7 Mei 2025 di pasar regional sudah tercatat beli bersih dari asing mencapai Rp97,07 miliar.

Banyak Saham Masih Murah

Saat ini, pasar menilai kita sudah well anticipated terhadap sejumlah risiko dan mulai lebih selektif memilih saham.

Namun, di pasar saham Indonesia, masih terdapat saham murah dengan fundamental yang bisa dibilang cukup resilient. Kami menilai ada beberapa emiten dengan valuasi murah sebagai berikut :

Dari tabel di atas ada 10 emiten dengan valuasi yang murah secara Price to Book Value (PBV), tetapi perlu dicatat bahwa keputusan investasi tak hanya berpacu pada hasil valuasi, masih ada beberapa pertimbangan yang perlu kita lakukan berdasarkan fundamenta-nya, teknikal, dan likuiditas pasar, serta aset alokasi yang bijak untuk modal tiap saham-nya.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected] 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |