Saksi Ungkap Terdakwa Suap Migor Pernah Main Golf Bareng Eks Ketua MA di Dubai

3 hours ago 1

Jakarta -

Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Edi Sarwono mengungkap terdakwa dugaan suap vonis lepas minyak goreng (migor) Muhammad Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan pernah main golf di Dubai dan Malaysia. Edi mengatakan Arif dan Wahyu bermain golf itu bersama mantan ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin hingga Hatta Ali.

Hal itu disampaikan Edi saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/9/2025). Terdakwa dalam sidang ini eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta; mantan Panitera Muda Perdata PN Jakut, Wahyu Gunawan; hakim Djuyamto; hakim Agam Syarief Baharudin; dan hakim Ali Muhtarom.

"Itu dalam rangka apa Pak? Kok bisa jauh-jauh ke Dubai? Kan di sini banyak?" tanya jaksa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenernya saya juga nggak ingin berangkat Pak, tapi ada undangan," jawab Edi.

Edi mengatakan undangan itu berasal dari grup bermain golf di lingkungan peradilan. Dia mengatakan group itu beranggotakan hakim hingga panitera seluruh Indonesia yang mempunyai hobi bermain golf.

"Ada grup WA khusus yang punya hobi golf?" tanya jaksa.

"Iya," jawab Edi.

"Di situ ada hakim, ada panitera, campur di situ?" tanya jaksa.

"Campur pak," jawab Edi.

"Pesertanya khusus yang di Jakarta atau seluruh Indonesia?" tanya jaksa.

"Seluruh Indonesia," jawab Edi.

Edi mengatakan kegiatan golf di Dubai dilakukan pada awal 2024. Kegiatan itu berlangsung selama tiga hari.

"Hari kerja atau?" tanya jaksa.

"Hari kerja kita cuti Pak," jawab Edi.

Jaksa menyebutkan nama hakim yang mengikuti golf di Dubai dari berita acara pemeriksaan (BAP) Edi. Di antaranya terdakwa Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan, eks Ketua MA Muhammad Syarifuddin dan Hatta Ali, hingga mantan Hakim Agung Takdir.

"Saya sebutkan ya, di antaranya Pak Muhammad Arif Nuryanta, Wahyu Gunawan, Ketua PN Batam, Muhammad Syarifuddin ketua MA ya, Hatta Ali mantan ketua MA dan Pak Takdir mantan Hakim Agung. Betul pak?" tanya jaksa.

"Iya," jawab Edi.

"Cuman ini aja atau ada beberapa?" tanya jaksa.

"Banyak tapi saya lupa Pak," jawab Edi.

Jaksa mendalami biaya per orang untuk mengikuti golf di Dubai tersebut. Edi mengatakan biayanya sekitar Rp 20 juta.

"Berapa biaya yang Saudara butuhkan untuk pergi ke Dubai?" tanya jaksa.

"Sekitar Rp 20 juta," jawab Edi.

"Untuk satu kali perjalanan?" tanya jaksa.

"Nggak, PP pak," jawab Edi.

Edi mengatakan kegiatan golf di Malaysia dilakukan sekitar 8 bulan setelah kegiatan golf di Dubai. Dia mengatakan biayanya sekitar Rp 10 juta.

"Ini Dubai dulu baru Malaysia?" tanya jaksa.

"Betul," jawab Edi.

"Ini berapa kalau ke Malaysia Pak?" tanya jaksa.

"Sekitar Rp 10-an juta Pak," jawab Edi.

"Itu dalam rangka apa?" tanya jaksa.

"Undangan grup juga," jawab Edi.

Jaksa kembali menyebutkan nama hakim yang mengikuti golf di Malaysia seperti Muhammad Syarifuddin hingga mantan Ketua PN Jakpus Liliek Prisbawono. Edi membenarkannya.

"Hadir betul ya Pak Muhammad Arif Nuryanta, Wahyu Gunawan, Ketua PN Batam, Pak Muhammad Syarifuddin ketua MA, mantan ketua PN Jakpus Bapak Liliek Prisbawono, ikut juga?" tanya jaksa.

"Iya," jawab Edi.

"Selain nama-nama ini banyak juga?" tanya jaksa.

"Banyak Pak," jawab Edi.

Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.

Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.

Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

(mib/dek)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |