Review Sepekan
Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
13 December 2025 12:00
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terpantau kembali stabil sepanjang pekan ini, di tengah kurang bergairahnya dolar Amerika Serikat (AS) setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali memangkas suku bunga acuannya.
Melansir Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (12/12/2025), rupiah menguat 0,18% ke posisi Rp 16.635/US$. Sepanjang pekan ini, rupiah stabil di posisi tersebut.
Meski begitu, jika dibandingkan mata uang Asia lainnya, rupiah masih terbilang baik di pekan ini, karena cenderung stabil. Pada pekan ini, rupee India, peso Filipina, yen Jepang, dan won Korea Selatan tak mampu untuk melawan dolar AS.Rupee India yang menjadi paling parah yakni melemah 0,7% sepanjang pekan ini melawan dolar AS.
Sedangkan dari yang menguat, baht Thailand menjadi yang terbaik yakni menguat 0,88%, disusul dolar Singapura yang naik 0,35%.
Dolar AS terpantau kurang menggembirakan sepanjang pekan ini. Indeks dolar AS (DXY), indeks yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia ini terpantau melemah 0,6% sepanjang pekan ini. Sedangkan pada perdagangan Jumat kemarin, indeks DXY naik tipis 0,05%.
Sentimen pergerakan mata uang Asia pekan ini juga tidak lepas dari dinamika dolar AS di pasar global. Tren pelemahan dolar AS terjadi setelah The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (10/12/2025) atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Pemangkasan suku bunga yang sudah lama diproyeksikan pasar ini membuat minat investor terhadap aset berdenominasi dolar menurun dalam beberapa sesi terakhir, membuka ruang apresiasi bagi mata uang emerging markets.
Tren pelemahan dolar juga diperkuat oleh perkembangan di pasar obligasi AS. Imbal hasil (yield) US Treasury turun setelah The Fed mengumumkan rencana pembelian surat utang pemerintah jangka pendek mulai 12 Desember untuk menjaga stabilitas likuiditas. Pada tahap awal, The Fed akan membeli sekitar US$ 40 miliar Treasury bills.
Selain itu, bank sentral juga mengalihkan sekitar US$ 15 miliar dari aset mortgage-backed securities (MBS) yang jatuh tempo untuk kembali diinvestasikan ke T-bills, sehingga total injeksi likuiditas pada bulan ini mencapai sekitar US$ 55 miliar. Peningkatan likuiditas tersebut mendukung aset berisiko dan menekan daya tarik dolar AS sebagai aset safe haven dalam beberapa hari terakhir.
Faktor antara tren pelemahan dolar, sentimen risiko yang membaik, serta sikap wait and see pasar terhadap detail kebijakan The Fed inilah yang membentuk pola pergerakan mata uang, di mana sebagian mampu menguat memanfaatkan tekanan pada dolar, sementara sebagian lainnya masih bergerak defensif mengikuti volatilitas pasar global.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)


















































